Dosa Yang Nikmat Bag.21

Posted by Unknown

Lanjutan Dari

Semenjak kejadian mengintip itu, hubungan Aldi dengan Kak Popi menjadi sangat renggang, setiap kali Aldi mencoba menegurnya ia hanya diam seribu bahasa, membuat Aldi merasa sangat berasalah, tapi di sisi lain ia merasa tidak setuju kalau harus mencium kaki Kak Popi.

Aldi menghempaskan pantatnya di atas sofa, sementara Kak Popi sedang menonton televisi sambil tiduran tengkurep.

Harus di akui Kak Popi memang sangat seksi, pantatnya memang tidak terlalu besar, tapi sangat menggairahkan, apa lagi samar-samar dapat terlihat jelas garis celana dalammya. Tak terasa pemandangan itu membuat Aldi jadi terangsang membayangkan yang ada di balik daster yang dikenakan Kak Popi.

"Apa lihat-lihat, gak perna lihat cewek cantik lagi tiduran ya? Apa mau ngintip lagi?" Katanya sinis, ucapannya cukup menohok hati Aldi, dan membuat Aldi merasa malu.

"Apaan si Kak, kemarinkan gak sengaja."

"Bohooong!"

Siaall...Umpatku kesal, memang kemarin aku sengaja mengintipnya ganti pakaian, tapikan itu juga salahnya dia, siapa suruh ganti pakaian pintunya gak di tutup rapat, akukan cowok normal jadi wajar kalau jadi tertarik untuk mengintip dirinya yang sedang berganti pakaian.

"Benaraaan Kak."

"Kakak males ngomong sama kamu, pokoknya awas ya kalau kamu berani ngintip lagi?" Ancamnya sambil menunjuk kearah Adiknya dengan wajah geram.

"Iya Kak, aku gak akan ngintip lagi kok, kemarinkan aku sudah bilang gak sengaja." Jelas Aldi memohon.

"Kakak baru mau maafin kamu, asalkan kamu mau nurutin semua yang Kakak suruh, gimana?" Tawar Kak Popi, ada-ada aja permintaan Kak Popi ini.

"Iya Kak, tapi emang mau nyuruh aku apa?"

"Pertama kamu harus minta maaf sambil mencium kaki Kakak, dan jangan berhenti sebelum Kakak menyuruhmu berhenti, kalau kamu setuju Kakak akan memaafkan kamu, dan melupakan perbuatan kamu yang sudah berani ngintipin Kakak, bagaimana? Kamu maukan Kakak maafkan kamu, dan gak marah lagi sama kamu." Jelas Kak Popi panjang lebar.

"Emang gak ada cara lain?"

"Tidak ada,.kecuali kamu mau kita musuhan terus." Ancamnya, dia menatap Adiknya tajam.

Aldi terdiam sejenak, baru beberapa hari gak saling tegur dengan Kakaknya ia sudah merasa sangat kesepian dan di hantui rasa bersalah, apa lagi kalau harus lebih lama lagi, bisa-bisa Aldi makin gusar dengan keadaan ini.

Tapi apakah Aldi harus melakukan semua yang di suruh oleh Kakaknya? Bagaimana kalau Kakaknya memnta Aldi untuk melakukan hal yang berbahaya? Ah tidak mungkin, bagaimanapun juga Popi adalah Kakaknya, tidak mungkin Popi meminta Adiknya melakukan hal yang membahayakan Adiknya.

"I... iya Kak aku mau." Jawab Aldi menyerah.

"Seriuss..." Popi beranjak dari tidurnya lalu menghampiri Adiknya yang sedang duduk di sofa. Aldi mengangguk lemah. "Kalau begitu, sekarang bersujudlah, dan memohonlah, mengakui semua kesalahan Adek." Perintah Popi, dia duduk di sofa dengan perasaan gembira, akhirnya ia bisa menaklukan Adiknya.

Aldi segera menuruti perintah Kakaknya, ia berjongkok di hadapan Popi, kemudian bersujud. Popi mengangkat kakinya sedikit, kemudian Aldi memegangi kaki Kakaknya, walaupun ragu ia tetap melakukannya. Dengan perlahan ia mendekatkan bibirnya, kemudian ia mencium Kaki Kakaknya.

Popi tersenyum lebar, dia membelai kepala Adiknya yang sedang merunduk menciumi Kakinya.

"Maafin Adek ya Kak."

"Emangnya kamu salah apa Dek?" Tanya Popi memulai sandiwaranya.

Aldi mengangkat kepalanya, ia ragu ingin mengelak atas perbuatan sebelumnya, tapi setelah melihat mata Popi, Aldi yakin kalau harus mengakui semua kesalahannya, sebelum Kakaknya semakin marah kepadanya.

"Karena sudah berani ngintipin Kakak."

"Hah... kamu serius ngintipin Kakak? Kamu nakal banget si Dek, masak Kakak kandungnya senditi di intipin." Ujar Popi pura-pura kaget, sambil membelai wajah Adiknya.

"I... iya Kak, habis Kakak cantik banget." Jawab Aldi.

"Dasar anak Nakal." Umpat Popi dengan nada yang menggoda.

"Aku di maafin gak Kak?"

"Iya, Kakak maafin, tapi kamu harus tetap di hukum biar gak nakal lagi." Ujar Popi, dia mengucek-ucek gemes kepala Adiknya.

"Loo... kok di hukum? Kan janjinya tadi di maafkan kalau aku nyiumin kaki Kakak."

"Ya sudah kalau kamu gak mau." Kesal Popi, padahal dia lagi seru-serunya berakting, tapi di kacaukan oleh pertanyaan Adiknya. Melihat Kakaknya marah, membuat Aldi kembali gusar.

Dengan gerakan cepat Aldi memegangi pergelangan kaki Kakaknya, sambil menciumi kaki Kakaknya dan memohon maaf, tapi Popi yang sudah keburu kesal, hanya diam dan tidak perduli dengan permintaan Adiknya.

Tanpa di sadari Aldi, dari belakang seseorang sedang melihatnya yang sedang memohon ampun kepada Kakaknya, bahkan orang itu mengabadikannya dengan video hp.

"Popi, kekamar Tante sebentar sayang." Panggil Tante Marni.

"Iya Tan..." Popi segera beranjak.

Dia berdiri, dan tanpa memperdulikan Adiknya yang sedang bersujud memohon ampunan darinya, dia menghampiri Tante Marni yang sudah cukup lama berdiri di belakang Aldi. Sementara Aldi tampak kaget melihat kehadiran Tante Marni.

Sebelum meninggalkan Adiknya, Popi masih sempat menjulurkan lidahnya mengejek Adiknya, bahkan ia sempat menggoda Aldi sambil menggoyangkan pantatnya.

--------

Baru saja Popi masuk kedalam kamar Tantenya, tiba-tiba saja dari belakang seseorang memeluknya dengan sangat erat, dan membawanya naik ketas kasur yang empuk. Kemudian orang itu langsung menghujaninya dengan ciuman.

"Ampuuuuuun... Aaaww....Hahaha... Aaawww..."

"Tante kangen sama kamu sayang." Bisik Marni sambil menjilati daun telinga Popi.

"Aduuuh Tante, bikin kageeet."

"Habis kamu hari ini jahat banget sama Adik kamu." Ujar Marni gemas kepada ponakannya.

"Tapi Tante sukakan, lihat aku ngerjain Adek."

"Iya sayang, Tante suka bangeeet... besok-besok kita kerjain dia lagi, lebih dar ini." Marni langsung menyerbuh wajah Popi dengan ciuman panas dan penuh nafsu.

"Terserah Tante saja, Aaahkk....!"

"Oh iya, gimana kabarnya temen kamu Asyifa? Sesekali ajak main kerumah dong, Tante kangen sama dia." Ujar Marni, sambil membuka pakaian keponakannya hingga telanjang bulat, kemudian dia juga membuka pakaiannya sendiri.

Kemudian mereka kembali berciuman dengan sangat panas, lidah mereka menari-nari saling membelit seperti ular, sementa tangan mereka menggerayangi tubuh pasangan masing-masing.

Marni mulai menjamah payudara Popi, dia meremasnya pelan sambil menyentil putting Popi yang kemerah-merahan, menghisapnya lembut penuh birahi, membuat jiwa muda Popi menggolara, nafasnya mulai terasa berat, dan di bawah sana sudah sangat banjir.

Jilatan dan ciuman Marni turun keatas perut Popi yang ramping, kemudian ia membuka kedua kaki Popi hingga bibir vaginanya menyeruak, tampak licin dan menggairahkan.

"Tanteeee.... aaakuuu mau piiiipiiss....!" Erang Popi tertahan.

"Pipisin aja yang banyak sayang." Jawab Marni, sambil menghisap clitoris Popi.

Tak lama kemudian tubuh Popi mengejang hebat, cairan cintanya keluar semakin banyak, dan tubuhnyapun melemas, menyisakan suara nafas yang berat tatkala orgasmenya berhenti, meninggalkan sisa-sisa kenikmatan.

Marni tiduran di samping Popi, sambil membelai rambut Popi yang panjang.

"Tante... terimakasi ya?"

"Iya sayang, sama-sama... CUP... Tante sayang kamu."

"Aku juga sayang Tante." Balas Popi sambil memeluk erat tubuh Marni yang bermandikan keringat.

Popi memejamkan matanya, mengingat kembali awal mula hubungan terlarangnya dengan Tante Marni, Adik kandung Ibunya. Bermula ketika Ashifa menginap di rumahnya, dan karna tergoda ia melakukan petting bersama Ashifa, dan siapa yang menyangkah, perbuatan mereka kepergok oleh Tantenya.

Tapi Tante Marni bukannya marah, ia malah ikut-ikutan petting bersama Popi dan Ashifa.

Semenjak kejadian itu, hampir setiap hari di saat ada kesempatan Marni dan Ashifa melakukan petting. Dan hubungan mereka sekian lama semakin akrab, apapun baik itu senang atau sedih, Popi berbagi cerita dengan Tante Marni.

"Sekarang giliran kamu yang muasinTante." Ujar Marni, Popi mengangguk pelan seraya tersenyum manis.

----------

Untuk kesekian kalinya, aku bertemu dengan Clara di villa ini, aku berdiri, tanganku bertumpuh di pagar villa yang terbuat dari kayu, mataku jauh memandang sungai yang tampak tenang, tapi menghanyutkan. Sama seperti kondisi diriku saat ini, diam tapi sangat marah.

Baru semalam aku melihat Clara di gilir di rumah Ustad Reza, dan hari ini aku tidak sengaja melihat Clara berduan dengan Chakra sambil berciuman.

Dasar cewek murahan, kenapa juga dulu aku bisa suka kepadanya, aku benar-benar menyesal sudah menyatakan cintaku kepadanya, sudah mengira kalau dia gadis yang baik, yang akan mejadi pendampingku besok.

"Maaf ya...!"

"Sudalah, apa yang aku lihat barusan sudah cukup.menjelaskan." Kataku, sambil meliriknya sebentar, kemudian aku kembali mengalihkan pandanganku kesungai.

"Aku tau, aku salah... tapi perasaan tidak dapat di bohongi."

"Kamu yakin, kalau kamu melakukan itu bersama Chakra karena kamu cinta dia? Bukan karena nafasu doang." Kataku pedas, sumpah aku sangat marah sekali.

"Maksud kamu? Aku bukan cewek murahan yang bisa di tiduri sama cowok manapun."

"Oh ya... tapi aku ragu."

"Terserah kamu mau ngomong apa,.dan kamu juga harus tau ya... selama ini aku mendekati dan mau jadi pacar kamu bukan karena aku cinta sama kamu, tapi karena taruhan... dan aku menang taruhan gara-gara kamu." Seperti yang aku duga sebelumnya, pasti ada apa-apanya kenapa ia mau mendekatiku.

Setelah itu dia pergi meninggalkanku, aku masih sempat melihat punggungnya sebentar, sebelum aku kembali mengalihkan pandanganku jauh keujung sungai.

Sungguh sangat di sayangkan, padahal yang kutahu dia anak yang baik dan ramah, rasanya sulit untuk di percaya melihat tingkah kesehariannya dengan sifat aslinya yang bertolak belakang. Suatu saat nanti kamu pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, ingat itu Clara....

---------------

Clara duduk menyendiri, matanya berkaca-kaca mengingat ucapan Raditya. Dia merasa sangat berdosa terhadap dirinya sendiri, memang benar apa yang di katakan Raditya, ini bukan cinta tapi nafsu. Tubuhnya yang menginginkan ini semua bukan hatinya, ini bukan dirinya yang sebemarnya.

Seandainya saja dulu ia tidak bertemu dengan Chakra, mungkin nasibnya tak akan seperti ini.

Chakra satu-satunya pria yang bertanggung jawab terhadap dirinya, karena Chakra yang dulu mengambil kegadisannya, dan sekarang dia memperbudak Clara menjadi pemuas nafsu, bahkan gara-gara Chakra kini ia menjadi ketagihan ingin selalu di setubuhi secara beramai-ramai.

Tak sadar matanya berkaca-kaca, ia tidak bisa membayangkan kalau sampai kedua orang tuanya tau kelakuannya selama di Madrasyah, bukannya menuntut ilmu, malah menjadi seorang pelacur murahan.

"Mbak Clara kok nangis?" Tiba-tiba, seseorang menegurnya.

"Eeh kamu Ria, gak apa-apa kok." Buru-buru Clara menyeka air matanya.

"Ada apa Mbak nyuruh aku kesini, ada yang ingin di omongin ya?" Ria segera duduk di samping Clara, walaupun ia merasa heran kenapa Clara bisa menangis, tapi ia memilih tetap diam dari pada mencari tau alasan kenapa Clara menangis.

"Begini, tadi aku di suruh Ustad Reza untuk mencari orang yang bisa main tennis meja, katanya mau di persiapkan buat lomba. Seingetku, kemarin kamukan juara tenis meja."

"Maksud Mbak, aku di minta ikut lomba?"

"Iya, kamu maukan ikut?"

"Tapi Mbak..." Ujar Ira ragu.

"Ini demi nama baik sekolah, sahabat kamu Lathifa aja ikut kok." Jelas Clara meyakinkan Ria.

"Oke deh, eehmm... terus aku harus gimana?"

"Lusa kita ngumpul bareng di rumah Ustad Reza, ada rapat kecil-kecilan gitu, nanti kamu aku hubungin lagi aja deh kapan jamnya, gimana? kamu maukan?"

"Boleeh..."

"Ya udah, kalau gitu aku balik keasrama dulu." Ujar Clara sambil menyodorkan tangannya.

Mereka bersalaman sebentar, lalu Clara buru-buru pergi meninggalkan Ria. Sekilas terlihat bibir tipis Clara menyunggingkan senyuman.

---------------

Aku segera pulang kerumah, dan ternyata di rumah ada Ustadza Irma, ia sedang menangis sambil memeluk Kak Nadia. Sepertinya Ustadza Irma sudah menceritakan semuanya tentang kejadian tadi malam. Kak Nadia memberiku kode, untuk meninggalkan mereka berdua.

Aku segera menuju kamarku, lalu kuhempaskan tubuhku di atas kasur, mataku menerawang memandangi pelapon rumahku.

Sekarang apa yang harus kulakukan? Ingin sekali aku membalas perbuatan Clara, tetapi aku tidak tau bagaimana caranya, tapi kalau di biarkan, mungkin akan semakin banyak korban seperti diriku ini. Aarr... sial!.

Tak lama kemudian, pintu kamarku terbuka, dan ternyata Kak Nadia yang masuk.

"Gimana Kak?" Tanyaku.

"Apanya Dek?"

"Soal Ustadza Irma? Kakak pasti sudah bicarakan sama beliau?" Tanyaku lagi, Kak Nadia tersenyum, lalu dia duduk di sampingku diatas tempat tidurku.

Kerangkul pundaknya, sementara Kak Nadia memeluk tubuhku sambil menyandarkan kepalanya. Perlahan kukecup mesrah kepalanya, selayaknya sepasang kekasih.

"Kasian Irma Dek? Ternyata dia diancam, selama ini dia di perkosa dan di perbudak Reza. Kalau Irma menolak, Reza akan menyebarkan video perbudakan Irma ke Suaminya. Irma gak punya pilihan lain kecuali menuruti kemauan Reza. Selain Irma, ternyata Lathifa juga di jebak." Penjelasan Kak Nadia cukup menjelaskan kenapa saat itu aku melihat ada yang aneh dari Lathifa yang tampak murung, bahkan menangis.

"Bagaimana dengan Clara Kak?"

"Pacarmu itu?" Tanya Kak Nadia.

"Bukan, tapi mantan." Jawabku agak jengkel mendengar pertanyaan Kak Nadia.

"Hahahaha... jangan marah dong sayang." Ledek Kak Nadia, lalu dia memanggut bibirku, sementara jemarinya membuka seragam sekolahku.

Aku membalas pagutan Kak Nadia, sambil memainkan lidahku di dalam mulutnya. Kami berciuman sangat panas, dan terasa semakin panas ketika Kak Nadia berhasil membuka celana hijauku, tangannya masuk kedalam celana dalamku, mencari penisku lalu mengeluarkannya.

Dia mengocok penisku dengan perlahan, rasanya nyaman dan menegangkan. Tak tahan kutarik kepalanya dan memintanya untuk segera mengulum penisku.

Lidahnya terjulur, menyapu kepala penisku, dia mengecup lembut lobang kencingku, rasanya geli sekali. Kemudian dia melahap penisku, kepalanya maju mundur mengulum dan menghisap penisku, rasanya sangat nikmat sekali.

"Uuhgkk... "

"Enakkan sayang?" Sluuurrrpp... Sluurrpp... Sluurrppss...

"Enaaak Kak, kuluman Kakak enak bangeeet, Ooo... Eehhmm... jadi gimana Kak? Apa Clara juga di paksa oleh Ustad Reza untuk menjadi budak mereka?" Tanyaku, sambil menikmati oral seks dari Kak Nadia.

"Gak tau juga Dek, tapi kalau menerut cerita Irma, Clara datang sendiri, karena kebetulan dia ternyata pacarnya Chakra." Jelas Kak Nadia.

"Sudah kuduga, kalau begitu kita harus mengaduhkan masalah ini ke Ustad lainnya, biar rumahnya di gerbek sekalian." Ujarku geram, ingin sekali aku melihat Reza dan kawan-kawannya di arak keseluruh Madrasya.

"Gak bisa gitu Dek, nama baik Ustadza Irma di pertaruhkan."

"Terus kita harus bagaimana Kak?"

"Kudengar dari Irma, katanya dua hari lagi mereka akan kembali mengadakan pesta sex, dan mereka akan membawa korban baru... Mungkin kita bisa memanfaatkan setuasi itu."

"Maksud Kak Nadia?"

"Nanti Kakak akan jelaskan rencananya... Sekarang Kakak ingin merasakan kontol kamu dulu di dalam memek Kakak." Jawab Kak Nadia, lalu dia melepaskan penisku.

Dan setelah itu kalian pasti tau apa yang akan terjadi selanjutnya antara aku dan Kak Nadia.

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar

Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini