Keseokan harinya, hari Jumat, kembali acara berboncengan, tapi kali ini tanpa insiden.
Marni tak habis pikir kok bisa terjadi kejadian kemarin, kok dirinya bisa membuat lelaki polos dan lugu seperti Bahdin, masuk dalam permainan birahi seperti itu. Dirinya sama sekali tidak menyadari, bahwa Bahdin, sama sekali jauh dari lugu.
Hari senin, Marni mengetahui, kembali sabtu dan minggu kemarin, Bahdin lembur. Terasa jalannya motor seperti dikendarai oleh orang yang kurang konsentrasi.
‘Mas capai banget yah…habis lembur…’ kura-kura dalam perahu pura pura tidak tahu
‘Ah nggak terlalu lah…’
Dicubitnya pinggak Bahdin ‘Hati-hati mas…’
‘Waduh udah cape lembur, disiksa pula’ Bahdin menggoda
Kembali perjalanan berlanjut, dan selang 10 menit kembali dirasakannya motor melambat, padahal di bypasss jalan lurus
‘Mas mau diurut…biar nggak ngantuk?’ Marni bertanya dengan wajah memerah, agak menyesali kenakalannya dulu
‘Mau sih…tapi kalau saya diurut, maunya gantian ngurut juga, biar adil’ Tanpa Marni sadari Bahdin kembali memasang umpan dibalik kepilonannya
Merah padam Marni menyadari implikasinya. Tapi dengan pertimbangan logikanya, demi keselamatan, dan bla…bla…bla….Dirinya cenderung menyetujui. Sedikit banyak ingatan kenikmatan indah yang dirasakan, mempengaruhi akal sehatnya.
Tangannya mulai mencengkeram dan mengurut paha Bahdin.
‘Sukses….’ Bahdin bersorak dalam hati.
Seusai memutar motor, memasang sandaran samping, melepas helem dan jaketnya, Bahdin kembali mempersiapkan posisi. Kaki kirinya yang menapak tanah dengan motor yang tersandar agak miring, menyediakan lututnya yang tertekuk untuk di duduki, lebih tepatnya untuk ditunggangi.
Agak gemetar Marni menyadari mereka sudah di lokasi sensasional kemarin, Dirinya berpikir keras mencoba mencari alasan membatalkan arah kegiatan mereka. Tapi tidak juga ditemukan alasan penolakan yang dirasanya pas, wong dirinya sendiri yang tadi mengijinkan, ditambah lagi di alam bawah sadarnya, Marni sebenarnya menginginkan mengulangi kembali kejadian lalu.
Dengan lemah tapi terkesan gemulai Marni yang sedari tadi merasa pegal duduk membonceng menyamping, turun dan berdiri. Busana yang dikenakannya sama seperti biasanya kemeja lengan panjang dengan rok panjang sampai ke mata kaki, Tapi kali ini kemeja lengan panjang, dengan model tidak dimasukkan kepinggang roknya, menjuntai sampai ke pahanya.
Dengan bergerak agak enggan dirasakannya jemari tangan Bahdin, merangkul pinggangnya menuntun dirinya merapat. Marni masih ingat posisi kemarin, mempermudah, dengan sedikit berjingkat, dan mengangkat roknya sedikit, dirinya masuk mengangkangi lutut Bahdin yang tertekuk, berhadapan merapat, dan mendudukkan tubuhnya di lutut sang lelaki.
‘Wah…mbak.. ini kali kedua, saya yang duduk menghadapi mbak’ Bahdin berupaya menunjukkan kepilonannya. “
‘Malu mas…’ Marni jengah
‘Wah… gimana sih mbak, sudah tiga minggu lebih, mbak yang rapat menghadap punggung saya, kok nggak malu…’
‘Kan beda…
‘Apa bedanya… rapat…rapat aja…’ Bahdin nyengir menggoda.
‘Ihhh….’ Dirasakannya pahanya mulai diurut kuat dan perlahan.
Tanpa tadeng aling-aling, jemari kanan Bahdin langsung menyeruak kedalam rok panjang Marni, menjamah kehalusan batang paha.
‘Geli mas….’
‘Ooooo …’ Bahdin nyegir pilon, mengubah gerakannya meremas-remas
‘Hhhh…’ Marni menggigit bibir menahan geli yang semakin menjadi, birahinya meulai meletik menyala
Demikianlah kejadian kemarin berulang serupa, berujung pada Marni yang ternegah-engah menikmati puncak kenikmatannya, yang diupayakan sambung menyambung permainan ganas jemari Bahdin, di liang kewanitaanya.
Satu hobi aneh lelaki ini, menikmati dari jarak sangat dekat keayuan wajah yang bekerenyit sendu menikmati gempuran demi gempuran derita birahi, terngah-engah menggapai udara yang seolah dirasakannya hampa didadanya.
Diakhirinya dengan mengulum kuat bibir wanita yang sejenak seolah terbang kesadarannya, tidak menyadari bibirnya dikulum kuat lelaki lain.
Bahdin memutuskan meningkat ke tahap lebih tinggi, dia memberanikan mengambil risiko, walaupun suasana seadanya, di sadel motor.
‘Mbak pegel nih, geser dulu’
Marni Berjingkat menggeser tubuhnya. Bahdin Bangkit dari sadelnya dan menarik motornya untuk memasangkan sandaran tegaknya, bukan sandaran samping.
‘Sini duduk’ Bahdin menunjuk di lokasi tempat dia semula duduk.
Karena menggunakan rok panjang, terpaksa Marni agak sedikit menarik keatas roknya, agar kakinya bisa mengangkang. Untung saja motornya adalah skuter matik yang lumayan butut. Marni duduk santai .
Bahdin melangkahkan sebelah kakinya memposisikan tubuhnya berdiri rapat dihadapan Marni. Kakinya mengangkangi tempat menapak pijakan kaki yang memang khusus ada di motor jenis skuter matic. Punggungnya bersandar di setang motor.
Sungguh posisi yang aneh.
“Nah…kembali bisa berhadapan dengan mbak’
‘Nggg…..’ Marni bingung merespon apa, dia sudah pasrah, menunggu perlakuan selanjutnya.
‘Mbak cun dong…’
Marni menyadari standar ciuman yang dikehendaki, ‘Iiihhhhh….’ Marni menolak
“Minta cun aja nggak boleh, ya udah…’ Jemarinya segera menyelusup kebalik kemeja panjang yang dikenakan Marni, menyentuh cup branya.
Marni langsung menyadari, dirinya akan diurut lagi, terutama, payudaranya yang akan diurut lagi, seperti kemarin.
Dengan sigap kedua belah tangannya menarik kepala Bahdin, dikulumnya dengan kuat bibir lelaki itu. Berupaya menghindari payudaranya diurut kembali.
Bahdin sedikit mengimbangi kuluman itu.
Sejenak kemudian Marni melepaskan kuluman bibirnya.
Segera saja tubuhnya tersengat, dirasakannya sedikit kasar, jemari kanan Bahdin menyeruak, paksa ke balik cup branya, meremas kekenyalannya.
Kembali buru-buru Bahdin mengulum bibir lelaki itu, menyadari kulumannya tadi kurang sesuai standar. Dikulumnya dengan ganas, melepas gairah nafsunya. Kedua lidah manusia ini mulai bertarung, saling menyentuh, berdansa menari nari.
Dengan lembut Bahdin memilin-milin putting yang keras dijemarinya
Marni semakin berupaya keras meningkatkan kebinalanya, di timpalinya dengan desakan tubuhnya, dalam upaya mempertunjukkan kemampuanya mencium lelaki ini.
Sia-sia upayanya mencegah payudaranya diurut, remasan dan pilinan tetap dirasakannya mendera dirinya.
Segera saja birahinya kembali meledak
Bahdin segera mendapati dirinya dihujani ciuman bernafsu wanita ini, terasa sekali bedanya, bibirnya disergap dengan ganas, kepalanya ditarik kuat-kuat, tubuhnya menahan desakan binal.
Hmmm.. mungkin sudah bisa… Bahdin berpikir dalam hati.
Sambil mengimbangi kuluman ganas Marni, kedua tangannya dengan sigap menarik keatas rok panjangnya.
Segera kedua telapak tangannya masing-masing mendapati kedua batang paha mulus dalam genggaman.
‘Makasih mbak cun nya….’
‘Huhhhh kamu jahat…minta cun, harus cun yang begitu…’
Kedua belah tangan Bahdin, saat ini sudah bebas merdeka, siap menjarah kedua belah paha yang mengangkang akibat duduk di ujung sadel motor.
‘Mbak saya urut lagi ya….’ Dengan nada pilon tanpa permisi kedua tapak tangannya segera mengurut masing-masing kedua belah paha itu.
‘Ssss…..’ Marni bergetar keras, menahan enaknya kedua pangkal pahanya diurut dari lutut keatas.
‘Begini yaaa mbak’ Bahdin mengulang kembali perahan kedua tangannya
‘Ohh….mas…’ nikmat nian terasa
‘Sakit nggak mbak? Bahdin semakin memperkuat jepitankedua jempol dan telunjuknya menyelusuri perlahan kemulusan pangkal paha, perlahan mulai dari lutut keatas
‘Ngghhh….iya gitu….nghhhh’ Marni mulai mengeluh matanya mulai sesekali terpejam. Tidak tahan dirinya menatap wajah yang rapat dihadapannya, apalagi merasakan pahanya dia remas-remas.
Dengan tekun berkali-kali Bahdin mengurut menjelujuri pangkal paha itu
Dengan mudah dipastikan, segera saja, tubuh wanita itu mulai mengejang menahan nikmat dan geli.
Bahdin memutuskan saatnya tiba untuk tahap berikut.
Dirinya segera jongkok, pantatnya menduduki injakan kaki skuter maticnya. Memposisikan wajahnya dalam kangkangan kedua paha Marni. Dengan mudah kedua tanganya menyorongkan rok panjang itu semakin keatas, membuat sisi dalam kedua belah paha itu dalam jangkauan wajahnya.
Kembali kedua belah tanganya mengurut, tapi kali dibarengi dengan kuluman bibirnya, mulut Bahdin mulai bergerilya membantu.
‘Ahhh,,,,,,, ‘ Menggelinjang keras tubuh Marni merasakan pangkal pahanya dikulum kuat kuat.
‘Aduh….mas…aduh….geli….’ Setiap kali menyelomot kasar kelembutan kulit pahanya.
Berjingkat jingkat pinggul Marni, menerima siksaan ini.
Dari tadi sudah lenyap akal sehat Marni diperlakukan demikian indah oleh Bahdin
Sesaat dengan sabar mulut Bahdin dengan kedua tangannya menggarap wilayah peka wanita ini.
‘Gimana…mbak. Saya sudah mulai bisa?
‘Oh….mas…nggak tahan mas… geli….’ Birahinya sudah diubun-ubun kepala siap menunggu untuk meledak
‘Coba deh tiduran…. Ini jaket jadikan bantal. Bahdin berdiri mengambil jaket dan menggumpalkannya, meletakkannya di ujung belakang jok.
Marni pasrah saja, akal sehatnya sudah bersembunyi sedari tadi, agak gamang tubuhnya dibaringkan kebelakang, tetapi dirasakan kedua lengannya dipegang Bahdin.
Jadilah Tubuhnya setengah terlentang di jok motor, berbantalkan jaket, sedikit gamang. Tertama karena kedua kakinya yang menjuntai kebawah. Yang alih-alih semakin menampakkan gundukan bukit dibawah perut Marni.
Dengan cepat kembali Bahdin berjonggkok, segera dengan ganas kembali menyelomoti sekujur bagian dalam kedua paha mulus itu.
Kembali Marni menggeletar, yang untung dengan kuat pinggulnya dipegang erat kedua tangan Bahdin.
“Oh……mas…oh…’
Kuluman demi kuluman kuat berulangkali membajak sisi dalam pahanya memaksakan Marni untuk pasrah mendesah-desah
Bahdin segera mengambil keputusan, dengan sigap kedua tangannya memeloroti celana dalam Marni.
Marni sudah tidak sadar, bahkan dengan refleks sedikit mengangkat pinggulnya untuk memudahkan CD nya di pelorotkan. Tubuhnya sudah tidak sabar untuk meledakan puncak kenikmatan.
Ketika meleweati lutut wanita itu agak sulit karena kedua paha itu sangat mengangkang, tapi akhirnya terlepas jua, ketika dengan kuat Bahdin mengangkat kedua kaki Marni.
Setelah CD lepas, dengan sigapsambil berjongkok, Bahdin mengangkat kedua kaki Marni, meletakkan kedua kaki itu dipanggulnya. Karena ada setang motor keruan saja kedua kaki itu kini lurus menumpang di panggul Bahdin, dan menumpang di kedua sisi stang motor.
Jadilah leher Bahdin dijepit sepasang kaki indah.
Rok panjang yang sudah sangat melorot keatas, memang banyak menyulitkan, tetapi coba diabaikan.
Terpampanglah paha mulus indah, kontras putih dalam keremangan malam Tubuhnya gemetar setengah telanjang dihadapan lelaki lain. Tangan kirinya reflek mencoba menutupi wilayah sucinya, tapi terlambat. Kalah sigap.
Tanpa basa-basi Bahdin langsung memelorotkan rok panjang keatas, yang segera memapangkan keindahan pangkal paha yang seharusnya pantang dilihat lelaki lain kecuali suaminya. Kaget ditelanjangi mendadak, Marni tak sengaja membantu dengan menggeser dan mengangkat pinggulnya melepas celana dalamnya.
Marni coba sedikit bangkit tapi hanya bisa memegang rambut pria tersebut agar badannya tidak jatuh.
Bahdin mendorong lembut tubuh menggairahkan itu kembali berbaring duduk. Dia mengambil posisi duduk jongkok dihadapan sang wanita.
Tangannya membelainya paha mulus dihadapannya, lidahnya mengecup dan menjilat sebelah paha yang lain.
‘’Ohhhhhhhh…’ dengan desahan panjang Marni langsung meledak menikmati derita yang membakar birahinya.
Pahanya dikatupkan kuat-kuat, tubuhnya mengejang keras,
Bahdin menyadari gerakan ini, kecupannya diganti dengan kuluman kuat dan dalam, dan sebelah tangannya mulai mencengekram erat sisi bawah paha M.
‘Masshhhhhh…’ Marni kembali melepaskan desahan panjangnya, tubuhnya kembali menerima letupan kenikmatan lanjutan, menggelinjang keras menggairahkan, tangannya menjambak rambut lelaki yang belutut duduk dihadapannya.
Berkali-keali dengan lihai Bahdin, sekuat tenaga memperpajang derita nikmat wanita ini. Berkali kali tubuh itu mengejang, menggelinjang, dan melepaskan desahan panjang.
Akhirnya tubuh itu terkulai lemas berbaring di jokmotor, dengan kedua lengan mendekapkan kepala lelaki ke pangkal kewanitaanyya.
Bahdin menyibakkan pangkal paha yang terkatup, dibelainya sepanjang kedua sisi dalamnya, sengaja menyentuh pangkal paha mulus yang hanya dilindungi secupak bulu-bulu halus.
Dengan sabar kembali Bahdin, mengerjai paha mulus lemas di hadapannya.
Tanganya dengan sabar sedikit menggaruk garuk paha telanjang itu.
Sesekali jarinya menekan klitnya
‘Ohhh… mas…’ Marni kembali menggelinjang, saat kesekian kalinya pangkal kewanitaannya tersentuh lelaki asing. nikmat.
Jelujuran lidah Bahdin mulai menjalari sisi dalam pahanya, bahkan terkadang hampir sampai disana.
‘Ohh...’ Marni kembali menggelinjang dan mencoba kembali mengatupkan pahanya’ Tangannya meremas kuat rambut.
Wajah Bahdin hampir menyentuh kewanitaan Marni, menyapukan nafas panas, seperti awan panas melanda daerah perbukitan, yang menambah bara birahi sang wanita. Hidungnya menyentuh bulu-bulu lembut yang tak berdaya melindungi daerah rahasia. Kedua tangannya masing-masing meremas paha telanjang yang menumpang di pundaknya.
Bahdin semakin menggeliat tak terkendali, nafasnya mulai tersengal, terengah-engah, pikirannya baru mulai kembali mulai panik membayangkan apa yang akan terjadi. Daerah sucinya mulai dijarah pria asing, aduh gimana ini.
‘Argghhhh,…’ Marni mengerang keenakan, saat Bahdin melancarkan serangan kilat, mengecup bibir atas kemaluannya.
Wangi merk terkenal dari tisu basah meningkatkan aroma harum kewanitaan Marni yang sudah kembali basah. Bahdin sangat bersemangat menghirup aroma indah dari wanita ini
Lidah kasar Bahdin menyapu mulai dari lubang pantat naik keatas menyikat bulu pepohonan, membajak lubang kemaluan, menumbangkan klit, mengampelas gundukan bukit,
’Massss ....ohhh....’ Marni terbata-bata wilayah kesuciannya dibajak lidah kasar lelaki ini.
’Ohhh....’ Marni kembali melenguh ketika Bahdin mengulangi sapuan lidahnya. Tak sadar kedua tangan Marni menjambak keras rambut Bahdin, mencoba menahan sentakan kenikmatan yang mengiringi sapuan lidah yang kasar.
’Ohhh ....’ kembali Bahdin mengulangi gerakan yang sama, kali ini lebih perlahan tetapi dengan tekanan semakin kuat, bahkan saat menyapu lubang kewanitaan, lidahnya dicucukan kedalamnya. ’Marni tersentak menggelinjang, tangannnya mencoba meringankan derita kenikmatan dengan menekan keras kepala kepangkal pahanya.
’Aduhhh ...’ kembali Marni mengeluh, upayanya menahan kenikmatan tidak berhasil bahkan semakin membuat Bahdin bersemangat.
’Shhh....’ Marni mulai melemahkan jambakan tangannya dirambut Bahdin ketika dirinya mulai terbiasa dengan deraan birahi keganasan lidah sang lelaki.
’Oh..mass..oh...’ desahnya menikmati sapuan lidah Ridwan dikemaluannya, perlahan tapi pasti berahinya dapat mengimbangi gelombang kenikmatan yang ditimbulkan. Pinggulnya mulai mampu kembali berpacu menggeliat bergairah menyambut rindu setiap sapuan lidah Bahdin.
Bahdin sangat menyukai pinggul yang mengelinjang ini, menambahkan kobaran semangatnya.
’Bagaimana mbak... suka?? Bahdin bertanya disela-sela paha yang sedang digarapnya
Wajah Marni memerah, terengah-engah disiksa kenikmatan dari lelaki asing, dan ditanya pula,
’Ngg...’ gimana jawabnya..
Sebenarnya Bahdin berhenti sejenak untuk mengatur nafas, gerakannya tadi membutuhkan pemulihan nafas, maklum saja mengobrak abrik pangkal pertahanan wanita, diarea yang sangat sempit, sangat terbatas suplai oksigennya.
’Mass....ssss.hh..’ Marni hendak bertanya, juga dengan susah payah mengatur engahan nafasnya.
’Mbak....hemppphhh’ Kembali Bahdin mendadak menyosor daerah suci M.
Sapuannya berganti arah, bila tadi vertikal, sekarang horisontal, mulai dari sisi dalam paha dibahu kirinya, menjelajah lembut kepangkal paha Marni, menggelitik-gelitik dipangkal paha dengan ujung lidahnya, dan kembali menyapukan pangkal lidahnya yang kasar dikulit mulus paha dalam yang tertumpang bahu kanannya.
’Ssshhh....’ Marni tersentak menahan serangan model baru ini, Tubuhnya tersentak kebalakang . Jemari hanya mampu meremas remas rambut lelaki itu. Menahan kenikmatan setiap periode sapuan lidah.
’Ohh...’ Selang sekian kali lidah kasar Bahdin bekerja keras bolak-balik membajak pangkal pahanya, Marni kembali merasakan sensasi baru yang sama sekali belum pernah dialaminya. Birahinya meletup, kali ini mulai menuntut sesuatu. Pinggulnya semakin bererak liar memulai mengejar birahi yang sudah membara. Memahami ritme serangan silelaki, Saat lidah lelaki ini masih berkutat di tengah batang pahanya, tubuhnya merasakan gejolak kewanitaannya untuk segera diperhatikan, liang kewanitaanya menuntut untuk segera dijamah kasarnya lidah silelaki, dengan gelinjangan indah.
’Mas.... aduh...’ tangannya menjambak kembali dan menekan keras wajah silelaki dilubang kewanitaanya, saat tiba saatnya lidah itu menggelitik sekitar bibir kemaluannya.
’Hempphh..’ hidung Bahdin terganjal gunungan bukit, saat pinggul Marni menggelinjang keras mengejar sapuan lidah
Bahdin dibibir kemaluannya, dimana saat bersamaan wajahnya dibenamkan dalam-dalam dengan gemas oleh ibu alim yang sedang mengangkang, kepangkal kemaluannya.
Ketika lidah Bahdin berpaling kearah lain, untuk berlaku adil menjelajah paha kanan Marni tidak rela, dia mengatupkan pahanya kuat-kuat, tidak rela lidah itu pergi meninggalkan benteng kehormatannya. Kewanitaanya menuntut penyiksaan lebih lanjut.
Tubuhnya sudah didesak-desak berahi yang menggelegak menuntut hak.
’Mas...oh....’ Marni sudah menggelinjang kasar. Bahasa tubuhnya jelas, birahinya menuntut segera dimulai pendakian kepuncak.
Bahdin memahami bahasa tubuh ini.
Lidahnya mulai berkonsentrasi menghajar liang kewanitaan, yang sungguh kurang ajar menuntut dengan membekap wajahnya keras-keras.
Lidahnya yang akan mengiringi pendakian Marni.
Dikangkangkannya pangkal paha Marni lebar-lebar, lidahnya mulai dijulur-julurkan kedalam liang yang sudah sangat basah kuyup.
Ludahnya sudah bercampur aduk dengan lendir yang mengucur deras.
’Ahhh....ahhh ...ahhh..’ Marni mengerang saat kasarnya lidah menyodok-nyodok dinding kemaluannya. Berahinya sudah lepas kendali, pinggulnya bergeliat-geliat mencoba mengimbangi lidah Bahdin yang berhasil masuk cukup dalam keliang kewanitaannya.
’Sshh... shhh...shhh’ Jemari ibu alim ini menjambak membenamkan wajah lelaki lain dikangkangannya dalam-dalam, setiap saat Bahdin dengan kasar mencucuk-cucukan sedalam-dalamnya lidahnya.
Sesaat berlalu Bahdin dengan tidak juga puas-puasnya menyiksa ibu alim ini dengan kenikmatan tegangan tinggi.
’Mas...ohh mas...’ Marni mulai menceracau. Dengan malu-malu mencoba mengundang sang lelaki menuntaskan perbuatannya, dengan cara membenam-benamkan berulangkali wajah silelaki didalam kangkangannya saat dirasakan kepala itu memiliki lidah yang sanggup mengorek-ngorek kenikmatan miliknya.
Bahdin tersenyum dalam hati, Lidahnya semakin buas memporak-porandakan lubang kesucian Marni.
’Mas...ssss... ohh mas... ohh mas Marni semakin tidak tahan, suaranya sudah bergetar hampir menangis. Pinggulnya bergelinjang tak karuan. Tangannya sudah tidak beraturan membenam-benamkan wajah Bahdin.
Bahdin semakin buas, lidahnya sudah mencucuk-cucuk sedemikian cepat. Yeah gerakan lidahnya mirip lidah anjing yang sedang minum, sangat cepat, salah satu jurus dasar teknik oral Abang Bahdin.
’Hooohhhh.... hhhhhohhh...hohhhhh’ berulangulang dengan cepat mendesah kasar, kembali lepas juga kata-kata ini, tanpa terkendali, diledakan gejolak birahi yang menuntut sesegera mungkin dipenuhi haknya. Lupa rasa malu lupa nilai kehormatan. Menggelinjang-gelingang
‘Ohhhhhh…… Dengan mengejang kuat, sekali lagi Marni meletupkan puncak nikmatnya, dalam desahan panjang, melepaskan udara dari paru-parunya.
Marni Sudah lemas sekali
Mengiringi redanya berahi, dengan lembut bibirnya mengecup berulang-ulang pangkal kewanitaannya. Berulang-ulang, sampai akhirnya betul-betul mereda,
‘Bingung Marni, menyadari, bagian tubuh paling rahasianya kali ini sudah betul betul di jamah bukan suaminya, bahkan kali ini berulang kali dikulum lelaki lain, bagaimana itu bisa terjadi. Apalagi Bahdin kan culun sekali, bagaimana mungkin Dia bisa seperti itu, kok bisa-bisanya dirinya membiarkan hal ini terjadi.
‘Mas…sudah….sudah…. nggak tahan lagi…mas….’
Dengan lemas, dirinya measakan kuluma-kuluman lembut, dengan lemah memohon disudahi,
“Gimana mbak…saya sudah mahir belum mengurut? Bahdin menyerningai sembari berbangkit
‘Nggg…. enak sekali mas, tapi jangan sampai ketahuan orang yaa?’
Dibantunya Marni bangkit terduduk.
‘Saya siap melayani mbak…kapan saja mengurut’
‘Ihhh…. Nakal…..’
‘Sekarang minta upah dong….’
‘Minta Cun ??? ‘ kali ini permintaan itu mulai semakin ringan bagi Marni
‘Sekarang …minta….mmmmm…..ini….tangannya segera mengambil CD yang tersampir distang motor, dan segera mengantunginya
‘Mas…..’ Marni terkaget-kaget. ‘Jangan dong….’
“Kalo nggak dikasih….’ Dengan cepat tangannya menyelinap kedalam kemeja terusan, segera menyelinap dan menyergap payudara.
“Ngggg….’ Kembali Marni menghadapi sedikit dilema, dirinya terdiam sejenak, dan segera dirasakannya payudaranya diremas lembut tapi kuat.
‘Tapi mas….’ Kali ini putingnya dipilin kuat….
‘Iya dehhh….’ Malu nian rasanya membayangkan dirinya berjalan keluar rumah tanpa CD, mudah-mudahan nggak ada yang memperhatikan
‘Hore… makasih mbak….’
‘Yuk pulang… dengan suara lemah, seusai menerima deraan tiga kali puncak nikmat
Demikianlan hampir sebulan, Marni mulai bekerja, berboncengan.
Kondisi nya tidak berubah, setiap kali Marni mengurut paha Bahdin, pasti dibalas dengan urutan spesial ala Bahdin.
Bila tiga empat kali pertama Marni mengurut terpaksa, untuk membuat Bahdin tidak mengantuk. Kejadian kelima dan seterusnya murni ulah Marni, yang semakin menikmati messegae spesial di jok motor.
Bahdin dengan kalem selalu menjawab panggilan birahi Marni, dengan gaya keculunannya. Bahdin selalau bergaya, dirinya murni mengurut mbaknya, tidak ada hal lain.
Tahapan urutannya tidak berubah, hanya urut dan oral, lain tidak.
Upahnya yang diminta hanya ciuman khusus dari sang mbak. Tidak lebih.
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini