Motorku, Kenanganku 01 [Longrange Relationship ]

Posted by Unknown

 
Bahdin menagih pembayaran sparepart yang diambil Rusdi untuk dibisniskan. Uangnya banyak terpakai untuk keperluan lain selain ada beberapa tagihan macet. Selain itu Rusdi juga sedang di mintai pertanggung jawaban selisih stok gudang oleh atasannya, dan dalam seminggu harus mempertanggungjawabkan selisih tersebut, atau otomatis akan di pecat. Rusdi telah menarik keluar banyak part untuk di bisniskan. Baik itu stok yang menjadi tanggungjawab Bahdin, maupun stok yang Rusdi sendiri minta dari kepala gudang.

‘Rus… elu dicari tuh ama bos…selisih stoknya, alasan elo udah nggak diterima lagi, paling telat minggu depan selisih stok harus udah beres. Terus gimana juga stok gue yang udah elo ambil?

“Pren, gawat nih, uangnya ada yang kepake ngemodif motor, ada juga yang tagihannya seret’ Rusdi dan Bahdin memang sudah berkawan lama, sejak remaja sejak SMA, bahkan masuk kerja pun, Rusdi dibantu Bahdin.

“Wah cilakak. Kalo stok gue ikut-ikutan nggak beres, bisa kena gue, terus kenapa udah tiga hari ini elo kagak masuk…’
‘Habis gimana, tiap hari gue diomelin terus, bahkan terakhir diancem dilaporin kepolisi..’

‘Jadi elu berhenti kerja, emang udah dapet gawean lain?’
‘Belum sih…sementara paling ngojek dulu, tapi seminggu ini gue mau ngejar tagihan’

‘Waduh gawat… bakalan stok gue nggak beres’
‘Sori pren…. Ntar pasti gue beresein, tapi pelan-pelan. Sabar’

Bahdin nggak percaya, sudah berkali-kali duitnya amblas kepake Rusdi, memang gayanya Rusdi cuek, santai, anak gaul . Tapi mo gimana lagi, mereka sudah berkawan lama.
Bahdin berpikir keras, gimana ngatasi masalah selisih stiok bagiannya. Teringat ada lowongan.

‘Elu inget Santi nggak, anak admin gudang? Dia akan cuti hamil bentar lagi, sudah minta tapi belum dikasih bos, karena nggak ada ganti, gimana kalo bini lu yang gantiin sementara, paling tiga bulan, lumayan kan buat nambah asep dapur. Kalo nggak betah binilu bisa berhenti’
“Ooo iya, terakhir gue liat emang perutnya udah gede, elo yakin bini gue bisa keterima, kan bagian staf lamarannya berat?’

‘Namanya usaha…. Ntar gue deketin deh personalianya’
‘Mama…ma…’ Rusdi berteriak memanggil istrinya

‘Ya mas…’ Marni keluar dari dapurnya yang kecil
‘Ma…kayaknya saya harus nyari kerja laen nih, kena masalah dikantor, part yang kemarin dijual tagihannya nggakberes, 

‘Mas…. Gimana sih…’ kan udah dibilangin nggak usah bisnis-bisnisan, memang nggak bakat dagang, terus gimana makan kita? Utang diwarung udah numpuk tuh’
‘Tenang aja ma…seminggu ini saya mau ngejar tagihan’

‘Kalo dapet, kalo nggak’ 
‘Nggg… itu ada lowongan dikantor mau nggak, bagian staf, bukan di pabrik’

"Err… sebenarnya bukan lowongan sih mbak’ Bahdin mengkoreksi, ‘Ada pegawai mau cuti melahirkan tiga bulan, dibutuhkan pengganti’ Kalo ngelamar biasa sih berat, harus sarjana, jago komputer, dan lain2, itu pun belum tentu keterima’
“Kan jauh mas, ongkosnya mahal, nutup nggak gajinya?’
Oooo iya men… naik angkot empat kali ganti, belum ojek’ Rusdi menimpali “Gue aja naek motor satu setengah jam, gimana naek kendaraan umum, bini gue mana bisa nyetir motor’

Hening sejenak
‘Set dah…gini aja, mbak bareng saya aja naek motor pulang pergi, lumayan ngirit ongkos. Toh cuman sementara, karena mbak cuman tenaga pegganti’

‘Tull…betul,,,, nebeng elu aja’ Seenaknya aja Rusdi, melempar beban ke sohibnya
‘Nggak enak ah….ngerepotin’ Marni menolak

‘Nggak apa–apa mbak itu gunanya kawan saling menolong saat kesusahan, juga kan belum tentu keterima, terus si bocah siapa yang jaga? 
‘Ntar bisa dititip ke ibu, biasa kok, neneknya jadi penitipan anak’

Hubungan Bahdin dengan kepala personalia pabrik, sangat unik. Bisa dilihat di kisah-kisah lanjutannya
Mudah saja bagi Bahdin untuk meminta orang untuk dipekerjakan, tetapi banyak misi-misi khusus yang dititpkan ke pegawai yang diajukannya ke personalia. Termasuk Marni.

Bahdin hanya berharap Marni, bisa sedikit-sedikit mengkoreksi mengakali selisih stok gudangnya akibat kelakuan suaminya, sehinggga dalam beberapa bulan bisa nihil.

Singkat kata, Marni diterima menjadi karyawan kontrak 3 bulan menggantikan operator komputer gudang yang akan cuti melahirkan. Marni mengerti peran lainnya mengkoreksi selisih stok Bahdin, perlahan-lahan, agar tidak ketahuan. 

Luar biasa gembira dan terima kasih Marni, menyadari keberuntungan dirinya diterima menjadi karyawan staf, walaupun pengganti sementara. Sungguh jauh bedanya dengan di bagian pabrik yang berpanas-panas ria, belum lagi kalo diganggu mandor-mandor kurang ajar.

Terima kasinya semakn menjadi, mengetahui besarnya pengiritan ongkos transpor dengan nebeng boncengan. Apalagi disaat ini, hutang menumpuk, penghasilan suami nggak jelas.
Apalagi dengan penuh pengertian, dihari pertama, Bahdin menyelipkan uang limpuluh ribu untuk pegangannya makan siang seminggu.

Dihari pertama kerja, Marni sangat canggung duduk membonceng menyamping. Pakaian yang dikenakannya busana bersahaja, mencerminkan kesolehan dirinya, rok panjang semata kaki, kemeja terusan, dan kerudung yang sangat modis, ayu dan lembut adalah gambaran keseluruhan penampilan Marni. Dibonceng lelaki lain, Marni duduk sangat renggang, dengan tangannya memegang pegangan motor di bawah jok motor yang didudukinya.

Marni merasakan lelahnya perjalanan, satu setengah jam naik motor. Demikian juga pulangnya

Dihari kedua masuk kerja, tak sanggup menahan kantuk Marni tertidur diboncengan motor, tubuhnya belum terbiasa bangun jam lima, berangkat subuh saat matahari belum terbit, dan pulang matahari sudah terbenam. Tanpa disadari tubuhnya menyender bersandar dipunggung Bahdin, yang masih dapat merasakan kenyalnya payudara walaupun terhalang beberapa lapis jaket. Sambil berkonsentrasi memacu motornya, Bahdin menikmati dirinya setengah didekap Marni.

Motor yang mengerem dan guncangan akibat polisi tidur, segerak membangunkan Marni, yang langsung menyadari dirinya baru tertidur, melendot dipunggung Bahdin. Marni pun semakin kaget menyadari tangan kananya setengah memeluk perut dengan telapak tangan menumpu pangkal paha Bahdin, sontak tanganya ditarik, dan merenggangkan tubuhnya. 

‘Maaf mas saya tertidur’ ujar Marni tersipu sipu teringat dirinya melendot dipunggung lelaki lain bahkan telapak tangannya memegang pangkal paha Bahdin.
‘Cape ya mbak? Memang kalo kerja itu cape’ Bahdin menyesali kehilangan dekapan Marni.

Perjalanan pergi keseokan paginya berlangsung lancar tanpa insiden, tetapi Marni selepas dari wilayah kampungnya, mulai memberanikan tangan kananya memegang sisi perut Bahdin.
‘Mbak, pegangan yang lebih erat, saya akan sedikit lebih cepat, agak terlambat nih’ Bahdin mendorong keberanian Marni.
‘Iya mas…’ Marni merangkulkan tangannya di pinggang Bahdin dan memberanikan diri sengaja merapatkan tubuhnya. Tersipu sipu menyadari dadanya menekan punggung Bahdin.

Seminggu berlalu rutinitas berboncengan motor, membiasakan Marni mendekap Bahdin dari belakang merapat dan memeluk dari belakang. Tapi itu hanya dilakukan selepas di luar area pemukimannya.

Di minggu berikutnya ditengah perjalanan, Bahdin terpaksa mengerem mendadak, karena ada motor di depannya jatuh setelah bersenggolan, dengan motor lain. Marni terhenyak melihat kecelakaan didepan matanya, pengedara motor yang jatuh, mencoba bangun tertatih-tatih, luka dan berdarah.

‘Mbak jangan dilihat’ Bahdin segera menyadari Marni, wanita peka yang kurang tahan melihat kecelakaan dan darah. Dan memang demikian, Marni sedikit trauma, lengannya memeluk erat dan telapak tangannya mencengkeram keras bagian perut bawah Bahdin.
Bahdin langsung meninggalkan lokasi kecelakaan itu dan melanjutkan perjalanannya perlahan-lahan. 

Segera kekagetan dirinya memudar dan menyadari tubuh tegang memeluknya erat dari belakang, bahkan ada telapak tangannya mencengkeram wilayah yang tidak pantas.
‘Mbak…’
‘Ohh,,,iya…aduh ngeri ya…’

‘Biasa… mbak… itulah kalo kurang-hati-hati, atau karena kecapaian’
‘Ohh…maaf…maaf….’ Sontak Marni menarik tangannya dan melepas cekeramannya. Tak kuasa dirinya menahan malu menyadari tangannya mencengkeram area sensistif lelaki lain.

‘Nggak apa-apa kok mbak…’ Mencoba mencairkan suasana Bahdin bercanda ‘Sering-sering juga nggak apa-apa
‘Ihhh…’ Marni mencubit perut Bahdin. Kejadian ini sangat membekas di pikiran Marni,

Hati Senin
‘Mas nggak capai…’ Marni mengetahui Sabtu Minggu kemarin Bahdin lembur karena mesin overhaul.
‘Nggak…’ Tukas Bahdin.

Suatu ketika Marni menjerit ‘Mas…. Hati-hati…’ Marni menyadari hari ini gaya menyetir Bahdin agak lain dan hampir menyenggol kendaraan lain, pasti karena capai pikir Marni ‘Istirahat aja mas….’
‘Wah…maaf mbak…dua hari lembur, capai juga. Tapi sudah gelap mendung noh, takut hujan. Kita terus aja’

“Tapi mas nanti kecelakaan…’ 
Bahdin mengabaikan

Selang beberapa saat, kembali Marni menyadari Bahdin kurang konsentrasi, dicubitnya pinggang Bahdin
‘Aduh… Kok galak sakit atuh…’

‘Habis nggak konsentrasi nyetir motornya’
“Wah udah capai masih disiksa…’ Bahdin bercanda

‘Jadi gimana dong, ntar celaka… berhenti nggak mau’
‘Yang nggak nyiksa dong…’
Marni ingat kejadian kecelakaan kemarin, orang yang tertatih-tatih dan berdarah-darah, dan kejadian tangannya mencengkeram anu, dan lagi keakraban mereka berminggu2 bermotor ria 

‘Kalau gini gimana …’ dengan nekat Marni mengurut pangkal paha Bahdin. Marni nekat karena merasa sudah mengenal lama, Bahdin, Menurutnya Bahdin itu lugu, polos, tidak kenal wanita. Tahunya cuma kerja dan mancing. Seminggu lebih selalu berboncengan menambah keyakinannya, lelaki ini tidak neko-neko. 

Dengan diisening diurut begitu, mana dia berani macem-macem, apalagi di jalan ramai begini.
Bahdin tersentak kaget, hilang lelah kantuknya, pangkal pahanya kena urut, hanya bisa bengong ‘Mbak…’
‘Masih ngantuk?’ Marni semakin berani mengurut paha, melihat Bahdin hanya mampu terbengong-bengong

‘Erggg…..anu…udah nggak ngantuk’ Bahdin sedikit tersiksa adiknya agak menegang tapi tertekuk lipatan celananya
Sekian lama Marni mengurut paha tersebut, hanya tertunda saat lampu merah. Saat menjelang Cibubur, Marni menghentikan aksinya.

Demikian keesoklan harinya, saat pulang berboncengan, Marni memiliki kegiatan baru mengurut paha, lumayan daripada terkantuk-kantuk. Dirinya senang melihat reaksi Bahdin tidak berdaya yang hanya sanggup menelan ludah. Semakin hari Marni semakin nakal, saat mengurut dengan sengaja mendekapkan tubuhnya erat-erat di punggung Bahdin. Dengan sengaja mendesalkan payudaranya dipunggung berbalut jaket. Semakin PD karena sudah seminggu ini, dibegitukan Bahdin hanya mampu melongo.

Suatu saat ‘Mbak…anu….’ Saat Marni lagi lagi mengurut pangkal pahanya
‘Yaaa mas… ?? ‘ ditengah-tengah terpaan angin Marni sengaja menggoda

‘Boleh saya ganti ngurut mbak ?’ 
‘Nggak boleh!’ Marni menggoda akrab

‘Kalo gitu saya jangan diurut lagi deh… kalo ngantuk di cubit aja, lebih baik sakit dicubit dari pada nggak boleh gantian’
‘Iya deh… boleh…kalo nggak kelihatan orang’ Dengan yakin Marni menyahut, karena mana mungkin Bahdin berani, terutama sikon tak memungkinkan. Dijalan ramai begini banyak orang.
‘Betul mbak ya….’

Menjelang Cibibur di jalan arteri, waktu seperti biasanya menunjukkan pukul tujuh, malam mulai merangkak naik, mendadak Bahdin membelokkan motornya, memasuki palataran parkir ruko. Diarahkannya motor menuju ruko deretan samping yang merupakan area bank. Kalau siang area ini ramai, tapi kalau malam sepi, maklum ruko untuk bank. Di gang buntu, di antara dua blok ruko yang lazim dipakai untuk parkir motor, Bahdin memasukkan motornya, dan langsung memutar balik motornya menghadapi pelataran parkir. 

Sangat gelap suasana, karena cahaya lampu terhalang ke dua bangunan ruko yang menjulang tinggi 4 lantai. Tetapi suasana di pelataran cukup terang, sehingga dari kegelapan gang ruko Bahdin bebas memandang pelataran parkir di hadapannya, yang hanya kadang-kadang di lalui mobil yang memutar.

‘Mas… mau ngapain…’ Marni dag dig dug… terbata-bata
‘Anu mbak… saya mau ganti ngurut mbak…tadi kan katanya boleh’;

‘Jangan mas… kelihatan orang’ Berusaha mengelak ucapannya tadi
‘Nggak kok, yakin deh aman…’ 

‘Tapi….’
‘Ya sudah… kalo nggakl boleh, saya kirain boleh, tadi…’

Marni terjebak ucapannya., dia tidak menyadari, 3 hari ini Bahdin sudah survey ke beberapa tempat mencari lokasi yang baik. 
‘Saya nggak capek kok mas….’ Lirih Marni menolak, upaya terakhir.

‘Masa saya terus yang diurut, sekali-kali kan perlu gantian gantian’ Nada pilon Bahdin terdengar. (Ngurut istri orang kok gantian ??? ) ‘Tapi kalo nggak jadi, ya nggak apa-apa’ Suara nya terdengar riang ‘Yuk… kita jalan lagi’ Bahdin meraba kunci motor nya, memutar kunci, dan bersiap mensela stater motornya

Buru-buru Marni memegang lengan Bahdin yang memutar kunci kontak, ‘Eh…iya deh mas,,,’ Logika akal sehatnya mekasanya untuk tidak mengabaikan keinginan Bahdin, sangat tidak sopan, melupakan janji yang barusan terucap, apalagi terutama, sudah sedemikian banyak bantuan yang diterimanya. Toh. Hal itu akibat ulah keisengannya. Dirinya menyesali janjinya barusan.

‘Wah gerah ya…’ Bahdin melepaskan helm dan jaketnya, tanpa turun dari motornya, meletakkan helmnya di spion sekaligus menyampirkan jaketnya. Kakinya mendorong sandaran motor samping terpasang.
Marni yang tetap duduk menyamping dimotor, Mengikuti melepas helmnya, menyerahkan ke Bahdin untuk digantung di setang

Sambil tetap duduk di motor Bahdin memutar pinggangnya, sehingga bidang dadanya menghadapi sisi pundak Marni yang masih tetap duduk membonceng menyamping. Tangan kirinya terpaksa berada disisi punggung dan agak merangkul pinggangnya, sedangkan tangan kanannya bebas merdeka.
‘Mau nyoba ah.. ganti ngurut mbak… belum pernah nih ngurut cewe’ Tangan kanan Bahdin langsung meremas batang paha Marni.

Marni Kaget menghadapi perkembangan baru ini, dirinya shok mendapati berdua bergelap-gelapan dengan lelaki lain. Tangannya lunglai lemas menjuntai. Merasakan pahanya di remas tangan bukan suaminya. ‘Waduh kok itu yang diurut… ‘batinnya berujar mengeluh, tapi wong memang sekian hari dirinya sendiri dengan nakal mengurut bagian yang sama lelaki ini.

‘Begini ya mbak?’ Bahdin mengurut paha yang terbalut rok panjang, mulai dari atas lutut, menjalar keatas. 
‘Eh…iya mas…’ Marni mencoba merespon, sambil berpikir keras, menganalisa situasi, ah palingan Mas 
Bahdin cuman ngurut doang, mana mungkin dia berani macem2 wong orangnya penakut begitu, apalagi ini ditempat umum. Marni mencoba meyakinkan dirinya mengatasi kepanikan yang muncul.

Berulang-ulang pahanya diurut, bahkan sekali kali tangan kanan Bahdin meremas sisi pinggul kirinya.
‘Gimana mbak….rasanya….’ kembali nada pilon Bahdin terdengar
‘Ehh… enak mas…’ Wajah Marni mulai memerah, setitik api berahi mulai meletik. 

‘Ahhh bohong,,, saya kurang bisa ngurut ya mbak…’ Dengan pilion, Bahdin sedikit mempergencar urutan. Bergantian antara meremas, mengurut dan membelai. Berulang-ulang.
Marni mulai menahan nafas, nafasnya mulai tersengal, berahi mulai sedikit membara

‘Bisa kok…enak kok..hhh..’ Marni menyahut dengan niat agar Bahdin segera menyudahi kegiatannya. Tangan kanannyanya yang terasa lemas, merangkul bahu Bahdin. Matanya sesekali terpejam, saat merasakan tangan kekar meremas batang pahanya.

‘Hhh….’ Marni mulai sedikit mendesah, ketika Bahdin mulai meremas dengan keras.
‘Sakit mbak…..’ 

‘Hhhh… nggak..’
‘Habis agak terhalang kain sih mbak…boleh ya mbak…’ tangan kanan Bahdin menarik rok panjang itu keatas dengkul, dan segera menyelinap dibaliknya.

Marni gemetar merasakan kulit pahanya langsung disentuh telapak tangan lelaki lain. Dirinya tak kuasa menolak
‘Mas…hhh..’ Marni mulai mendesah pangkal pahanya di belai-belai. Tangannya merangkul leher Bahdin. Matanya mulai terpejam. 

Bahdin mulai mengeluarkan ilmunya, tangan kanannya mulai ganas bergerilya meremas, membelai dan menekan. Mulai membuat Marni mendesah keenakan. Tetapi akal sehatnya mendorong kedua belahi Pahanya merapat kuat-kuat, mencoba menahan perang gerilya yang dilakukan tangan Bahdin memasuki wilayah lain.

Tak habis akal. Dengan sengaja, Bahdin mengurut dengan sapuan panjang dari atas lutut setinggi mungkin sehingga menyentuh area khusus yang terbalut secarik celana dalam. Menyelipkan jemarinya dikerapatan pha Marni, dan dengan agak keras sisi telunjuknya sedikit menekan dan menggesek wilayah peka tersebut. Memaksa Marni menggeliat kegelian. Berahi mulai membara.

‘Ohh…mas…’ Kedua belah tangan Marni merangkul leher Bahdin, kepalanya lunglai dipundak Bahdin. Matanya terpejam.
Bagi Marni, hal ini sangat sensasional, dirinya di belai lelaki bukan suaminya, di pangkal pahanya yang dijarah, tangan yang lihai, semakin meletupkan bara birahi. Akal sehatnya segera menghilang. Penolakannya meredup.

Tangan kanan Bahdin semakin ganas bergerilya. Bila sebelumnya mengurut dan membelai paha, sekarang mulaimenggerus…menggesek gundukan lunak yang terbalut celana dalam. Menggesek perlahan dengan tekanan kuat
‘Hhh ….’ Marni tak tahan mulai mengeluh, melemas. Tak berdaya Marni mulai mendekap tubuh lelaki dihadapnnya. Melenakan pipinya di bahu sang lelaki, Bahdin merasakan hangatnya desahan nafas Marni dilehernya.

Tangan kiri Bahdin mulai giat membelai leher Marni, menyelinap memasuki kerudung yang dikenakannya., seiring dengan semakin giatnya sisi jemarinya menggerus kuat daging lunak di pangkal paha. 

Dalam tiga kali gerusan, segera, kedua belah paha itu mulai bergerak membuka dan merapat. Kedua paha itu kuat merapat, saat gundukan daging ditekan kereas.
‘Ohhhh…’ kesekian kalinya area sucinya ditekan jemari lain.

Ketika tubuh Marni mulai gemetar, dengan kedua paha yang merapat keras, menahan gelisah, kewanitaanya di tekan jemari Bahdin, dengan celana dalam yang sudah sangat lembab. Bahdin meningkatkan serangannya. Dengan agak susah payah, jemarinya menyelinap ke selipan celana dalam dan segera mendapatkan bulu-bulu tebal melindungi sesuatu yang sedari tadi digempurnya

‘Mas….’ Marni menjerit lirih…jemari kasar menyentuh klitnya
Dengan sedikit susah payah jemari Bahdin menekan-nekan pusat sensitivitas wanita itu

‘Oh…..mas…oh….’ Dengusan Marni semakin jadi. Dirinya hanya sanggup merangkul leher Bahdin, dan sesekali menerima kuluman kuat dibibirnya.
Bahdin menyadari dengusan Marni mulai tak terkendali, terengah-engah. Gempuran jemarinya di klit wanita itu semakin diringkatkan, berupaya memnghantar Marni mencapai puncak pendakiannnya.

Tak berapa lama, Marni tersentak, tubuhnya mengejang kuat. Matanya tepejam, nafasnya terengah. 
Dengan sigap, tangan kiri Bahdin, menekan kepala Marni yang lunglai, membekapnya, Bahdin memberikan kuluman bibirnya yang panjang dan dahsyat, dengan hisapan kuat. Sembari sisi jemarinya menekan kuat tapi perlahan pusat kewanitaannnya, menekan berkali kali, mengikuti tubuh yang mengejang ngejang beberapa kali.

Akhirnya badai mereda
Mata Marni terpejam, bibirnya terbuka, terengah-engah mencari nafas. Bahdin Menikmati dari jarak sangat dekat keindahan wajah tersebut, wajah sendu menikmati berlalunya punca birahi, sedikit keringat di dahi, nafas hangat yang terengah, kepala lunglai. Hobi yang aneh

Tetapi jemari tangannya tak berhenti bekerja, walaupun kini menurun akrivitasnya. Kini telunjuk memilin-milin bulu tebal diselipan pangkal paha.

Setelah menit berlalu
‘Gimana mbak…urutannya….bisa nggak’

‘Mas…mas …. Kamu nakal’ Alam sadar Marni sudah kembali normal. Wajahnya memerah. Dirinya tak percaya baru saja melewati kemesraan khusus dengan lelaki lain. Otaknya kebingungan menganalisa kejadian yang baru saja berlalu. 
Dan itu… ada yang masih meraba-raba kewanitaannya. Marni Mencoba mencari alasan menghentikan ulah nakan jemari Bahdin, tapi tidak ditemukannya alasan yang pas. 

‘Saya senang kalau mbak menyukai urutan saya, berarti mbak guru yang baik, saya cuman belajar dari mbak’
‘Tapi kan …’ mencoba mencari argumen pembedaan, tidak ketemu

‘Tapi apanya mbak…, asal mbak suka, saya senang’
‘Ngg iya…pulang yuk…’ tidak putus asa Marni berupaya menyudahi.
‘Waduh mbak belum ada 10 menit, udah seminggu lebih mbak ngurut saya setiap kali hampir sejam’

‘Tapi…’
‘Mumpung sikon mendukung, saya mau melatih didikan mengurut dari mbak…’ 
Ohh cilaka…sembari ngobrol sembari pangkal paha ya dikilik kilik jemari Bahdin, sedikit banyak menyentak-nyentak rasa nikmat.

‘Nnggg mas….udah yuk… kan mas capek’ Marni berargumentasi
‘Walah… seminggu lembur aja nggak masalah, apalagi belajar dan ngurut mbak…’ Bahdin mulai menggiatkan pilinan jemarinya di bulu tebal

‘Mas… geli….’ Marni mengharapkan Bahdin mengehentikan kenakalannya
‘Mbak pegel nih… geser sini’ Bahdin mengabaikan keluhan Marni

‘Kemana?’ Marni menjejakkan kakinya ketanah
Tanpa disadari Marni, Dengan lihai tangan kiri Bahdin membimbing dan merangkul pinggangnya, bergeser ke bokongnya sedikit menekan, tangan kananya tetap bertahan di lipatan celana dalamnya

‘Sini saya pangku, dari tadi pegel nih mbak, nengok kebelakang melulu. Udah lama kita boncengan, saya munggungin mbak, sekarang saya mau duduk berhadapan dengan mbak’ Sambil tetap duduk di motor, Bahdin menapakan kaki kirinya ketanah, sedangkan kaki tangannya tetap di tempak kaki moto honda beatnya. Motor sudah bersandar agak miring betumpu pada sandaran samping. Dengan demikian lutut kiri 
Bahdin tertekuk. Menyisakan sedikit tempat untuk dididuki, mengangkang, ditunggangi

‘Ngg…’ Dengan sedikit didorong bokongnya, terpaksa Marni menggeserkan tubuhnya, tanpa Bahdin melepaskan jemarinya dari lipatan celana dalamnya, roknya terangkat keatas. Dengan canggung Marni, sedikit mengangkang membiarkan tubuhnya didorong merapat dengan dengkul Bahdin menyelinap masuk diantara kedua pahanya. Terpaksa Marni agak sedikit berjingkat. 

Memang Bahdin lihai, tangan kirinya sigap menekan bokong Marni, jemari kanannya menekan pangkal paha, memaksa mendudukan Marni didengkulnya dan mulai merapat.
‘Nah…gantian deh, sekarang saya duduk rapat menghadap mbak…’ 

Jengah Marni, menghadapi situasi ini, dipangku di dengkul, rapat berhadapan. Yang paling menimbulkan masalah adalah jemari yang tetap bertahan di lipatan celana dalamnya
‘Mas..anu…udah dong..itunya…’ Marni mengisyaratkan jemari Bahdin untuk berhenti beraktiviats. Dirinya serasa ditutul-tutul rasa nikmat

‘Itu..apanya…kan lagi ngurut…memang nggak enak ?’ belagak pilonnya mulai keterlaluan
‘Ngga anu..pindah aja deh ketempat lain…’ Marni mulai putus asa, jemari itu terus menyenggol kewanitaannya.

‘Ketempat lain…ooo iya deh…boleh kemana aja?’ 
“iya masa urut disitu aja…’ Marni mulai sedikit terbangkit kembali birahinya

Tangan kiri Bahdin beranjak dari bokong, berpindah ke sisi payudara Marni, mengelus sisi tubuh Marni. Walaupun terhalang baju dan bra. 
‘Kalau kesini boleh…’
Ohhh mama…. Jerit batin Marni, kok kesitu ‘Nggggg…..jangan…’ Marni mengisyaratkan penolakan

‘Tapi dari kemarin mbak selalu merapatkan ini ke saya…saya seneng banget"
Marni tergugu menghadapi dilema, saat ini dirinya mulai terjangkit birahi, kewanitaannya semakin ditutul-tutul jemari Bahdin, sedangkan pilihan lainnya adalah area yang juga sangat sensitif.

Tak juga dijawab, sedikit nakal, jemari Bahdin agak menyodok, menyentuh sisi dalam lubang kewanitaannya, membuat Marni kejang menahan diri terhadap sentakan arus kuat, tak sengaja menggigit bibir ‘Uhhh … iya deh,,, boleh’ ujarnya lemah

Dengan sigap jemari itu berpindah, menyentuh kancing-kacning baju, dengan lihai dilepaskannya satu persatu, 
Terpampanglah perut langsing dan mulus, dan dada yang terbalut bra berwarna krem.

Baju yang terbuka di tariknya lepas dari lipatan rok pinggan, membuat jemari kiri Bahdin dengan bebas merayapi kelembutan punggung Marni.
Dengan lincah jemari kirinya mulai mengurut punggung halus itu

‘Begini mbak….’
‘Iya mas… enak urutannya…’ hampir tidak pernah dirinya diurut suaminya
Jemari kanannya seolah beristirahat di kelembutan perut rata sang wanita.

Terpejam-pejam Marni merasakan pijatan kuat dipungungnya.
Semakin sensasional dirasakannya diurut dengan tubuh rapat berhadapan, bahkan dengan kedua paha mengangkangi dengkul lelaki dihadapannya.

Sekian lama, menikmati urutan
‘Uhh… enak banget mas…. Pegelku jadi hilang…’ 
Semakin kuat jemari kiri Bahdin mengurut dan menekan punggung halus itu, yang mulai lembab berkeringat, membuat Marni mengalungkan kedua lengannya di leher Bahdin, selain untuk berpegangan , juga menjaga agar tidak terlalu sangat merapat, malu bener rasanya rapat berhadap-hadapan dengan lelaki lain.

Walaupun wajahnya merasakan hembusan nafas panas sang wanita, Bahdin menahan diri untuk tidak mengulum bibir yang cuman sejengkal di hadapannya.
Sekian lama mengurut, Marni semakin rileks, menurunkan benteng logika penjagaan martabat dirinya. Matanya sudah semakin sering terpejam menikmat urutan. Akal sehatnya sudah menyatakan, masa gawat sudah berlalu, paling cuman diurut doang, enak juga. Yang penting nggak kelihatan orang. Nggak seperti tadi. Tak tahan dirinya mengingat kejadian tadi.

Marni mulai agak lupa, kancing bajunya sudah terlepas, dan ada jemari yang saat ini sedang diam di perutnya menunggu kesempatan menerkam. 
Sesekali Bahdin mulai mengurut sisi punggung Marni, di pangkal ketiaknya, dan mendekati pangkal payudaranya. Saat itu juga tubuh Marni mulai sedikit terjengkit. Pahanya terasa dedikit merapat.

Kembali diulanginya urutan di ketiak dan menurun memutar di pangkal payudaranya, kembali lagi Marni terjengkit dan memejamkan mata, mulai menggigit bibir menahan rasa.
Sentuhan sesekali, semakin lama semakin sering. Bahkan akhirnya hanya mengurut di sekitar situ saja, yang membuat Marni mendengus keenakan.

Ketika dirasakan saat nya sudah tiba, dimana bara-bara birahi sudah mulai menyala, jemari kanan Bahdin mendadak menyerang, menyergap, menyelusup kedalam mangkuk bra yang melindungi gundukan payudara..

‘Massss…..’ Marni terjengkit keras tersengat arus, saat putting payudaranya dipelintir keras. Sudah sedari tadi putingnya mengeras. Kedua tangannya menolak bahu Bahdin, mencoba merenggang.
Jemari kiri Bahdin, sudah siap dengan kuat menekan balik mengimbangi pelintiran jemari kanan di putting susu yang keras menantang.

‘Ohhh….mas…..’
“Gimana urutannya mbak…enak…’ gantian kini Bahdin mulai menggoda, sekaligus mematahkan akal sehat penolakan Marni. Ini kan urut mengurut…

‘Mas…enak mas,,,tapi… ohhhh’ Saat menyebut kata tapi, dengan sigap dipelintirnya kembali putting itu. Membuat kedua pahanya menjepit semakin keras.
‘Sshhhh…’ Marni mendesah setiap kali payudaranya diremas, atau putingnya dipilin kuat.

Tangannya yang sudah lunglai berupaya dikalungkan di leher Bahdin.
Kepalanya sudah lunglai rebah di pundak Bahdin.

Dengan gesit jemari kanan Bahdin mulai meningkatkan tempo dengan melebarkan sayap permainan ke payudara sebelahnya, kembali menyelusup dan dan menghajar, meremas,dan memilin, memaksa Marni terengah engah menahan nafas akibat tekanan birahi yang sudah membara. 

Bahdin semakin meningkatkan tempo. Dengan sigap jemari kirinya yang sedari tadi sudah berhenti mengurut, melepas kaitan bra, berberangan denganremasan kuat dipayudara Marni. Dengan lepasnya kaitan belakang, longgarlah sudah perlindungan bra, dengan sedikit tarikan di singkapkan keatas cup bra tersebut.

Segerap terpampang keindahan sepasang payudara Marni, tanpa disadari pemiliknya yang sedang terpejam, menahan derita birahi.
Dengan agak menundukkan kepala, Bahdin mulai mengemut payudara tersebut, yang kembali lagi menyentakkan gelinjangan tubuh Marni.

‘Shhhhh……’
Dengan hisapan kuat dan panjang dan berulang-ulang, Bahdin kembali menuntun Marni mulai terengah-engah mendaki puncak kenikmatan. Perlahan tapi pasti gelinjangannya semakin keras

‘Mas….mas….’ Marni mulai mengeluh
Dengan ganas sesekali Bahdin menggigit pangkal ketiak Marni, yang menghasilkan kegelian sangat dan gelinjangan kuat. Tetapi jemari kanan Bahdin sudah siap mencengkeram bokong indah sang wanita, menjaganya agar tidak lari kemana mana.

Tidak disadari Cengkeraman kasar dibokong lunak, dengan kuku yang sedikit tajam, menambah gelinjangan kuat Marni.
‘Nggg,,,,mas…shhhh…shhhh’ Gelinjangan Marni sudah mulai liar
Dengan sigap jemari kanannya berpindah tempat mecoba menyelusup CD sang wanita dari lipatan. 

Wuihhh sudah banjir, licin disana.
Ketiak Bahdin memastikan jemari kanannya sudah siap dalam posisi tempur, dengan kemutan yang panjang dan dalam dipayudara yang indah, dibarenginya dengan gerusan kuat di lubang kewanitaan. Ditekannya kuat dan lembut, 

“Shhh….’ Marni hanya mampu mengerang keenakan, dengan kepala tersentak kebelakan. Untung kedua lengannya masih dikalungkan di leher Bahdin.
Dengan lincah jemari kanan Bahdin menari-nari mengiringi pendakian ke puncak birahi sang wanita.
Bahdin, kembali menikmati saat-saat indahnya, memandangi, wajah sendu dengan mata terpejam-pejam, mengkerenyit menahan siksa derita birahi. Menatap dari dekat kecantikan ditengah deraan hembusan nafas panas dari mulut yang terengah-engah..

‘Ohh…. Mas….shhh ‘ Dituntunnya dengan sabar, Marni menuju puncak, semakin buas jemari kanannya mengobrak abrik liang kesuciannya. Dengan susah payah tangan kirinya menahan tubuh mungil itu agar tetap merapat, tidak menjauh
Marni hanya mampu menjepitkan kuat-kuat pahanya di lutut Bahdin.

‘Nggghhhhhhhh……’ dengan lenguhan panjang dan dalan akhirnya saat nya tiba, ledakan nikmat saat meampaui puncak pendakian birahi.
Kembali dengan sigap, Bahdin mengulum bibir mungil yang terbuka terengah-engah mengapai udara.
Dikecupnya berkali–kali bibir itu, membiarkannya menarik udara sebanyak banayknya. 

Kecupan itu bagi Bahdin seolah, membuktikan bahwa Marni sudah menjadi miliknya
Mengiringi geleparan tubuh lemas usai melewati puncak birahi, jemari kanannya menekan-nekan klit Marni dengan tempo semakin perlahan tetapi dengan tekanan kuat.. Sedapat mungkin memperpanjang terpaan kenikmatan sepanjang puncak nikmat wanita. Mencoba mendorong tubuh itu kembali menggelinjang dan kembali menggelinjang.

Puncak pendakian dilalui dengan selamat mungkin, dengan selama mungkin. Itulah kepiawaian jemari Bahdin, menekan dan menggerus
Disitulah momen indah Bahdin, mengulum lembut bibir terbuka yang terengah, yang bergelayut lemas dihadapnnya. Bibir mengulum dengan hisapan kuat dan dalam jemari tangannya menggesel keras pusat kenikmatan

Menit demi menit berlalu, berakhirlah momen indah sepasang manusia.
Perlahan-lahan akal sehat Marni mulai kembali. Lagi-lagi dirinya tak habis pikir kok bisa dirinya mengalami kejadian barusan.
Bila tadi hanya sebagian tubuhnya tersentuh, kini hambir selutuh tubuh sucinya telah terjamah.

‘Bagaimana mbak….enak urutan saya…’ Kembali Bahdin memperdengarkan kepilonannya
‘Mas….mas….uhhh…mas nakal….’ Marni bingung untuk berkata apa. 

‘Lho saya senang sekali bisa ngurut mbak, apalagi kalo mbak suka, mbak suka nggak?’
‘Ngggg…. Suka…. Tapi… jangan lagi yaa…. Kalau ketahuan bahaya…’

‘Kalau mbak suka, saya minta hadiah dong….’
‘Hadiah apa…’

‘Minta cium….’ Bila sedari tadi Bahdin yang mencium sekarang dia mengupayakan Marni lah yang melakukan
‘Ngg…. Pamali…dosa…’ Marni menolak dengan alasan yang sangat aneh, cium nggak boleh, tapi kewanitaannya di obok-obok ok.

‘Kalo gitu….urut lagi ahhh….’ Jemari kanan Bahdin kembali menyergap payudara, yang ternyata oleh pemiliknya telah dilupakan sejenak, sehingga terpampang telanjang, menantang. Bahdin meremas dengan kuat dan lembut
‘Mas….nakal….’ Kembali wajah Marni memerah ‘Nggg…. Udah mas….tangannya menahan sergapan jemari Bahdin di dadanya.

‘Cium dong….’
Dengan malu-malu Marni merapatkan wajahnya, memejamkan mata, menyentuh bibir lelaki dihadapnnya. Mengecup pelan. Cup…

‘Ya… cuman gitu….’ Kembali tangannya meremas payudara lembut telajang itu.
Dengan sigap Marni kembali mengulum lembut bibir Bahdin, kali ini dengan kuluman lebih kuat. Yang sedikit sedikit diimbangi dengan hisapan lembut Bahdin.

Ketika akan menyudahi kulumannya, kembali Marni merasakan payudaranya diremas kuat
‘Mas…mmmmmmm…’ kali ini Marni mengulum bibir Bahdin dengan gemas
Ketika kembali menjauhkan wajahnya melepas ciuman gemas itu, kembali dirasakannya payudaranya diremas kuat

‘Mas…mmmmmmhhhh…mhhhh,,,,,,’ Kali ini Marni mengulum bibir Bahdin dengan ganas kedua lengannya menarik rapat wajah Bahdin, dihisapnya bbir itu dengan kuat, tetapi kembali dirasakannya payudaranya diremas kuat, tak mau kalah diserang, Marni menjulurkan lidahnya menari-nari menggeluti lidah Bahdin, menyusuri sejauh mungkin ronga mulut Bahdin. Suatu hal yang terhadap suaminya sendiri tidak pernah dilakkannya.
Berakhirlah ciuman ganas dan panjang itu.

“Makasih mbak udah di cun’ Marni kembali memerah mendengar godaan itu.

‘Yuk pulang mas…’
‘Yuk…’

Berakhirlah insiden kecil yang berlangsung kurang dari 20 menit itu. Akibat dari motor longrange relationship. artinya motor perjalanan jarak jauh.

Ngentot Istri Lagi Hamil

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar

Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini