Akhirnya tiba masa gajian.
Janji suaminya untuk menagih hutang, ternyata nihil, praktis bulan itu sama sekali tidak ada pemasukan. Untuk dapur mengepul terpaksa minta mertuanya, ibu Rusdi, sedangkan makan siang dikantor setiap minggu diberi oleh Bahdin.
Lumayan juga jumlah gaji yang diterima, walaupun masa percobaan, hampir dua kali lipat gaji suaminya, maklum aja gaji pegawai staff.
“Jeng… udah gajian?’ Rusdi menegur mesra istrinya yang baru masuk kerumah. Memang Rusdi bisa menjadi sangat konyol, dia tahu tanggal berapa kantornya gajian ,dan sengaja khusus menunggu.
‘Pren…masuk prenn, mampir dulu…sekali-sekali mampir kek’ Rusdi memanggil Bahdin
‘OK…tumben lu ada dirumah, gue tiap hari nganter bini elo, kalo pagi belum bangun, kalo malem kelayapan’
‘Jeng… lihat dong gajinya….’ Baru kali ini, Rusdi tidak berkuasa atas uang, biasanya dirinya dengan semena-mena menyerahkan amplop gaji dengan jumlah yang sudah banyak terpotong.
Dengan diam menahan sabar, Marni menyerahkan amplop gajinya
“Wedew… banyak juga… lebih gede dari gaji gue dulu, emang beda yach gaji staff’
“Lha iya dong…staf kan otaknya banyak kepake, kalo kita mah kuli, ototnya yang kepake’
‘Jeng…anu…. Cicilan motor udah nunggak masuk 3 bulan nih, daripada ditarik, kita cicil sebagian yach?’
‘Terserah….’ Dengan kesal Marni langsung kedapur, menyiapkan kopi dengan mata berkaca-kaca, ditahannya kekesalannya, pupus sudah rencananya bayar hutang di warung dan membeli sekedar baju untuk kerja.
‘Mas diminum kopinya, saya tinggal ya…’
‘Ma kasih mbak…ngerepotin’
“Walah…elu pura-pura, … gimana kabar dikantor’ Rusdi terjangkit gembiranya, bisa mencicil motor.
Keesokan pagi subuh, dengan setia Bahdin kembali menjemput Marni, langsung menyadari wajah guram.
‘Kenapa mbak?’
“Saya sudah rencana mau gantiin uang mas yang saya pake kemarin, tapi nggak bisa karena oleh Mas Rusdi, gaji kemarin sebagian untuk bayar cicilan motor, sebagian lagi bayar utang di warung, itu pun masih belum lunas, sudah habis’
“Wah gitu aja repot, kirain ada apa, yuk jalan, nggak usah dipikirin, yang penting administrasi selisih stok saya bisa diberesin pelan-pelan’
‘Terima kasih mas…saya nggak tahu ngomong apa lagi’
Setibanya di kantor, Bahdin menyelipkan seratus ribu. “Ini untuk pegangan’
Marni termangu-mangu menerimanya, sepanjang hari akal sehatnya berpikir keras. Hatinya menangis, kenapa bukan suaminya yang memberi nafkah lahir sebulan ini. Bahkan bila diingat-ingat kehidupannya selama ini lebih banyak di topang bantuan mertua dan orang tuanya. Gaji Rusdi yang sudah sedkit sering dibelanjakan hal-hal yang aneh seperti asesoris motor, dll. Sepanjang usia tiga tahun perkawinan, kalo dicermati betapa Rusdi kurang serius menafkahi keluraganya. Gaya manja nya sangat terasa.
Betapa banyak bantuan Bahdin yang dirinya rasakan belakangan ini, menikmati posisi staff, uang saku, keringanan transport, tanpa lalai sekalipun bahkan diajari menghadapi pekerjaan baru.
Wajahnya memerah, mengingat belakangan ini, dirinya menikmati nafkah batin dari bukan suaminya. Yang membuatnya tak habis pikir, dirinya menerima kenikmatan batin, tapi kok bagi Bahdin cuman tugas urut doang. Sama sekali Bahdin tidak pernah membuka pakaiannya, apalagi celananya, apalagi menyebadaninya. Marni sama sekali tidak mampu membayangkan bila ada niatan dari Bahdin untuk berhubungan seks, apakah dirinya sanggup menolak. Tapi dirinya bersukur hal itu tidak terjadi. Dirinya berkeyakinan penuh, Bahdin sangat bisa dipercaya menjaga hal itu. Itu yang membuat kahir-akhir ini, dirinya semakin nakal, meminta nafkah batin. Toh cuman urut doang.
Malam itu dalam doanya, dirinya bertanya kepada yang diatas, menyerahkan segalanya, pasrah, berdoa mohon petunjukNya
Pertengahan bulan ke dua, hari Senin:
“Mas, kata Rurdi, karyawan boleh kas bon di kantor ya? Saya bisa ngajukan nggak ya?
“Iya betul memang ada jatah pinjaman tanpa bunga, tapi untuk karyawan, mbak kan bukan karyawan tetap, tapi coba aja ke keuangan mungkin di kasih, emang buat apa’
‘Itu mas Rusdi bilang, tagihannya sudah bisa cair, tapi perlu pelicin agar cairnya bisa segera, kalo tanpa pelicin, bisa tiga bulan. Jadi butuh talangan uang segera, hanya tiga hari, setelah cair langsung diganti. Saya mau coba ke keuangan deh’
Siangnya…
‘Gimana mbak berhasil dapet kas bon’
‘Ngak boleh, bener kata mas, saya masih terhitung percobaan, belum boleh kas bon’
‘Memang perlu berapa?
‘Kata mas Rusdi, tiga juta rupiah’
“wow banyak bener. Mmmm saya sih megang kas kecil kantor, saya bisa menitipkannya sebagian ke mbak, istilahnya tolong mbak pegang sementara. Tapi 3 hari harus harus kembali, untuk di pertanggunjawabkan. Kalo ke Rusdi saya nggak bakalan kasih, sama aja boong, dia kalo minjem nggak pernah balik’
Ragu-ragu Marni menerima tawaran bantuan, itu, tapi dirinya masih percaya saja kepada suaminya, uang tersebut hanya pelicin, agar tagihan cair, jadi toh cepat kembali’ Makasih mas’
‘Ntar ya….’
Berangkat pulang, Bahdin menyerahkan amplop berisi uang, ‘Ini uang kantor tolong disimpan ya mbak, tiga hari lagi dikembalikan’
Diperjalanan pulang
‘Mas…enggak bosen ngurut saya…’
“Wah…sama mbak, seperti kakak sendiri, senang-senang aja’
‘Bener nih…’
‘Sueerrr bener…’
‘Kalo gitu….’ Dengan riang kembali Marni, mengurut paha Bahdin sepanjang perjalanan, sebagai sinyal, dirinya minta diurut balik.
Terjadilah kembali insiden ulangan
Hari Kamis, Setibanya di kantor
‘Mbak uang nya sudah dibawa, ini sudah mau di SPJ kan’
“anu mas…kata Mas Rusdi, tagihannya belum cair, mungkin hari ini’
“Kalo gitu ntar malem saya tunggu Rusdi deh di rumah, besok uang tersebut harus di SPJ kan, kalo nggak gawat. SMS in Rusdi dong pulang nanti saya mampir’
“Baik mas…’
Sepulangnya dirumah Marni, Rusdi menunggu hampir dua jam, Rusdi, tidak juga datang. Resah sekali hati Marni, menyadari uang tersebut dia yang bertanggungjawab, dirinya lah yand dititpkan uang.
‘Waduh… kemana di mbak? Tadi sudah di SMS? ‘ kekesalan Bahdin memuncak
‘Udah mas…nggak tahu tuh…’Mata Marni berkaca-kaca
Tak tahan Bahdin menyaksikan wajah pilu menahan air mata ‘Sudahlah mbak, besok saya tunggu lagi sepulang kita kerja, uang itu coba saya cari jalan keluar, ingetkan Rusdi ya besok jangan kelayapan’
Keesokan harinya dikantor Marni mengetahui, Bahdin menambil kas bon untuk menutup uang yang gagal dikembalikannya.
Dalam perjalanan pulang, Marni kembali menyatakan undangannya untuk diurut. Sembari erat mendekap dari belakang, tangannya lincah mengurut pangkal paha Bahdin, sepanjang perjalanan dan sikon memungkinkan.
Berjuang memberanikan diri, sesekali jemari tangan nya disentuhkan ke barang terlarang.
’Wedew…ada kemajuan ni mbakyuku’ Bahdin menyengir dalam hati
Dilokasi biasa, saat Bahdin mempersiapkan motor dan melepas jaketnya.
Marni berjuang memberanikan diri nekat, melepas kaitan BH nya, bahkan memelorotkan celana dalamnya. Bertindak seolah diluar akal sehat, tanpa disuruh wanita itu menghampiri dan duduk diatas sadel motor, Menantang di urut khusus.
Bahdin agak terperangah, tapi seperti biasa, kakinya sebelah melangkahi injakan kaki dimotor, menempatkan dirinya berhadapan rapat dengan Marni.
Dengan berinisiatif tinggi, bahkan cenderung kasar, Marni meraih kepala Nahdin menyerbu bibirnya dengan kuluman kuat, seolah-olah penuh nafsu. Dihisapnya dalam-dalam bibir lelaki itu, lidahnya liar menari nari di ronga mulut, memberi Bahdin hadiah cun, sebelum diminta. Bahdin yang semakin terperangah.
Dengan lembut, mengabaikan keheranannya, mulai memassage, kedua belah paha yang terpampang menantang. Urutannya kian hari kian lihai. Awalnya dengan gerakan menjeljuri dari atas lutut naik menjelajah sampai kepangkal paha, terkadang, sebelah tangan menjelujuri sebelah tangan lagi menggaruk dengan kuku. Sesekali sebelah tangannya meremas kasar bokong lunak sang wanita.
Selain itu Bahdin dengan cepat mengenali, gaya-gaya pijatan mana di daerah mana saja yang memberikan efek tekanan tinggi, mana yang tekanan sedang.
Marni semakin rileks menerima nikmatnya pijatan khusus, kulumannya semakin bergairah, mengimbangi serangan nikmat yang dirasakannya di bagian bawah tubuhnya.
Sebelah tangan Marni meraih tangan Bahdin, mengarahkannya kedadanya, memerintahkan untuk bekerja di sana.
Kembali Bahdin agak kaget menerima sinyal wanita ini, tapi dengan patuh, sebelah jemarinya, mulai mengurut payudara itu. Bahdin langsung menyadari, bukit dada yang montok itu, sudah telanjang, bebas dari bra yang selalu membentenginya Dengan semangat empat lima digarapnya payudara itu, berbarengan dengan tangannya menggerus gerus paha telanjang. Remasan-remasan lembut, berulang-ulang sistematis, ditimpali dengan pilinan kuat putting susu yang sudah mengeras dari tadi.
Ketegangan diri Marni susut mereda seiring dengan cepatnya bara birahi dirinya terbakar.
Tak tahan ia mempertahankan kuluman-kuluman panjang, nafasnya terngah-engah, menggapai udara selolah berupaya mengisi kekosongan paru-parunya.
Matanya mulai terpejam nikmat, dahinya berkerenyit mencerminkan derita siksa birahi.
Tubuhnya mulai menggeliat lembut.
Dalam kenekatannya sebelah tangannya berupaya menjamah senjata rahasia Bahdin, diremasnya tonjolan agak kerjas yang terlindungi kain celana. Dirabanya, diremasnya berkali-kali. Semakin mengeras.
Semakin surprise, Bahdin mendapati kelakuan Marni malam ini. Dirinya mendapati mulai sakit, adiknya menegang, tapi tertekuk kurang enak tertahan lipatan celananya.
Mulai merasakan hambatan, jemari Marni semakin nekat menurunkan resleting celana itu, dengan agak sulit berupaya masuk kedalamnya. Mencoba meremas lebih dalam.
Jemari Marni segera mendapati, benda yang semakin mengeras setiap kali diremasnya, walaupun masih masih dilapisi katun celana dalam..
Dengan sigap Bahdin mengimbangi serangan Marni, digarapnya semakin intens kedua bagian tubuh sensitif sang wanita.
Benar saja, dengan segera, Marni mulai menunjukkan tanda tanda pendakian puncak kenikmatannya. Gelinjangan tubuhnya semakin liar, seolah mulai mengejar, dera nikmat yang dihasilkan .
:Mas…..ngg…mas… masukin mas….’ Marni mencetuskan kenekatannya yang sedari kemarin sudah dipikirkan dan diputuskannya. Dirinya meminta Bahdin untuk segera menyetubuhinya, memasuki taraf hubungan suami istri.
Batinnya sangat menderita, menghadapi kelakuan kurang bertanggung jawab suaminya. Puncaknya dirinya tak tahan memikirkan dirinya mengakibatkan uang perusahaan 3 juta tak dapat dipertanggungjawabkan, dan memaksa orang ysang sudah sangan banyak membantu terpaksa berhutang. Dia berpikir dengan menyerahkan tubuhnya, mudah-mudahan sedkit banyak mengurangi amarah Bahdin terhadap dirinya menghilangkan uang.
Kemarin ternyata dengan sengaja suaminya menghidar bertemu Bahdin. No HP nya sengaja dganti, no baru itu diberikan ke Marni istrinya dengan pesan jangan di kasih tahu ke siapapun, apalagi Bahdin. Dengan cuek, Rusdi bilang terpaksa, tagihan agak molor sedikit, tapi kemungkinan besar minggu depan cair. Nanti pun suaminya sudah bilang tidak akan menemui Bahdin, bahkan bilang kalo Bahdin sudah pulang, agar SMS dirinya supaya bisa pulang. Marni sudah mulai tidak percaya tagihan itu dapat cair, dirinya teringat banyak kejadian lalum betapa terhadap uang Rusdi sangat tidak bertanggung jawab. Tapi karena uang keluarga, tidak terlalu jadi masalah.
Semakin tidak tahan Marni menghadapi sikap suaminya, tapi dirinya yang memang berkarakter lemah lembut hanya pasrah, memendam kekesalannya, yang memuncak, yang akhirnya berujung pada kenekatannya ini.
Tak urung Bahdin sangat kaget, menyadari keinginan wanita ini, walaupun sedari tadi sudah banyak sinyal-sinyalnya, tapi dirinya kurang mau percaya bahwa Marni, sampai berani bersikap demikian.
Perlu diketahui, Bahdin sangat senang sekali bisa mengobok-obok tubuh telanjang wanita, tapi sama sekali jauh dari nafsu birahi. Bara birahinya masih jauh dari membara, sedikit meletik iya, tapi mengakibatkannya demikian bernafsu, tidak juga.
‘Mbak…kenapa ….’ Bahdin menunjukkan penolakannya. Bahdin menduga kejadian uang kemarin sebagai pemicu kelakuan mbaknya. Tetapi tanpa mengurangi remasan jemarinya di kekenyalan payudara serta urutan kuat dan bertenaga menjelujur pangkal paha.
‘Shhh…shhh……ayo mas…. Masukin…’ Marni kembali mendesak dalam dengusan birahinya.
‘Nggg mbak…. Kalo karena uang kemarin…ngg nggak usah dipikirin, bener mbak.’
Diserang badai berahi dan juga keputusan nekat yang diambilnya, Marni tetap memakasa, tetapi kini batinnya seikit pilu menerima penolkan,. Sudah nekat memutuskan ternyata ditolah, ohhh gusti…
“Mas…ngggg…. Ayo dong mas….’ Marni kembali merengek
“Jangan ah mbak… bener mbak… jangan kuatir’ Bahdin bersikukuh menolak
Meledaklah tangis histeris dalam diri Marni, keputusan nekatnya di tolak, dirinya merasa di tolak, tercampakkan.
“Hu…hu….’ Marni terisak ditengah deraan nimat yang diterimanya
“Bahdin kaget mendapati Wanita itu menangis, Bahdin tidak menyadari bahwa akal sehat Marni sudah hilang akibat memikirkan rasa bersalah, sedangkan upaya satu-satunya yang tampak mungkin bagi dirinya ditolak, apalagi upaya tersebut diambil dengan nekat karena sangat bertentangan dengan nilai=nilai kehormatan dalam dirinya, sangat terpaksa, Tetapi ditolak.
“Jangan nangis dong mbak… iya deh….’
Marni Menggigit bibir mendengar kesediaan itu. Hatinya sungguh kelam, kesediaan itu berarti dirinya akan di setubuhi lelaki bukan suaminya.
Bahdin mengambil jaket digulungnya diletakkan di ujung jok sebagai sandaran kepala
Didorongnya tubuh wanita itu rebah di sepanjang sadel motor.
Dengan posisi menakjubkan, berbaring dengan kaki terjuntai ketanah, memertontonkan gundukan bukit di bawah perut langsing miliknya.
Segera Bahdin melepaskan ikat pinggangnya, melepas celananya, memelorotkannya bersama celana dalam sebatas dengkul. Tuinggg, kejantannya sudah mencuat.
Digulungnya keatas rok panjang itu, dengan segera, sebelah tangannya mengarahkan ujung kejantaannya, menyentuh permukaan liang kewanitaannya. Ditekannya, masuk sedikit. Kewanitaan yang sudah banjir dari tadi sedikit banyak memudahkan penetrasi yang dilakukan.
‘Ohh…..’ Marni mendesah panjang, berdebar-debar, merasakan sesuatu daging kenyal, mulai memasuki dirinya, yang langsung menjentikkan kenikmatan lain.
Dengan posisi agak terbatas, Bahdin kembali menekan, kali ini lebih sulit masuk, hanya sedikit bertambah masuk.
Sedikit itupun cukup membawa Marni untuk tergetar.
Dengan bertolak pinggak, Bahdin mulai memaju mundurkan pinggulnya, walapun kejantanan yang berhasil masuk tidak lebih dari seperempat.
Shh….’ Marni menggelinjang, dirasaknnya sesuatu mencoba menyeruak masuk gua kewanitaannya, tapi segera mundur lagi, bahkan hampir lepas, berkali-kali
Dengan cuek, santai saja Bahdin bertolak pinggang, memaju-mundurkan pinggulya, kejantanannya hanya diperlakukan seumpama, mengkorek-korek permukaan bibir atas lubah kenikmatan.
Bahdin memutuskan, penetrasi ini hanya sekdearnya saja, supaya Marni tidak histeris menangis, dioilak.
Coelan berulang ulang kejantanan Bahdin di mulut kewanitaannya, sudah lebih dari cukup, menghantarkan Marni kembali untuk berpacu menggapai puncak birahi. Pinggul Marni hanya bisa menggeliat tak teratur, menahan dera nikmat.
Walapun dengan tekanan sekedarnya batang kejantanan yang masuk untuk segera keluar, semakin banyak bagian kejantanan yang melesak, semakin dalam, seiring semakin membanjirnya liang itu
“Masss…ohhh….mas….’ Bahdin mulai hapal bahasa tubuh Marni, saat-saat dia mulai berpacu menggapai-gapai nikmat birahi yang diberikannya, terutama ditunjukkan dengan gelinjangan pinggul yang mula liar tak teratur.
Dengan sigap kedua tangannya segera meraih betis terkangkang, diangkatnya, masing-masing kaki itu tinggi-tinggi, diluruskan dan ditumpukan kesetang motor. Jadilah tubuh Marni, telentang di jok motor dengan kaki terkangkan menumpang di setang motor.
Dirasakan saat nya hampir tiba, dengan mendadak ditekannya keras, batang kejantannya yang baru masuk sepertiga.
Marni hanya mampu melongo, birahinya memacu dengan cepat, menghadapi hujaman keras di kwanitaannya.
Tubuhnya menggelinjang, kakinya mulai menjepit sisi tubuh Bahdin.
Ditariknya perlahan kejantanannya, hampir lepas, ditekankan kembali dengan perlahan namun keras. Berkali-kali hingga akhirnya batang berhasil amblas sepenuhnya
‘Mas ohhhh…….; Cepat sekali Marni meledak di puncak nikmatnya
Dengan sigap, Bahdin menekan kuat dan perlahan pinggulnya, menarik dan untuk menekan kembali, dengan tempo ritme yang perlahan.
Bahdin kembali mencoba mempertahankan tubuh indah itu mengelinjang-gelingjang selama mungkin.
‘Shhh…’ tubuh Marni mengejang melengkung manahan derasnya kenimkatan menghujam dirinya
Marni mencengkeram kaut pinggul Bahdin, hanya itu yang bisa dijangkaunya.
“Hoohhh…hoohhh…’ berulang keluhannya meledak seiriing hunjaman kuat lelaki itu.
Sampai akhirnya terkulai lemas tubuh itu.
Setibanya dirumah
Tampak Ida, adik iparnya sudah menunggu ‘Kak, Anton panas mbak, dari tadi rewel, barusan bisa tidur. Saya pulang ya …
Ida, selama Marni kerja, mau dimintai tolong untuk bantu menjemput antar anaknya Anton yang baru berusia dua tahun, dari dan kerumah mertuanya. Maklum gaya timur, Kalo kepepet neneknya yang mengasuh anak. Kebetulan Ida juga punya anak yang hampir seusia, dan masih menumpang dirumah orang tuanya. Jarak nya sedang , tapi bisa di tempuh dengan berjalan kaki.
‘Ida, Rusdi ada, dari kemaren gue tungguin kagak juga dia nongol, masak sekarang nggak ada juga?
‘Belum mas…sudah seminggu ini juga kangmas nggak mampir ketempat ibu.’
“Ya udah nunggu lagi deh…’
“Mari mas, mbak ‘ Ida pamit.
‘Masuk mas, saya nengok anton dulu…’ Ternyata temperatur badannya cukup tinggi, Marni langsung resah. Langsung lupa kejadian barusan.
Merasa ibunya pulang, anak kecil itu langsung bangun dan menangis, tangisannya lain dari biasanya, Marni semakin khawatir Marni menggendong anaknya, keluar kamarnya
‘Kenapa dia mbak…?
“Entah mas, demam mungkin, panasnya tinggi’
‘Punya obat apa?’
“Nggak ada, dia jarang sakit kok, udah lama nggap pernah sakit’ Marni terdengar khawatir.
“Mudah2 an panas biasa, kecapean, beri saja penurun panas, dan obat batuk dahal, kalau besok masih panas, langsung cek darah, takut demam berdarah’
“Ngggg…. Nggak punya obat penurun panas’
Bahdin sudah tanggap Marni tidak punya uang. ‘Tunggu sebentar saya ke apotik’
Sembail menggendong anaknya, Marni menyiapkan kopi dan juga susu untuk anaknya. Setelah diberikan susu, Anton reda tangisnya, diletakkanya berbaring sambil minum susu, di tempat tidur. Marni cepat-cepat mandi, seolah berupaya menghapus pengaruh kejadian tadi.
Sesaat terdengar Bahdin kembali,
‘Mbak ini obat penurun panas dan obat batuk, coba aja dulu, mudah-mudahan besok tidak panas lagi, kalau masih panas segera ke klinik, dan cek darah, panggil saya saja. Sambil nunggu suami mu nih, nasi goreng, laper juga’
‘Minum dulu kopinya mas, segera Marni kekamar meminumkan obat itu ke anaknya, dan kemudian menyiapkan makan malam, nasi goreng yang di bawa Bahdin. “Untung aja Bahdin membelikan makanan, kalo tidak harus belanja telor atau supermi dulu nih kewarung, ngutang lagi’ Bersukur dalam hati,
“Makasih mas obat dan nasi gorengnya, monggo’
‘Gimana anakmu mbak ? sambil melahap nasi goreng
‘Setelah diberi obat langsung tertidur, kecapean kali dia…’
Mereka berdua makan dalam keheningan, canggung kembali teringat kejadian barusan.
Marni kembali terbersit, lelaki ini ternyata tidak ejakulasi, hal ini baru-benar-benar disadarinya. Tak terasa merah padam wajahnya, membayangkan dirinya tadi memaksa Bahdin bertindak, suasana semakin canggung.
‘Mbak nggak usah dipikirin, masalah uang, udah bisa diberesin, demikian juga untuk besok, calll saya saja kalo perlu uang untuk ke dokter dan ke lab.’ Bahdin menyangka Marni malu tentang masalh uang.
Meledak isakan tangis Marni ‘Mas…mas baik sekali, selama ini saya merasakan budi baik mas,’
‘Lho kok nangis’ maafkan tadi mbak ‘
‘Ternyata dari Mas Bahdin, saya merasakan arti seorang suami saat-saat dibutuhkan seprti ini, saya sedih sekali Ms Rusdi, kurang bertanggungjawab, malah Msa Bahdin yang memenuhi semua kekurangan itu’ Terisak-isak Marni mempermainkan sendoknya
‘’Sabar saja mbak, gaya Rusdi memang begitu dari dulu, mudah-mudah an dia segera dewasa’
‘Itulah mas…. Saya sudah sabar selama ini, tapi yang paling bikin kesal masalah uang talangan kemarin, sudah saya wanti-wanti, kok enteng saja Mas Rusdi mengabaikan, apalagi dengan sengaja Mas Rusdi menghidar ketemu. Dia kemarin sengaja nggak mau ketemu, sekarang pun juga, dia baru pulang kalo menerima sms bahwa mas Bahdin sudah pulang’ Sambil tersengguk
“itulah yang meyakinkan saya kemarin, uang itu pasti sudah tidak jelas juntrungannya. Saya malu sekali ke Mas Bahdin, bisa-bisa Mas kena sanksi perusahaan, itulah sebabnya…tadi…tadi…’ Sesenggukannya semakin keras.
‘Mbak nggak usah kuatir masalah uang…’
“Bukan itu mas…mulai detik ini dalam hati saya mengganggap mas suami saya juga… huu…hu…hu…’ Lihat saja anaknya sakit, Rusdi nggak ada, Mas Bahdin yang malah ngurusin’
Kaget juga Bahdin mendengar ketegasan Marni.
‘Saya nggak nuntut apa-apa ke Mas Bahdin, saya mau melayani Mas Bahdin'
“Lhoo…’
“Maksud saya, biarlah lahiriah, Mas Rusdi suami saya, memang nasib wanita seperti ini, tapi saya juga menganggap Mas Bahdin suami sesungguhnya, saya mau melayani mas Bahdin, kapanpun memungkinkan’
‘Oooo jadi…Rusdi menghindar, jadi nggak guna dong ditunggu’ Bahdin mencoba mengalihkan opik pembicaraan.
‘Iya mas…mas… mengerti maksud saya kan ? Marni menarik kembali arah pembicaraan
“kecuali…kecuali…kalau mas nggak suka sama saya…’ Terbata-bata Marni mengungkapkan isi hatinya
‘“Bukan gitu mbak…Mbak Marni adalah wanita yang sangat menarik, saya aja dulu sempet naksir, tapi kan karena mbak milih Rusdi, saya enjoy aja, tapi sekarang bisa membahagiakan mbak, sudah cukup’
‘Mas bisa saja…’ berkurang banyak sesenggukannya, Lega hati Marni meyakini dirinya cukup menarik bagi lelaki ini. Tadinya dia juga khawatir, dirinya tidak menarik secara sensual, karena sekian lama Bahdin hanya begitu-begitu saja, bahkan tadi pun, terkesan sededarnya saja’
‘Errr. Gini deh mbak, mbak mikir dulu pelan-pelan ini, sebelum kita melangkah kemana-mana. Dengan pikiran tenang, minta petunjukNya, nanti kita bicara lagi. Tapi saya tetap perlu ketemu Rusdi bicara masalah uang, kepastiannya saja, gimana caranya ya?’
“Makasih mas, baik saya akan berpikir malam ini. Mmmm Sabtu mas lembur lagi ?? Saya akan paksa mas Rusdi untuk tidak pergi
“Untunglah sudah tidak lembur, iya tuh sudah sebulan sabtu minggu masuk terus, karena overhaul mesin, besok deh saya kesini lagi pagi jam sembilan, Rusdi di bilangin yaa, pamit mbak’
Marni segera meng sms suaminya, bilang Bahdin sudah pulang
“Tadi ditungguin Mas Bahdin, tapi nggak bisa nunggu lama karena kecapean, besok pagi mau kesini lagi, mas jangan keman-mana ya. Tadi anak mu panas, sudah diberikan obat penurun panas dan obat batuk.’
‘Wah jam berapa dia mau kesini,’
“Pagi, mas jangan pergi dong’ Marni membaca gelagat suamnya menghindar lagi’
‘Alaaahhh, dia kok nggak sabar, menggu depan pasti udah cair kok, besok pagi saya pergi duluan dah, sebelum dia datang.
Kesel sekali Marni menghadapi tingkah kekanakan suaminya, yang lebih parah lagi, diberitahu anaknya sakit malah nggak didengar, malah mau pergi menghidari Bahdin ’
“Anakmu sakit mas…’
‘Udah dikasih obat kan, besok juga sembuh’ Santai saja Rusdi menjawab, meledakkan amarah dalam hati Marni. ‘Kopi dong…’
Demikian marah, sampai Tak bisa berkata-kata. Ditelannya dalam-dalam, ohhh tak bisa diharapkan lagi.. Ya wesss…. Keputusannya semakin bulat.
Segera dibikinkannya kopi,
Marni masuk kekamar, berdoa khusus minta petunjukNya.
Semalaman Marni berpikir, akhirnya tertidur kelelahan.
Klik Dibawah Untuk Bonus DOWNLOAD FILM
Crot Setelah Baca Cerita Dewasa
Klik Dibawah Untuk Bonus DOWNLOAD FILM
Crot Setelah Baca Cerita Dewasa
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini