Stefani sengaja datang lebih awal, memungkinkan Bahdin masuk kecottage yang kosong sudah dibooking terlebih dahulu. Bersembunyi di kamar mandi, dengan pintu sedikit terbuka. Tak berapa lama terdengar suara, diintip, sesosok wanita high class, ramping tinggi sedang cenderung mungil, penampilan menarik walaupun sudah agak berumur. Mengenakan pakaian soprt tenis, rok pendek dan T-Shirt berwarna putih.
Masuk kamar, sosok ramping itu,tampak termenung memikirkan sesuatu, memang Tuti sedang merancang bagaimana mengorek info yang diinginkan gang-nya, kelompok durjana.
Bahdin yang sudah menyiapkan peralatan, saat tubuh itu membelakanginya dengan perlahan, Bahdin menyergap, mencekek leher dengan siku dan menekap mulut.
"Jangan bergerak, jangan berteriak atau saya tusuk, anggukkan kepala bila mengerti"
Kontan Tuti disergap, dihinggapi ketakutan mencekam, dicekek orang ditempat terpencil sendirian. Khawatir keselamatan jiwa terancam, dirinya mengangguk
Bahdin perlahan melepas tangan yang menekap mulut, memasang ban kepala kain tebal berbahan handuk lazim atlit pakai menahan keringat di dahi.
Mendadak Tuti diliputi kegelapan pekat, tak bisa melihat, ketakutannya berlipat mencekam "Ampun...jangan celakai saya... kalau mau uang ambil dompet saya...ampun...."
"Diam...atau saya bunuh..." Bahdin lumayan bengis setelah dilatih berkali-kali tadi malam
"Ampun...' Tuti tersengguk, sama sekali lupa obrolan dengan Stefani tentang role play atau tematik, sama sekali lupa apa rencana kegiatan hari ini.
Bahdin mengambil segumpal kain yang sudah disiapkan, menyumpal mulut.
"Jangan coba bergerak, jangan coba kabur, kalau masih sayang nyawa"
"Mmmm...mm...mmmmm"
Tuti kian lemas, perlahan dirasakan sosok tubuh dihadapannya meluruskan lengannya, pergelangan diikat, entah oleh apa. Bahdin memasang borgol khusus erotis, berbahan lembut mencegah kulit lecet. "mmm...mmmm....mmm.."
"Janji tidak akan teriak? saya lepas sumpal mulut" Tuti mengaggukkan kepala. Sumpal mulut dilepas, didudukkan di bed, agak lega duduk walaupun diliputi kegelapan.
Bahdin menelepon Stefani, akting "Boss target sudah diamankan" menempelkan hp kekuping Tuti "Sebut nama dan pekerjaan kamu" Bahdin meyodokkan pulpen keperut, seolah pisau
"Ampun .... saya Mardiastuti ampun... pegawai di xxxx" Tuti menghiba
"Bagaimana boss, .... terlamabat, .... ok dua jam.. ok... saya kunci rapat" Bahdin sengaja memperdengarkan percakapan. Sinyal bagi Stefani rencana berjalan lancar.
"Hmmm masih dua jam, sialan...sialan ...jangan sampai mancing keributan hmmm atau terpaksa kamu saya bunuh. Mengerti" Bahdin akting sedang stress, jalan mondar mandir
Dalam kegelapan Tuti mendengar kursi digeser kedepannya, ohh penajahat itu duduk dihadapannya. Terasa benda keras menelusuri dahi hingga kelehernya, kian mencekam. Keringat dinging sedari tadi menetes
"Pak lepaskan saya pak ... ampun... salah saya apa.."
"Diam...... Hmmm cantik bener ... wangi ...." Tuti sesenggukan
Seolah Bahdin kekamar mandi, memancing mangsa kabur. Pura-pura mengguyur air gemericik.
Benar saja, begitu Tuti mendengar suara guyuran air, dirinya beranjak bangkit, menebak-nebak arah pintu, dalam kegelapan menabarak pintu, panik dicoba buka dengan tangan terborgol, ternyata terkunci, tergerendel.
"Sialan...mau kabur...."
"To....." Bahdin mendekap mulut, dan memasang kembali sumpal mulut. Bahdin sukses memancing Tuti sehingga layak diberi hukuman,
Menyeretnya kembali ke bed, Bahdin melorotkan T Shirt Polo kekepala, nyangkut di borgol pergelangan tangan. Dibelitkan dan diikatnya T-SHirt itu membalut pergelangan tangan yang terborgol.
"Mmm.....mmm.....mmm......" Kian ngeri dirinya ditelanjangi, terasa bra nya di copot. "Mmm.....mmm.....mmm ....." tubuhnya dibaringkan, sepasang tangan memelorotkan rok olahraga pendek yang dikenakannya. Terasa dingin ac dikulit telanjangnya. Bujubuneng, cd nya terasa ikut lepas.
"Hayoo coba mau kabur lagi" Bahdin menghardik, Tuti sudah banjir air mata, terserap ban ikat kepala yang menutp mata "Mmm....mmmm.....mmmm"
"Kontrak saya tidak boleh cidera secuilpun, tapi hmmm cantik seksi begini sayang kalau disiakan.."
"Mmmhhh " Didorong kasar tubuh telanjang itu telentang, tangannya yang terikat borgol dan kaos polo didorong keatas kepala. Memang triknya adalah sekasar mungkin tapi dalam batas aman, karena ada bed empuk.
Mulailah Bahdin menggarap kemulusan tubuh telanjang itu. Tuti mendadak mesakan benda tajam menekan mengerikan sekujur tubuhnya. “Hmm boleh juga nii mulus banget, “ Benaknya kian mencekam. Berlama-lama Bahdni menggoretkan perlahan bolpen, yang terasa seolah pisau.
"Mulus banget kulitnya glkksss" Bahdin mengingat-ingat ucapanyang telah dirancang., sembari
mulai meremas-remas seluruh bagian yang terbuka dengan kasar tapi terkendali.
"Mmm mmmm mmmm " Tuti kian yang mencekam mulai terasa geli, membayangkan apa yang akan terjadi. Kegelapan menyelimuti menambah suasana mencekam, mengakibatkan setiap jamah tapak kasar dikulit telanjangnya sangat menggelisahkan.
Sekian lama meraskan tubuhnya diremasi, perlahan rasa geli kian tak tertahan semilir nikmat kian terasa
Bahdin melepas sumpalnya
"Pak...geli...jangan ...."
"Huhh... salah sendiri punya tubuh merangsang, hmm ni toket kenceng banget..." Kasar Bahdin meremas ganti memilin, mengerahkan skillnya memilin kuat, menyentak tubuh itu
"Shhh...... jangan...shh....shhh.." Berlipatganda terasa tapak itu menyetrum payudaranya
Bahdin mencermati Tubuh ramping langsing itu mulai sesekali menggelinjang, meningkat ketahap berikutnya. Sebelah tangan mulai membelai tebalnya bulu yang rimbun dipangkal pahanya.
"Ihhh...jangan....." Mau tak mau Tuti tersengat. Sepasang kaki yang telanjang tertekuk menapak lantai, menjinjit menahan rasa, tak tahan pinggul mulai bergerak.
Dikombinasi dengan memeras daging mengkal dan memilin pentil yang mengeras, jemari lain mulai bergantian memijat perinium dan menggerus permukaan liang, sembari meraba bulu tebal. Sebentar saja, liang itu melembab.
"Ampun ... jangan....." kombinasi mencekam dan nikmat, membakar gairah tak tertahan. Tak sadar kakinya yang masih bersepatu kets, bergetar-getar, pahanya coba merapat menahan rasa, mencoba menolak serangan. Efek yang terjadi sebaliknya, pahanya refleks menjepit tanngan yang kian memberi kenikmatan. Rintihan dibibir kontras dengan geliatan paha menjepit. Gelisah paha itu bergerak-gerak merapat melampiaskan emosi.
"Shhh....shhh..pak...jangan..."
Merasa sudah cukup memanas, Bahdin menghadapkan wajahnya ke pangkal segitiga berbulu rimbun yang terekspos, akibat kakinya yang masih berspatu kets menapak kelantai. ""Hmmm harum bener..."
"Ihh..." Tuti merasakan dengusan nafas panas di liangnya. Dalam kepekatan dirinya lupa, sedang telanjang, telentang.
Tanpa basa basi, Bahdin berjongkok, membuka kedua lutut yang merapat, mendekatkan wajah mematapkan posisi. Bahdin mulai menjilati dengan kasar. Kedua tangannya mencengkeram bokong telanjang yang terlipat dibawah. Diremasnya dengan sangat keras, mencengkeram kuku kuat menggambarkan kekasaran. Melenting tubuh ramping itu, klit dan liangnya diamplas lidah kasar.
Telaten Bahdin lidahnya mengampelas dan mencucuki, tak karuan Tuti menggelinjang mencoba menghindar, mulai tak karuan rintihannya, menolak campur mendesah,
Tubuh yang terborgol telanjang itu terkejang-kejang kegelian. Dengan bergaya sangat rakus Bahdin menselomoti bagian-bagian sensitif disana. Tapi sebuas apapun namanya lidah tentu tak seberapa. Sesekali digigitnya dengan keras pangkal paha, sengaja meninggalkan beberapa bekas gigitan.
Mulailah kini Tuti merintih fulll keenakan “shh.... ohh ....shh...ohh....”dengan tubuh kian bergetar. Sekian lama diselomoti Bahdin merasakan liang itu kian banjir. Diperkosa kok keeenakan.
"Oghhhhhh....." Sekuat tenaga Tuti menahan tapi apadaya memang dasar dirinya binal, haus birahi ditambah kelihaian lidah Bahdin, mencucuki kedalaman liangnya dikombinasi gosokan cepat di klitnya, tubuh mungil itu meledakkan orgasmenya, merintih panjang, menjepit kepala dengan paha sangat kuat akibat terkejang-kejang. Seksi nian kaki telanjang yang masih bersepatu kets, menjepit kejang leher yang meledakaan birahinya.
Bahdin kian menyiksa dengan mengemot kuat klit, dibarengi jari tengah menyelusup jauh kedalam tiang, mengesplorasi berbagai titik disana, memperpanjang Tuti kelojotan. Tangan terborgol lemas merangkul kepala yang seolah tak henti menggerus pangkal pahanya.
Dalam kelunglaian Tuti merasa, tubuh telanjang menjangkit menaiki tubuhnya, menindihnya. Pasrah. Sesuatu yang keras panas terasa mengganjal di perutnya.
"Bu Tuti salam dari Bu Stefani ...."
"Hah...kamu....kamu....." Tuti terkaget-kaget, pikiran cerdasnya kembali bekerja
"Iya Bu, saya Bahdin...."
"Jahaat.... kamu ...jahat.... Sterfani jahat...." histeris Tuti melampiaskan kengeriannya
"Maaf bu....maaf ....wah...ibu seksi sekali..." dengan nakal, Bahdin tak lupa menempelkan si otong di liang yang banjir bandang, sembari membelai payudara mengkal. Berkutat sekian lama, Bahdin memuji dan merangsang, meredakan rasa takut dan ngeri.
"Kamu...kamu..." Tak sanggup berkata-kata
Dua meni berlalu, Tuti sadar sepenuhnya, teringat ...ohh iitulah seks tematik yang dimaksud Stefani. Birahi hipernya bangkit cepat, sangat kuat ingin tahu apa selanjutnya.
"Maaf bu, saya disuruh, hanya tahap pemanasan, berhenti dulu, menunggu instruksi ibu" Pinggul Bahdin bergerak, membuat ular sanca menyenggol-nyenggol kepingin masuk mendekam.
"Maksudnya ...shhh"
"Skenarionya dilanjutkan menunggu perintah Ibu..."
Dirangsang sekian lama payudaranya tak henti dijamahi, benda keras panas diliang veginya, didorong
rasa ingin tahu. Tuti mengangguk. Rasa ngerinya menghilang cepat, tinggl gemetaran, diganti rasa berdebar-debar. Dirinya percaya penuh pada Stefani, ohh iya toh memang dirinya sedang menunggu Bahdin.
Mendadak rambutnya terasa dijambak, kepalanya terdongak. Dalam kegelapan terasa tubuh merayap menduduki perutnya. Batang keras menggeletak didada, diantara kedua pangkal susunya.
"Waduhhh... susunya mantap bener....hmmm" Tapak kasar menjepitkan kedua susunya, keras menghimpit batang keras. Perlahan Bahdin memajumundurkan pinggulnya, memaksa kedua payudara yang masih mengkal memeras si otong. "Shhh.....geli..."
Dengan kasar sebelah tangan menjepitkan kedua payudara pada batang keras, sambil pinggul itu dimaju mundurkan, memaksa payudara memasase penis. Sesekali gerakannya sedemikian maju sehingga kepala meriam menyentuh dagu Tuti. Ini adalah simbol perkosaan untuk mempermalukan korban.
Tuti mencoba menelengkan kepala tapi tak berdaya karena rambutnya dijambak.
Kian menunjukkan kekasaran, sambil tak melepas jambakan telunjuk dan jempol Bahdin memencet hidung Tuti, memaksanya bernafas lewat mulut, yang artinya memaksa bibir terbuka, saat terbuka langssung saja Bahdin mendorong masuk, sedikit saja hanya bagian helm. Seolah-olah buas, Bahdin menggerakan buah pelirnya menekan2 dada dan payu dara.
“Mau coba ...jangan malu-malu...”
Dasar memang binal, Tuti dengan gemas mengemot helm baja yang menyentuh bibirnya. Bila tadi malu-malu, karena terlanjut, kontan saja diselomoti. Hmmm mantaff ni ukran diatas rata-rata. Kian berdebar sanubarinya.
Bagi Bahdin, gairah perawan tua itu menselomoti adalah lampu hijau kebinalan selanjutnya. Dibiarkan sejenak Tuti menikmati hobi mengemot penis.
Merasa cukup phase itu, melanjutkan ketahap berikut, Bahdin menelungkupkan tubuhnya terbalik menghadapkan wajah ke liang yang terekspos, pahanya menjepit lembut sisi wajah Tuti, batang keras sengaja ditekan sedikit kehidung dan pipi. Langsung saja kembali Bahdin menyelomoti liang yang kian membanjir, dengan lihai, seolah kasar tapi membangkitan intensitas tinggi.
“Nggghhhhhhhh,,,,” Tuti mulai kembali menggeliat memperoleh rangsangan baru, pangkal liangnya digasak lidah Bahdin. Paha telanjangnya susah payah mencoba menjepit kepala Bahdin tapi sia sia. Tuti gelagepan dibekap kedua bola diwajahnya. Bermenit-menit kembali dalam kegelapan menerima rangsangan.
Menilai sudah tiba waktunya Bahdin membalikan badan,
berlutut diantara paha Tuti yang mengangkang, ditempelkannya kepala meriam di liang yang membanjir.
Ditekan keras, sedikit melesak, karena posisi kaki, lutut tertekuk, sepatu menapak lantai, membuat liangnya lebih terkatup rapat.
“Woowwww, seperti masih perawan, sempit nian??” Kembali ditekannya keras “Nghhhhhh” Tuti hanya mampu merintih, sesak liangnya disumpal benda keras.
Empat kali menekan, empat kali merintih, Amblas. Mulailah Bahdin memaju mundurkan batangnya dalam kondisi Tuti mengangkangkan kakinya selebarnya, tidak membantu, membuat Tuti kembali kelojotan. Santai saja Bahdin memompa membuat Tuti mulai merintih=rintih dalam kegelapan, tanpa daya menggerakan pinggulnya, hanya tubuhnya saja yang mulai tergetar.
"Sh.....sh...shh...." mulai mendesah keenakan, tangan terborgolnya mencoba menggapai tubuh yang meluapkan kenikmatan baru. Tuti menyadari nikmat terasa kian intens, kewanitaannya disodoki batang keras, tanpa terbayangkan wajah yang menggasak.
Digasak batang besar, bukan hal aneh. Diusia melewati empat puluh, single, pergaulan kalangan atas,
sekali-kali melayani lelaki yang mendekati, bervariasi ukuran yang dirasakannya.. Tetapi disodok sosok tak berwajah tak dikenal. mata ditutup ..hmmm sensasional.
Pegal berlutut, menggeser tubuh mungil itu kian ketengah bed. Membalikkannya, miring setengah menelungkup, dengan tangan terborgol keatas. Dengan kakinya di paksa paha mengangkang melebar. Pinggul Tui menelungkup, badannya miring, membuat liang veginya terekspos dari belakang. Bahdin kembali memasukkan batang kerasnya keliang vagina Tuti dari belakang, hanya sebatas topinya saja. Ditekan keras, amblas sebagian.
“Huh... mulus bener nih cewe...” Bahdin menggigiti kasar ketiak Tuti yang berbulu halus sisa dicukur, memaksa tubuh itu menggelinjang kegelian. Berkutat Bahdin menggelitiki ketiak itu dengan mulutnya. Tui yang kegelian tubuhnya menggelinjang, ketiaknya digelitiki sembari kewanitaannya digasak posisi baru.
“Wah goyangannya mantaff bener???" Kembali Bahdin menghajar liang itu dengan hujaman yang kini dilakukan dengan cepat tapi dangkal saja, tak sampai separuh.
“ohhh...aaaaahhhh....ohhh....aaaaahhhhh” Bermenit-menit Bahdin menghajar cepat tapi dangkal, membuat tubuh itu mulai menggeletar tak terkendali. Sedari tadi digasak diujung bed, sangat mempesona Tuti, apalagi kini setengah telungkup dihajar dari belakang, memuaskan fantasi liarnya.
Kian liar rintihannya.
"Oh...oh .." tidak banyak lelaki yang bisa menyangkaknya berturut meraih klimaks kedua, tapi ttm Ina ini, boleh juga. Tak berapa lama kembali tubuh mungil itu kelojotan digasak terus menerus tak kenal lelah dengan hujaman dangkal dan sedang. Tuti mengedan panjang meraih klimaks keduanya.
Diujung pendakiannya, mendadak ganas Bahdin menghajar kuat tanpa ampun, tanpa reserve, menyadari perawan tua ini adalah pemain tingkat tinggi. . Bahdin memberi pesan, siap ketahap berikutnya, Hard core.
Dimulailah pillow talk
"Mudah-mudahan ibu berkenan, saya cuma disuruh bu Ina"
"Hohh...iya...hhhh..." Masih ngos-ngosan Tuti mengiyakan, kagum service memuaskan. Wow beruntung benar Ina selama ini, sialan tuu anak tak pernah kasih tahu.
"Pesan bu Ina, dia mo dibuang Pak Karmin, katanya hanya ibu yang bisa menolong."
"Iya...iya... pasti saya bantu ...hh..." ditodong dalam arti harafiah. Bahdin masih menelungkupi tubuh telanjangnya yang terborgol, batang nya masih keras tertancap dalam, pejal. Teknik interogasi atau mengkorek informasi ini tak ada duanya. Tuti yang kampiun tunduk takluk sepenuhnya.
"Maaf bu, saya tak mau ikut campur urusan itu, tapi heran kalau Ina dibuang pak Karmin, siapa yang bisa bantu?" Sambil bertanya sedikit digerakkan pinggulnya membuat si otong meronta dalam kekepan Tuti.
"Ahhh... ada dehh.....err saya belum dilepas? gelap niii"
"Wah... belum apa-apa nii... masih ada kelanjutannya .. tapi terserah kalau ibu sudahan" Sengaja Bahdin menggoyang pinggulnya mengingatkan ular pyton masih bugar. sekejap mengorek liang kewanitaannya yang tengah reses menghimpun tenaga.
"Ooo masih berlanjut tooo ..gimana tuu" glekghhh apa pula ini
Bahdin membuka sedikit, next scene. Badan miring Tuti ditelungkupkan, tangannya lurus keatas kepala, tanpa sedikitpun batang itu lepas. Bahdin menurunkan diri dengan tiang yang tetap terpancang, membuatnya telungkup diatas tubuh telanjang Tuti. Kedua tangannya jahil, sebelah menangkup penuh payudara, sebelah lagi kembali memilin puting keras.
"Ngomong-ngomong, kenapa ibu panggil saya' Bahdin melepaskan bobot badannya menindih tubuh Tuti. Penis sengaja mengkorek keras liang dibawah sana. Bertanya dambil merangsang.
"Shhh.... mau tanya... ada masalah apa di pabrik..?, kok kamu keknya sering dipanggil Pak karmin?"
"Biasa bu...lempar-lemparan kesalahan. ...." Seolah emosi, Bahdin mengarang cerita yang sudah dipersiapkan.Intinya selaku teknisi selalu dipermasalahkan mesin ngadat sehingga harus lembur terus tanpa ada kompensasi yang berarti. Sedangkan logistik selalu dapat cipratan dari vendor yang mengirimkan barang kw3. Sudah tidak dapat bagian masih disalahkan, akhirnya tak tahan, ribut, kedengeran pusat, diusut. Kalo bagi-bagi kan nggak jadi begini?"
"Katanya kamu yang ngadu"
"Bukan ngadu bu, disalah-salahin kerja nggak becus, dimarah-marahin, diancam mo di pecat, yach terpaksa lapor ke pusat"
"ooo gitu tooo.." Tuti merancang ini orang nantinya bisa direkrut, harus diperhatikan. Apalagi walaupun kerempeng daya tahannya mantafff
"Ehh yang bisa bantu bu Stefani siapa? Pak Karmin aja udah mo buang dia"
"Hmm rahasia..."
"Ahhhh rahasia ... malas deh kalo ngomong kebanyakan rahasia.. biasanya sich boongan" Bahdin menghentikan garapan tangannya.
"Benar kok, Stefi pasti dibantu....
"Kalo saya sich nggak percaya..." biasa, saya sudah sering diboongin orang. Terakhir sampe kaki retak, cuti tak digaji, untung dibantuin bu Stefi, buat bayar kontrakan. Karenanya saya mau disuruh-suruh"
"Oo gitu too, tenang saja nanti Stefani akan saya bilangin ke Pak Ronggo, pasti dibantu, dia yang paling kuasa tenang saja..." tak sadar Mardiastuti, sekretris senior, keceplosan membocorkan rahasia yang dijaga rapat, dibawah todongan ular pyton dan gerayangan tangan montir pabrik
"Siapa tuu bu..." Bahdin belagak bloon, itu Dir Pemasaran bukan dir Bus dev yg dijadikan kecurigaan. Melanjutkan kembali jamahan erotis, melenakan Tuti kembali. "Memang dia bisa ngalahin Pak Karmin yang direktur, baru tahu ada manajer namanya ronggo?"
"Bisa dong, tenang saja, bilang aja ke bu Stefi begitu .." ayo dongg remas lagi .. jangan berhenti.." Tuti lega, lelaki ini tak tahu siapa Ronggo.
Lama Tuti mengorek-ngorek informasi, dikelabui Bahdin dengan informasi sungguhan yang rendah nilai infonya. Tuti cepat percaya buruh ini tak mengerti intrik besar yang terjadi. Hanya orang sial yang tak kecipratan saweran, jadi barisan sakit hati, pahlawan kesialan.
Tuti master gosip, Interogator ulung, kampiun gali rahasia secara seksoal, karena ditindas tengkurep tak berdaya, patudara pekanya digerayangi dahsyat, disumpal penis keras, mau tak mau cepat percaya penuh.
"Ahh... ngomong... melulu... perkosa lagi yaaa...." Bahdin mulai kehabisan peluru berbohong, mengalihkan topik, balik keadaan menginterogasi.
"hoooo ...ohhhh .... " memang sedari tadi menginterogasi sudah kembali pulih staminanya, walaupun ditengah todongan ular sanca yang kedut-kedut diliangnya sesak.
Tanpa sedikitpun kelembutan, kembali Bahdin menggasak, keras, menghajar dari belakang tubuh ramping yang tengkurap dibed. Hujaman keras pinggulnya melesakan penis keras masuk keliang yang sesak karena ppsisi menungging tengkurap. Susah payah Tuti menggeliatkan tubuhnya mencari posisi lebih baik menyangkak serengan baru, dengan kian mengangkang lebar, dan mengangkat bokongnya setinggi mungkin, dalam sudut optimal, batang yang mulai berulang-ulang melesak maju mundur.
Bahdin memanfaatkan momentum membalnya bed yang dihujam kuat, kian intens dirasakan Tuti, kekerasan menghajar dirinya dengan cepat. Ohh benar hebat pemerkosa ini, benar-benar jossss.
Bahdin menyiksa Tuti yang kembali meresapi nikmat dalam sensasi kepekatan total, Sensasi mencekam disodok batang besar lelaki yang baru suaranya saja terdengar, wajahnya sams sekali asing. Dirinya hanya bisa mendesah keenakan setiap kali lubang pekanya dijelujuri batang yang menyesakan.
Deraan kenikmatan Tuti berkepanjangan seiring Bahdin menghajar dirinya berulang dari belakang
“ahhh.... ahhhhh.....ahhhh.....ahhhh....” dalam kebutaan pandangannya Tuti hanya bisa merintih rintih menerima badai nikmat yang tak kunjung reda. Puas dirinya menikmati sensasi baru. Iri dirinya akan keberuntungan Stefani memiliki mainan demikian heboh.
Bahdin mengerahkan tenaga, mengatur nafas dan stamina merangset gadis setengah tua. Untunglah tubuhnya sedemikian ramping sehingga mantaff untuk digasak. Sedari tadi dirasa siotong sudah mulai kedut-kedutan, diatur nafasnya.
Bermenit-menit kamar itu memancarkan suara erotis rintihan binal.
Sekali berganti posisi, sedikit menaikan bokong itu berlutut, Bahdin menghajar ala doggy syle, membuat Bahdin bisa mengatur Stamina dan nafas, menggasak tempo cepat dan ringan. Gaya ini salah satu gaya favorit Tuti. Kian membahana, kepalanya merosot kebed, pinggulnya dilengkungkan maksimal, bokongnya menjulang mengeskpos liangnya untuk dihajar sepuasnya.
"Terushh.....shhh.....terushh....shhhh..." Tuti mengkomando, Hebat posisi tubuh Tuti, memudahkan lawannya merangsek kuat. Disambut Bahdin dengan menggasak payudara yang bergelantungan bergoyang dahsyat. Dipatuhi dengan meningkatkan tekanan kesisi liang bergantian
Tuti kini menceracau liar, menemukan dirinya mendaki kenikmatan berikut, pada posisi yang disukainya. Gila benar dirasakan batang itu mnyeruak berbagai sisi liangnya. Mengejang panjang, mencapia puncak. "Hohh.... puas bener...hhhh
Tak behenti sampai distu, tubuh yang kelojotan dibalik telentangkan, dimasukkan kembali batangnya dalam posisi misionaris, cepat lututnya keluar kesisi paha, berlutut, dijepit paha itu merapat. Sembari berlutut dan menelungkup, kembali diporakporandakan liang vegi tanpa belas kasihan. Posisi ini memaksa liang vegi Tuti sangat ketat menjepit batang kenyal yang sangat tertancap dalam.
Dengan paha terjepit, liang itu serasa liang anak perawan, ular sanca buas menyodok kesana kemari, meronta-ronta dalam liang yang berkedut-kedut meledakkan birahi.
"Ohhh.. ampun ...ohh.... ampun..." Shok juga Tuti yang berjam terbang tinggi dihajar habis-habisan.
Memang Bahdin ingin menanamkan impresi, terhadap wanita hiper ini, ada tokoh baru yang patut diperhatikan. Sergam memang seragam pabrik, tapi onderdil permium punya. Seolah audisi Bahdin mengerahkan keahliannya habis-habisan.
Bukannya memberi ampun, malah Bahdin mengulum mulut yang terbuka terengah, menghiba, dengan kuluman kuat. Dengan kasar bahdin mengngemot kuat menghisap oksigen wanita yang tengah dirangsek dahsyat liang veginya. Sebelah tangannya menjepit hidung mencegah menghirup oksigen.
"MMhhh.....mmphhh....mphhj.." Bahdin meniru teknik, kehabisan oksigen kian meningkatkan sensasi kenikmatan. Ditengah-ntegah oergasme yang berkecamuk, Tuti dalam kegelapan terbelalak matanya panik, seperti orang tenggelam, kehabisan nafas. Tak pernah dirasakan sensasi sedemikian menegangkan. Sedang kejang orgasme seharusnya tubuh memerlukan oksigen, malah ini sebaliknya. Histeris dan panik kian membubung seiring letupan-letupan klimaks, ....
Diujung batas kemampuannya, Bahdin melepaskan kulumannya, kontan meluluhlantakkan seluruh tenaga dan semangat yang tersisa menghambur keawang-awang. Sampai menetes airmatanya, tercekam kengerian kehabisan nafas dipuncak orgasme, tak ada bandingannya..
Tubuh gemetaran yang terisak, perlahan dibuka borgolnya, dilepaskan lilitan tshirt. Terakhir dilepaskannya ban kain menutup mata. Tetap terpejam Tuti meresapi sensasi yang barusan berlalu. Akhitnya, membuka matanya menemukan wajah Bahdin, yang tersenum lembut, menatap syahdu.
Perlahan, Tuti mulai bisa tersenyum, meresapi kehebohan barusan. Tak habis pikir dirinya. Fantasi liarnya tak seujung kuku pengalaman ini..
"Kamu jahat yaaa...." Tuti gemas mencubiti lelaki yang rapat berbaring disisinya.
"Aduh...aduh...aduhhh .... ampun...ampun ..." Melakoni perawan tua, Bahdin berteriak minta ampun, submisif.
Tuti kian agresif, kini lupa telanjang bulat, mengejar mencubiti terus menerus, melampiaskan emosinya, sehingga suatu saat jemarinya menyenggol ular sanca yang tgang mengacung. Gemas diremasnya. Kagum, hebat stamina buruh parbrik ini.
Perlahan emosinya surut, berganti dengan rasa aneh. Menggenggam atau mengemot penis adalah hobi anehnya, apalagi yang size atau staminannya diatas rata-rata.
Talk pillow kembali berlanjut, kali ini Tuti kembali pada posisinya memegang kendali interogasi. Interogasi berlangsung menguntungkan Tuti yang kini melaksanakan metode penyiksaan yang bisa dituduh melanggar HAM. Sambil bertanya tak lupa menyiksa dengan kekerasan, meremas kuat atau mencekek, bila dirasa jawaban kurang berkenan, tak jelas atau berbelit-belit.
Akhirnya bagi Tuti dirasa keseluruhan jawaban Bahdin sangat memuaskan, jauh lebih cukup untuk dilaporkan ke partner durjananya, geng motor. Diyakini sudah tak ada lagi rahasia yang tersisa, sudah tak ada lagi informasi yang bisa diperas.
"Kok tak dikeluarin Bahdin?" Topik sudah habis, Tuti puas atas jawaban Bahdin. Berlanjut ke topik lain.
"Err... dilarang Bu Stefani.."
"Lho kok aneh.."
"Kalo mo keluar harus ijin Ibu dulu...." Bahdin kian memantapkan posisi
Tuti meyimpulkan kekecewaan Bahdin selaku buruh pabrik. Ekstra kerja keras, ekstra dimarahi tanpa ada ekstra pemasukan, terbalik dengan yang lain. Sering dipanggil ke pusat karena ulah Ina mencari hiburan. Pantesan Ina ketagihan, hiburannya dahsyat begini. Bole juga ni jadi gigolo, demikian simpulan akhir.
Sebagai tanda terima kasih, Tuti dengan semena-mena membiarkan Bahdin cenat cenut, disuruh minggat.
Merasa sudah dapat informasi, dengan berpura enggan karena tak tuntas, Bahdin mengenakan pakaiannya, melangkah pergi, sesekali menengok berharap nambah. Dicuekin cewe egois.
Berjalan jauh keluar dari kompleks club house, seolah mencari ojeg. dijemput Stefani.
Mardiastuti, menghempaskan badan langsingnya yang lemas, menyeringai puas, tertidur. Toh nanti agak siangan, baru para durjana akan datang. Persiapan juga kalau nanti harus kerja keras.
sSs
Tuti melaporkan, bahwa sekretaris Karmin siap direkrut. Bisa tetap diposnya dijadikan mata-bata, atau disingkirkan.
Sedangkan teknisi pabrik yang disinyalir sumber kebocoran informasi dan pangkal timbulnya gejolak. Bukan mata-mata atau kaki busuk. Tetapi karena para pemain dibawah kurang main cantik, serakah tidak mau mencipratkan sedikit ke yang terkait. Seringnya dia dipanggil ke pusat atau rapat, lebih karena keisengan Sekretaris cari cari alasan memanggil.
Proyek disinformasi berhasil baik
sSs
Sejak pagi itu juga, para suami, Rusdi dan Deni datang ngapel pakai motor boncengan, rada kesal menunggu semalaman para istri tak pulang. Rusdi punya motivasi lain sejak ada sedan baru, punya hobi pamer, setiap ada kesempatan keluyuran. Sedangkan Deni memanfaatkan kondisi istrinya sedang berduit juga belanja mingguan kebutuhan balita. Tapi mereka langsung terdiam, setengah disemprot karena tengah sibuk memonitor jalannya operasi rahasia. Marni harus konsentrasi penuh memantau agen lapangan Stefani dan Bahdin.
Akhirnya diputuskan Bapak anak jalan ke mall, disumpel beberapa lembar uang merah.
Didalam perjalanan menuju Jakarta, Bahdin menceritakan info yang bisa digali, Bapak Ronggowaskito adalah dalang tersembunyi. Stefani menelepon Ina yang sedang standby bersama Marni di ruang kerja, untuk mengupdate model pola pergerakan karier mutasi promosi puluhan manajer selama 6 tahun.
Sesampai dirumah, diruang kerja Stefie langsung membahas penelitian yang sudah dikerjakan, ketiganya seru menganalisa satu persatu nama pejabat selama Ronggo pegang posisi suatu jabatan. Memilah mana saja yang diberi catatan interest person.
Sedangkan Bahdin langsung terabaikan. Ketika dilihatnya Ida sedang santai tidak ada balita yang diurus "Ida tolong kencengin ikatan perban kaki ya? sebentar saya ganti celana dulu" Sedari tadi relatif banyak bergerak, Bahdin khawatir ikatan perban kakinya berubah. Menuju kamar Ina tempat pengungsiannya sementara, tukar celana dengan kolor pendek.
Ida datang menyusul untuk merawat dengan membuka dan membasuh air panas sebelum memasang perban karet. Selaku suster yang cermat dan kekasih yang perhatian, membasuh dilakukan dengan telaten bahkan cenderung berlebihan. Sebentar saja segera terlihat ketegangan dibalik celana kolor. Dengan nakal disenggol dan digodaiin, ular sanca sedari tadi pagi sudah emosian, kini semakin bikin kepala cenat-senut.
Ina masih rada sungkan masuk kamar Ina tanpa kepentingan, apalagi melakukan hal macam-macam. Bila penghuninya tidak ada atau kekantor, mungkin berani, pasti sudah diperkosanya lelaki ini, mumpung suami dan anaknya sedang di mall. Tapi kali ini beda, pemilik kamar ada sedang kerja.
Ida khawatir dituduh memonopoli menuju ruang kerja dan interupsi tim cantik yang sedang seru menganalisa, "Lapor, agen rahasianya cidera tuhh"
"Hahh...." Ina kaget, "Stefani ya udah lanjutkan, input saja variabel barunya nanti kita analisa bareng" Memang tugas mapping mutasi dan pergerakan pejabat kunci adalah job khusus Stefani.
Bergegas Ina kekamar guna memeriksa pujaan hati. Sambil melangkah merasa heran, rasanya tadi tak ada apa-apa. Tapi dirinya tak mau ambil risiko seperti kejadian lalu, disusul Marni dan Ida.
Bahdin sedang berbaring di bednya, ban karet sudah dilepas. Terlihat bekas dibasuh. Diserbu Ina tanpa baca diagnosa awal. Dahi dipegang normal, kaki diperiksa tak masalah. Dengan terheran Ina menatap Ida.
Ida menjelaskan, "Perban karetnya perlu diganti, tapi sementara masih bisa dipakai. Saya pasang lagi perban karetnya, sambil mulai mengikat "Ina urus yang itu ..." dengan dagunya Ida menunjuk kolor Bahdin
Ina Marni memfokuskan atah yang ditunjuk, dan segera menemukan tonjolan keras. Tanpa sungkan Ina meraba dari lubang celana kolor, mendapatkan batang yang sangar, tegang penuh.
"Apa... kenapa .." Ina bingung, Reflek langsung diperiksa si otong kecintaannya, malah kian sangar emosi.
"Mas, kok masih tegang.?" Marni yang lebih peka ikutan meremas dan mendekatkan wajah mesra, menginterogasi.
"Kalian ini keterlaluan, masak kirim agen rahasia tugas undercover, waktu pulang tak diperhatikan, periksa dulu dung. evaluasi psikologi, cek kesehatan, atau apa kek. Ini pulang tugas cidera, kaki cidera, tubuh cidera, tak ketahuan" Ida menggoda bercanda
"Memang kalau cewe udah pada kumpul idenya nyusahin orang aja. Kali Ini disuruh memperkosa cewe...hah... aneh-aneh aja. Sudah menyuruh tak tanggung jawab"
"Tidak tanggung jawab bagaimana?" Ina kebingungan
"Lho memperkosa memang pakai apa neng? pakai jempol?"
"Memang tidak dituntasin?" Marni membela madunya mencari alasan pembenaran
"Tugasnya kan memperkosa bukannya ngebuntingin?" Bahdin polos.
"Hah... " Marni dan Ina langsung tersadar. Kian membumbung respeknya. Mana ada lelaki yang tak nyikat ikan asin, ehh kucing nyamber cewe seksi?"
Terkikik-kikik ketiganya, cepat saja berkembang kebinalan. Bila berdua saja binalnya pangkat dua. Apalagi bertiga, tanpa perikemanusiaan Bahdin langsung ditelanjangi. Ina fokus memesrai wajah Bahdin, setengah bersimpuh, dada busungnya ditekan di dada kerempeng, wajanya mencumbu mesra kekasih pujaan. "Maaf ya mas.. Ina tidak tahu, untung ada suster cantik yang perhatian"
Dibawah sana, Marni memulai fokus melatih teknik hand job yang di latih terus oleh Stefani dan Ina.
Sedangkan bagi Ida ini kali kedua dirinya melihat langsung penerapan teknik hand job. Permainan Marni masih jauh dibanding Stefani, masih belum mampu mengiring desakan ledakan kian membumbung, belum peka terhadap kedutan siotong.
Sekian lama Bahdin masih bisa bertahan dengan mengalihkan perhatiannya pada wajah manis yang mencumbunya, kedua tangnya melampiaskan kegemasn dengan menelusup kedalam blouse Ina, menangkup sepasang payudara ranum nan mengkal.
Sekian menit berlalu, pengeroyokan tak seimbang belum juga menumbangkan lelaki ini. Ina merasa kian bangkit birahinya bercumbu mesra sekian lama, sembari payudaranya digasak hebat.
Tiba tiba terdengar suara kendaraan masuk, suara sedan baru. Tampaknya para suami dan anak sudah pulang. Pontang panting Marni dan Ida membereskan diri, segera kabur meninggalkan korban pengeroyokan. Situasi berbalik sertus delapan puluh derajat. Pertandingan menjadi seimbang.
Tak kalah gemasnya, kini Bahdin yang menelanjangi Ina. Cepat saja gadis langsing itu memapangkan pesona belianya. Bahdin menggeser tubuh ke sandaran bed, setengah menyeret Ina ke arena pertandingan baru, real fight. Tentu ina mengetahui posisi tersebut, posisi yang menjadi kesukaaannya, her on top, dipangku. Gemulai Ina berjongkok, mengamblaskan perlahan si otong yang sudah konak sedari tadi pagi, butuh beberapa kali upaya untuk mengamblaskan sebagian.
Bahdin merasa lebih lega, dikocok sekian lama oleh Marni, tak sebanding dikekep liang sempit gadis ayu aristokrat ini. Lega si otong menemukan kehangatan.
Memangku gadis ini mengguggah rasa disanubari terdalamnya. Perlahan-lahan setiap perjumpaan dan keintman, mematri benih kasih yang kian terpendam. Marni cinta monyetnya yang kini kembali berkembang, Ina cinta sejatinya.
Memandang wajah ayu sedemikian lekat, Ina merasakan sorotan mesra memuja tanpa kata.
Ina menyadari sepenuhnya, sikurus kering ini tak pernah menuntut apapun, bahkan cenderung menghindar. Harus di pepet baru dia bergejolak.
sSs
FLASHBACK
Gladiresik, sengaja dikisahkan dibelakang agar tak menjadi spoiler saat Bahdin menundukkan gang motor
Permintaan lawan ketemu Bahdin demikian cepat, membuat persiapan undercover agent dilakukan pontang-panting.
Saat gladiresik atau latihan role play perkosaan, Stefani bertindak sebagai sutradara menumpahkan imajinasi fantasi seksualnya, menuntun Bahdin sebagai aktor dalam skenario pemerkosaan dan Ida sebagai aktris korban yang diperkosa, tokoh Tuti target operasi.
Sedangkan Marni dan Ina selaku konsultan teknis penulis cerita, mengembangkan dialog pembicaraan, merancang detil ucapan, ancaman dan terpenting pertanyaan tersembunyi mengkorek informasi.
Gladi resik dilakukan dengan sungguh-sungguh, mengingat lawan yang nanti dihadapi adalah wanita senior, kampiun seks, bukan sekedar abg perawan.
Ida gampang saja menlakokan ingnya, tinggal mengikuti arus kejadian dengan response natural. Mengikuti alur korban yang disergap, diikat dan ditutup matanya, dan terakhir ditelanjangi. Selaku yang pertama bugil, malu juga dirinya ditelanjangi, tapi untunglah karena mata ditutup, jadi tak terlalu malu.
Sedangkan Bahdin awalnya lancar saja, tetapi ketika mulai melakonkan adengan penetrasi sesungguhnya, mengalami kesulitan karena masalah teknis, si otong tak bersedia bangun dihadapan audiance ehh para pekerja film. Akhirnya setelah disepakati semua partisipan dari sutradara sampai penulis cerita ikut menanggalkan pakaian bugil, si otong baru mau menjalankan tugas.
Akting dilakungan dengan real. Akting awal dilakukan berulang-ulang, sampai aktor dan aktris menemukan penjiwaannya, alur cerita mengalir lancar. Bahdin mengikuti perintah sutradara Ina, berulang mencoba latih adegan demi adegan. Mulai bersembunyi, menyergap, mengelabui, menelanjangi, dan tentu saja mengoral.
Ina dan Marni kian merah padam wajahnya, merancang dialog yang harus terdengar menyeramkan, saat adegan kian memanas dan mencekam. Apalagi saat mulai korban ditenjangi dan aktor mulai menanggalkan diri telanjang, mamampangkan si otong pujaan bersama.
Susah payah merancang merancang dialog kalimat saat harus menyaksikan sang pujaan mengerjain korban dan menghayati adegan demi terciptanya percakapan yang natural pemerkosaan. Entah karena kelewat penjiwaan atau empati terhadap korban, Marni dan Ina tak kalah bergejolak birahinya.
Terlebih lagi saat memasuki scene penetrasi, Ida yang terikat, tersumpal, tertutup mata, sudah tak perlu lagi akting, sepenuhnya menjiwai, sepenuhnya merintih keenakan, mendesah terkejang=kejang, bahkan kelojotan meledak birahinya sungguhan, tanpa bisa ditahan. Wong memang matanya yang ditutup, gelap pekat, hanya bisa merasakaan nikmatnya gasakan lidah sang pahlawan dan siotong yang merangsek dahsyat tak berkesudahan.
Adegan terhenti saat memasuki skenario interogasi, karena aktris korban loyo lunglai kehabisan nafas dan stamina, akibat keenakan berulang-ulang, akhirnya minta mpun sungguhan tak kuat lagi digasak berturutan, tak kuat lagi memerankan aktris korban. Kegelapan mencekam dan kenikmatan digasak adalah kombinasi seksual yang luar biasa.
Terpaksa sutradara Stefani mencari stuntwoman, aktris pengganti. Semena-mena sutradara menggunakan hak prerogatifnya menentukan stuntwomen, mengambilalih peran aktris, yaitu dirinya sendiri. Tak bisa disalahkan, sang sutradara yang paling liar imajinasi fantasi seksualnya sudah nyut-nyutan sedari tadi. Untunglah datang kesempatan, aktrisnya semaput.
Tanpa menyiakan waktu shooting, Ina menggunakan syal mengikat tangannya, dan menjangkit bed, menendang ida yang lemas tengkurep kelaur bed, menyuruhnya istirahat sejenak. Ban kain penutup dipindahkan, menjadikan Srefani kini ganti diselimuti kegelapan pekat. Bahdin tak berdaya memberikan masukan apapun, manut saja disuruh kembali menggasak dengan berulang-ulang dengan sunguh-sungguh. Sial sungguh tokoh kita diperbudak empat wanita bugil menggiurkan.
Saat sutradara memerankan sebagai aktris, sudah dapat diduga, shooting adegan perkosaan mulai kacau balau. Adegan berlangsung tanpa skenario, semua awalnya mengikuti arahan sutradara, tetapi kini pengatur lakon mulai merintih-rintih, kehilangan kewarasannya digasaki aktor kita. Akibatnya skenario menjadi skenario on the fly.
Konsultan perancang dialog pun kian merah padam mukanya, menghayati adegan yang sangat membara ini. Kreativitasnya buntu. Marni dan Ina kian berimajinasi liar, ingin merasakan bagaimana diperkosa oleh kekasih pujaan. Tapi tuntutan tugas memaksa harus bersabar.
Hanya Bahdin yang masih utuh akal sehatnya, kebingungan, akhirnya konsentrasi saja, merangsek tubuh langsing semampai Stefani yang menggeliat-geliat kian membahana, melesakkan batang penisnya ritmis perlahan namun kuat. Bahdin mengatur nafas dan tenaga dengan baik, mengalihkan perhatian pada hal-hal lain, mengurangi cenat-cenut si otong ingin meledak.
"Ssshhh...Ssshhh...Ssshhh..." Stefani yang diselubungi kegelapan total, tak ubahnya Ida, tak berapa lamapun takluk pada sensasi mencekam gairah membara, tak kuat menahan letupan puncak kenikmatan. Sutradara kelojotan lupa diri, shooting adegan mendadak berhenti. Para pekerja filem tak tahu berbuat apa-apa, sang sutradara tengah ngos-ngosan membubung ke langit ketujuh. Terpaksa menunggu.
Entah berapa menit berlalu, akhirnya pun Stefani kembali datang kewarasannya, malu sendiri. Menutup jengahnya "Err... aku pulang dulu ...." lemas memungut pakaian dan mengenakannya, menelepon pacarnya minta jemput. Pura-pura cuek dipelototin crew film. "Err... latihan nya lagi biar semakin lancar... sudah malam... pulang dulu yaaa?" Stefani kabur keluar kamar, menutupi rasa malunya, menunggu dijemput pacarnya.
Mendapat teman kabur, Ida pun ikut melarikan diri dengna pasang alasan lihat anak-anak.
TInggallah kini aktor pemeran utama dan sepasang penulis cerita. Marni dan Ina saling melirik, terakhir ketawa geli sendiri. Kini tinggal mereka bertiga, suasana kembali mencair, hangat dan romantis.
"Mas... Ina mau coba juga dungg..." anak mami, selalu duluan minta kalau ada keinginan. Ina mengharapkan ingin nyoba diperkosa juga.
Bahdin, tertatih beringsut ke bed, mengistirahatkan sebelah kakinya yang sedari tadi dijadikan tumpaun. Lega bisa telentang. Lutut dipinggir bed, kaki menjuntai dilantai, istirahat "Kaki pegel .... sini aja...." Bahdin menggapai Ina.
Ina menghampiri, beringsut naik ke bed, sedikit bertanya-tanya mau diapain? Melihat Bahdin beringsut dan telentang segera Ina menyadari, kakinya belum pulih.
Tanpa banyak bicara, Bahdin memenuhi permintaan Ina. Lain yang diharap Ina, lain yang didapatnya .
saat menyambut jemari Bahdin.
Bahdin menarik Ina bangkit hingga terpaksa bersimpuh, dikulumnya bibir Ina dengan bernafsu, yang disambut dengan tak kalah binalnya. Ina melampiaskan kegemasannya yang ditahan sedari tadi dengan melumat dahsyat bibir lelaki ini. Urusan klum mengulum, bibir menggairahkan Ina tak bosan-bosannya dikemoti Bahdin.
Tak lama menumpahkan kemesraan, dirinya ditarik Bahdin, untuk jongkok mengangkang diwajah Bahdin. Shok dirinya mengetahui apa yang akan dihadapi, tak pernah Ina di oral Bahdin selama ini. Dikuatkan dirinya saat terasa lidah Bahdin mulai mengkilik-kilik kewanitaannya. Bahdin memenuhi pinta Ina, dikiranya Ina minta di oral.
Mulailah Ina menggeliat kegelian, lingkar luar liang kewanitaannya dan seputar pangkal pahanya disapu lidah Bahdin memanfaatkan kekasaran lidah. Berkali kaali dalam sapuan lidah kasar mengampelas lembut mulusnya paha Ina. Kejutan baru area kewanitaannya dicumbu penuh gairah oleh pujaan hati. Ina menggigit bibirnya menahan rasa gejolak yang kian membara.
Tak diketahui Ina yang mendadak shok menunggangi wajah kekasihnya, Bahdin menggapai Marni, yang bingung mo diapain. tapi cepat langsung mengerti. Saat jemarinya disambut, Bahdin menuntun dirinya untuk ikut menunggangi. Bila Ina pangkal pahanya menjepit mendekap wajah, sebalknya Marni menduduki pangkal paha tautan jiwanya.
"Shhh....." pucuk dicinta ulam tiba, Marni menemukan mainan, batang penis yang mengacung, langsung saja di sergapnya, dipaskan di liangnya, dan mendesakkan pinggulnya turun kuat perlahan. Disergap kepejalan mendadap, Marni mendeprok lemah, bertumpu tangannya diperut Bahdin, sedikit terengah mengarur nafas.
Mulailah pengalaman baru keduanya bekerja sama mengeroyok dan memperkosa sosok lelaki kurus kerempeng. Sebaliknya Bahdin mencoba pertandingan simultan, sekaligus berbarengan memenuhi hasrat menggebu keduanya, mengistirahatkan kakinya yang cidera.
Marni, wanita molek yang bertenaga baru, berrgairah memulai tarian erotis pinggulnya. Tarian yang kian yahud, otot veginya meremas dan memilin batang keras dikombinasi penggulnya yang meliuk-liuk dahsyat. Semakin setanding Marni merangsek kesangaran si otong, dengan putaran pinggulnya yang berkali-kali bak mematahkan batang keras itu.
Dihadapannya tubuh Ina sama dalam posisi menunggang, semakin menggelinjang kegelian disengat kenikmatan intens tinggi, gempuran kasarnya lidah bahdin, mengampelas kewanitaanya yang sangat peka.
Permainan lidah Bahdin sistematis, perlahan mulai dari area terluar, melingkar kedalam, kali ini ke perinium, antara liang anus dan vagina, menjengkitkan geli yang teramat sangat. Berkali kali Ina tersengat geli tak terkira. Serangan lidah berpindah bervariasi, mengulum lembut bibir vagina, labia mayora, membangkitkan rangsangan kian hebat. Mulai tak tahan, Ina memegang kepala lelaki itu, kepalanya mulai tersentak terteleng kiri kanan tak karuan, berkali kali menerima sengatan kenikmatan.
Mulailah lidah Bahdin mencucuk ringan sesekali dan semakin dalam bergantian, liang kewanitaannya, dan labia minora, memaksa Ina mulai menggeliatkan pinggul keenakan, yang mulai dicengkeram erat tangan Bahdin. Sebelah tangan Bahdin sesekali mulai memijat perlahan klitoris, daging menonjol yang tersembunyi dilipatan bibir vagina, kian menyentakkan tubuh Ina. Ina mulai mendengus mengerahkan tenaga menahan geli dan nikmat.
"Oh...oh..." Tubuh Ina kini melengkung kebelakang, disambut Marni yang mengerahkan tenaganya menggilas batang keras dikewanitaannya. Kedua wajah saling menempel pipi saling menguatkan, berpadu saling menguatkan, saling menumpahkan gairah.
Mendapatkan dukungan ddekapan tubuh halus Marni dibelakangnya, tangan Ina melengkung kebelakang mencari pegangan leher Marni debalakangnya. Kini Marni yang kian mengerahkan tenaga mendekap erat tubuh telanjang madunya, mengalihkan siksa derita kesesakan divaginanya.
Ina yang didekap Marni seolah mendapat semangat baru menyangkak rangsangan hebat dikewanitaannya.
Kombinasi pijatan jari Bahdin dan cucukan dalam lidah ke liang vaginya, mulai menghantar Ina menggelinjang keenakan tak terkendali. Bergantian Bahdin kini mengulum bibir kemaluan dan kelentit bergantian sembari menekankan keras ujung lidah ke klitorisnya.
“Shhh...shhh....shh...’ Ina mulai mendaki klimaksnya dirangsang demikian intens.
Merasakan Ina kini, kian menjelang, kedua tangan Bahdin beralih sasaran, langsung menyergap bokong Marni, “Oghh...” dengan keras, Bahdin mencekngkeram bokong telanjang itu untuk kembali mulai bekerja, bekerja keras. Sedari tadi sudah diberi waktu bermain sendiri. Kini Di goyangkan dengan kuat pinggul Marni, memaksa bekerja lebih giat dan lebih keras, melesakkan vaginanya menghantam kebatang yang keras bak tiang pancang.
Mulailah kedua wanita ini saling merintih, Bahdin mengerahkan segenap kelihaiannya menaklukan simultan keduanya, ditengah birahinya yang kian ke ubun-ubun.
Marni mulai mengerahkan sekuat tenaganya, terpacu oleh Ina dalam pelukannya yang kini juga tengah merintih, mencoba membantu sekuat tenaga. Pinggul Marni mulai diputar melesakkan batang Bahdin, mengulegnya dengan binal. Marni seolah meminjam tenaga memeluk erat tubuh telanjang Ina, yang kini mulai kelojotan, bak penari kejang, menggapai klimaksnya.
“Nggghhhhhhhhh.... “ Dengan merintih panjang, Ina melepas klimaksnya, punggungnya melenting kebelakang didekap Marni. Pahanya kurang ajar kejang menjepit keras wajah kekasihnya, didalam sana lidah Bahdin bekerja keras mencucuki dan menjelujuri kedalaman liang yang banjir bandang.
Dirangsang Ina yang erotis kelojotan, Bahdin tak tahan lagi, kelojotan tubuhnya menerima remasan dahsyat otot kegel vegi Marni, yang menghantami keras si otong, karena pinggulnya dicengkeram paksa bekerja keras. Marni pun tak ada bedanya, tak berdaya, mengerahkan tenaga mengikuti kemana trangan mencengkeram itu mengarah, melesakkan batang keras, ke berbagai sisi kewanitaannya, meledak dahsyat.
Ina dan Marni menumpahkan rasa, saling berangkulan, saling menempelkan pipi, saling terengah-engah. Marni kelojotan, tak hentinya tangan itu mencengkram dan memaksa pinggulnya memerah dan memerah, Ina pun bernasib seruba, liangnya di cucuki dalam dan ganas.
Bonus Video
Menikmati Perawan
Bonus Video
Menikmati Perawan
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini