Ritual baru mingguan terus berulang memantapkan hubungan batin ketiganya. Tak kalah penting saat ketiganya telanjang tergeletak lemas, terjadi diskusi pembelajaran tentang permasalahan dan kecurangan yang terjadi di pabrik dimasa lalu. Didorong keingintahuan Marni dan landasan teori Ina, Bahdin terus diberondong kedua wanita itu dengan berbagai pertanyaan teknis. Jadilah kini Bahdin yang diperbudak kedua wanita ini. Sudah diserap saripatinya, disedot pula ilmu dan pengalamannya.
Marni dan Ina belajar sangat efektif dengan metode ini, weekend teori dan diselingi kesegaran jasmani, hari wekdays praktek lapangan. Berbeda dengan jaman mahasiswi dulu Ina yang hobi membolos, kali ini maunya minta jam tambahan.
Sebulan berlalu, ditengah posisi barunya sedikit banyak Marni mendapati tekanan berat, selain akibat membereskan pekerjaan yang berantakan ditinggal Darmawan pendahulunya, kemampuan akademisnya terbatas, pengalamannya yang masih sedikit, manajerialnya minus. Bermodalkan kepribadian tegas, tak malu belajar bertanya, private teacher, dan kelompok belajarnya, mendampinginya menganalisa hal baru dan memutuskan bersama-sama, mengantisipasi beragam kecurangan yang dulu kerap terjadi.
Hal baru lain, Marni terkaget-kaget mendapati transfer gaji yang baginya jumlahnya tak masuk akal. Tak disangka gaji level manajer admin pabrik mencapai 20juta. Marni sebenarnya belum diberi full gaji, masih 70%, sisanya nanti setelah evaluasi triwulanan.
Lain halnya dengan Ina, kecerdasannya mendorongnya mempelajari teknik oral sex. Ina menyadari secara sendirian belum mampu membuat Bahdin tuntas tas tas. Melalui learning by googling dipelajarinya teknik hisap, pijatan, peras,pelintir, kocok apakah itu batang, kepala, buah zakar dan perinium.
Karmin, selaku direktur keuangan, pada awalnya menetapkan Marni sebagai pengganti manajer yang diduga melakukan kecurangan, atas masukan Bahdin, hanya sekedar pengangkatan sementara. Karena CV Marni sangat tidak memadai. Kinerja Marni dipantau secara ketat, tiap hari lewat file online di server perusahaan.
Karmin tak menyangka Marni kinerjanya tak jelek-jelek amat. Tujuan utama terpenuhi mencegah muncul order permintaan ribuan part dengan data stock yang akurat, karena berhasil mengupdate kartu stock dg data server, selain itu, berkali-kali dirinya dikejutkan oleh catatan dan pembukuan Marni, hasil kerja yang tak jauh berbeda dengan manajer yang sudah berpengalaman. Memang masih banyak perlu dipoles tetapi secara prinsip cukuk memadai, bahkan punya nilai plus : tepat waktu.
Tak putus heran dipanggilnya Bahdin melalui jalur formal, sekretarisnya ke Manajer admin pabrik yang baru. Keberangkatan Bahdin dari pabrik ke pusat diketahui seluruh staff admin pabrik.
“Bahdin, hebat juga yach kerjaan manajermu itu” Kamin memaksudkan Marni, pegawai baru yang disodorkan Bahdin. “Kok bisa yaaa?” Sekolahnya kan Cuma D3 tak tamat, lain jurusan, pegawai baru pula”
“Tenang aja Bos, bodo-bodo begini ane juga tau kebutuhan bos, sekolah pas-pasan tapi karena sering bos ajak ngobrol sedikit banyak ane tau arah perusahaan, apalagi ane orang lapangan”.
“Tapi nggak mungkinlah Marni bisa begitu canggih, apa rahasianya?”
“Sebenarnya gini boss, itu kerjaan berdua, Marni dengan Ina, kan keduanya ane yg ngusulin. Ina menang sekolahan, Marni menang karakter, dikombinasi keduanya kompak. Tapi yang paling penting boss: jamin dua ratus persen bisa dipercaya dan loyal. Orang bodoh gampang diajarin, orang loyal susah dicari. Percaya deh, perempuan kagak bakalan macem-macem. Yang penting jangan diomelin. Kalo bos marah, jangan pakai mulut, cubit aja”
“Oooo gitu tohh, lha kalo nanti tandemnya dipisah bagaimana?”
“Naaa gini boss, kecurangan yang dulu terjadi kan karena sistem kantor pusat gagal mendeteksi, kecurangan digudang/lapangan dan dipabrik, karena disusun tanpa menyadari kondisi lapangan sudah berubah jauh. Kagak nyambung gituuu, Nah sekarang bos bakalan punya kandidat manajer akuntansi di kantor pusat, tinggal bos bimbing aja. Nggak bisa dibiarin tuh manajer lama membiarkan bobol parah seperti lalu. Percuma gaji gede dia harus .... apa itu istilah boss ... awareness .... antisipatif”
“Wah ingat juga omongan saya. Hmmm betul juga....bole dee usulmu, yg mana calonnya, Marni atau Ina”
“Menurut saya sih boss, manajer admin pabrik lebih simple, harus tegas dibanding kantor pusat, jadi lebih baik Ina yg sekolahnya tinggi yg ke pusat. Bos yang bimbing, anaknya penurut dan pintar, anak orang kaya jadi kecil kemungkinan macam-macam. Marni yang galak biarin dilapangan buat marahin ane yang suka ngabur”
“Oke kalau gitu, dari pada head hunting, hasilnya belum tentu, lebih baik fresh intern sendiri. Pake konsultan job rekrutmen jarang ada yang bermutu, banyakan kutu loncat, belum apa-apa minta fasilitas ini itu, kerjanya belum jelas. Wedew idemu bole juga tuh utk dikembangkan, yaitu bea siswa bagi karyawan berprestasi. Hmm dalam waktu dekat berarti Ina harus diajari corporate culture?
“Apaan tuuu bosss...”
“Gitu dee..., mulai minggu depan diskedulkan tentir tiap minggu: wajib buat Ina, Marni kalo memungkinkan saja hadir karena udah pegang posisi, tapi kamu juga.harus dateng, Cape saya ngomong sendiri, kamu yang banyak ngajarin tentang teknis, saya nambahin dikit2 tentang corporate culture err poitik perusahaan gitu dehhh, ntar sambil dengerin tahu sendiri. Konfirmasi dulu orangnya bersedia nggak?, Jangan sampai kalau udah diproses tak mau alasan ini itu”
Keluar dari ruang, tak lupa mampir ke Stefani cewe cantik galak, penjaga pintu, sekretaris direkstur finance, membisikan "mungkin minggu depan selasa ada meeting, disini, empat lima orang, butuh ini, ini, ini, ini, ini"
Stefanie sang sekretaris, cuekin saja. karena belum ada instruksi dari bossnya.
Sepulangnya dari pusat, Bahdin langsung menuju ruangan Marni, yang besar mewah dan ber AC, lengkap dengan sofa utk tamu. Melewati aula besar diantara belasan meja staff, dan empat kubikal untuk aoffcer, yang rata2 wajahnya menunjukkan pertanyaan, ada apa nii pengawas mesin baru pulang setelah dipanggil direktur pusat, siapa lagi yang kena pecat, paasti manajer baru?.
Walaupun sudah setubuh dan sejiwa di dalam pekerjaan, Bahdin selalu menempatkan diri jadi bawahan yang sopan, menunggu dipersilahkan masuk duduk menunggu.
Sampai sekarang Marni selalu tergeli-geli, melihat menunggu baru dipersilahkan masuk oleh sekretarisnya, lalau dirinya mempersilahkan Bahdin duduk dihadapannya, tapi demikianlah ajaran Bahdin, agar wibawa Marni menjulang tinggi dimata orang lapangan. Walaupun pintu terbuka pembicaraan dalam ruang Marni tidak terdengar bagi staf lain, selain karena luasnya gedung admin pabrik, juga suara berisik dari luar.
“Mbak, boss kagum hasil kerja mbak, nggak percaya gitu”
“Masa sihh... nggak percaya”
“Yach emang gitu dech selalu nggak percaya kalo dibilangin yang betul, mau taruhan lagi?”
“Nggak...nggakkk, Marni sudah kapok kalah terus. “Mana buktinya”
“Tunggu aja, paling diemail” “Saya juga sudah nyodorin Ina ke Pak Karmin, beliau manggut aja”
“Tunggu bentar .... “ Dipencetnya interkom “Tolong panggilkan Ina tolong keruangan saya dengan membawa laporan part terakhir, ditunggu Pak Kamin besok pagi”
Panggilan interkom meja sekretaris itu terdengar oleh staf yg lain, yang kontan bersorak dalam hati, asik manajer baru bakalan sibuk lagi berdua Ina, jadi bisa pada pulang lebih cepat. Maklumlah sebulan ini mereka berdua hampir setiap hari berjuang mati-matian memperbaiki kondisi semrawut, dan lembur sampai jauh malam. Sengaja pintu ditutup karena berdiskui masalah peka.
Dengan anggun Ina memasuki ruangan, menutup pintu dan menguncinya. Dengan gemulai dihampirinya Bahdin, dibelainya tengkuk lelaki itu, ditundukkan wajahnya, dikecupnya lembut bibir Bahdin.
“Tumben mas datang keruangan”
“Dik duduk deh... tu ada berita baru”
“Nggak ahh sini aja, kangen ama mas Bahdin,“ Padahal belum tiga hari lalu digasak, Dengan sengaja Ina mempertontonkan kekenesannya, dipepetkannya pinggangnya kepundak Bahdin, sengaja manja.
“Emang kamu aja yang kangen” Tak mau kalah Marni bangkit dari duduknya menghampri keduanya, dan ujug-ujug menjatuhkan tubuhnya dipangkuan Bahdin, sembari dirangkulnya wajah Bahdin, dihadiahinya kecupan semera mungkin.
“Wah... mbak awas kursinya njomplang” Bahdin kaget dimesrai sedemikian rupa oleh dua wanita yang kini kian menjelma semakin ayu. Maklum gaji tinggi memungkinkan penampilan semakin menarik.
Marni bangkit diseretnya Bahdin ke sofa, Ina pun tersertet ikut, mereka duduk bertiga disofa panjang, Bahdin dijepit rapat.
“Ayo cerita ulang dan lengkap, sekaligus didepan dik Ina”
“Iya mas...ada apa? Tanya Ina dengan rasa ingin tahu
“Lapor, Pak Kamin memuji kerja mbak berdua, Mbak Marni akan didefinitipkan posisinya sebagai manajer administrasi pabrik, silahkan pesan sedan terbaru maks 2000cc, supir kalo perlu. Mbak Ina mulai minggu depan tambahan tugas, tentir khusus oleh Pak Kamin, err. Istilahnya apa tadi... mandataory... lima jam tiap minggu usai jam kerja, selama lima bulan. Mbak Ina yg sarjana ke pusat, Mbak Marni yg galak harus dilapangan, laporan selesai.”
Terperengah keduanya mendengar kalimat panjang bernada canda ini.
“Betul mas?” Ujar Ina dengan tak percaya, akhirnya tembus juga masuk ke kantor pusat. Kalau sudah masuk, karier lebih terbuka, dari staff, junior, oficer, senior, asisten, dan Manajer. Denger-denger officer di atas 10 juta.
“Ya sudah kalo nggak percaya, mau taruhan”
“Nggak .... percaya kok: keduanya berebut menciumi wajah Bahdin, berlomba-lomba menunjukkan rasa terima kasih
“Mbak boleh pinjam Mas Bahdin, saya mau cerita ke mama berita ini, kalau Ina ngomong sendiri nggak bakalan dipercaya”
“Ya udah” Geli Marni melihat kemanjaan Ina.
“Tapi sekarang ya mbak mumpung masih belum sore, agar mas Bahdin bisa pulang tidak terlalu malam kena macet” Ina sembari mengejapkan matanya dengan manja
“Waduh... belum diangkat sudah nggak disiplin, bagaimana nanti kalau sudah diangkat?” Marni menggoda.
“Ah kan tiap hari lembur terus sebulan ini, bolehlah kompensasi sekali ini” Kedua wanita ini berceloteh manja seolah tidak memperdulikan adanya lelaki yang mereka apit.
“Ayo mas ... antar Ina lapor mama” tanpa ba bi bu Ina bangkit menyeret Bahdin yang tegagap.
“Eitttt... bentar dulu .....” Tak kalah manjanya Marni bangkit berdiri dan kembali duduk dipangkuan Bahdin. Didekapnya wajah Bahdin, dikulumnya bibirnya dengan mesra “Terima kasih ya mas, hati-hati dijalan bawa anak gadis orang”
Menggunakan sepeda motor butut keramat, selepas dari area pabrik, kontan Ina mendekap mesra dari belakang, terwujudlah cita-citanya selama ini. Karena motor lumayan cepat tiba dirumah Ina, yang besar didaerah elit Tebet, maklum pensiunan perusahaan perkebunan terkenal.
“Ma, kenalkan ini mas Bahdin, .....” Panjang lebar Ina menceritakan berita baik kepada mamanya. Karena memang anak mami manja, mamanya tau banyak kegundahan putrinya sekian lama kerja diperusahaan besar tapi mentok karir.
Tetapi sebulan ini mama dan papaknya sering jemput lembur malam, sampai jam sembilan, yang dilakukan dengan sukacita, karena putrinya pun sangat bersemangat, bercerita prospek karir yang mungkin membaik, lepas dari operator karyawan kontrak masuk ke staf administrasi tetap. Kalau lolos semacam peiode percobaan, akan definitip. Karena dibantu kawannya kawan.
Setelah cerita berita baik, dan mengenalkan ini mahluk yang membantu, Bu Broto beramah-ramah, ”Terimakasih Nak Bahdin, silahkan ngobrol dulu, barangkali mau menunggu bapaknya Ina pulang, hari ini jadwal golf pulang jam delapan. Bapaknya pasti ingin ketemu, tapi masih lama juga ya pulangnya, seraya memandang masih jam 4, Ibu mau lihat kebun dibelakang”
Berangkat dari keramahan, Ina memperlihatkan seisi rumah yang besar itu, dan sengaja diniatkan diakhir tur, “Nah ini kamar Ina, .... setengah menyeret masuk, dan mengunci pintu, langsung gadis cantik mendekap Bahdin, melumat bibir dalam kuluman panjang dan bernafsu.
Tak cukup dengan itu tubuhnya yang memeluk rapat mendorong binal hingga keduanya terjerembab ke kasur empuk. Memang jadi kebiasaan anak manja membantingkan tubuh kekasur, karena kasurnya busa mahal yang super elastis.
Kaget dan senang Bahdin mendapati dirinya menjadi sasaran binalnya lumatan bibir mungil yang indah. Ditindih tubuh ramping semampai mana mungkin membuat Bahdin keberatan.
Dengan santai tapi lugas, kedua belah lengannya langsung menyelusup kebalik pinggang celana panjang Ina, bahkan menyelinap ke cd- nya, menyergap ketelanjangan dua bongkahan bokong yang kenyal. Santai saja Bahdin melayani kuluman bernafsu Ina, tapi sebaliknya kedua tangannya dengan kurang ajar meremasi bokong sigadis. Suatu serangan balik yang lebih ganas, mengagetkan sanubari Ina, mau takmau memaksa pingulnya menggelinjang.
Tak mau kalah Ina meningkatkan lumatannya membekap erat kedua pipi Bahdin, memperagakan kelincahan lidahnya menari-dari menelusuri rongga mulut silaki. Berkali-kali dirinya menggelinjang kegelian, dan mulai merasakan gangguan karet celana yang menjepit keras akibat diselusupi kedua lengan. Tanpa melepaskan ciumannya Ina melepas kaitan kancing celana panjangnya, lepas terasa jepitan karet pinggang celananya. Kian bebas
Bahdin bergerilya, kian kerap pinggul menggelinjang apalagi sesekali dengan sadis Bahdin membalas kuluman ganas bibir dengan mencucukkan jarinya ke lubang anus.
Kini pinggul itu menggelinjang teratur mau tak mau mengimbangi arah gusuran jari nakal mencucuki lubang anus dan liang wanitanya. Secara pasti celana panjangnya melorot kepaha, demikian juga cd-nya.
Sebelah jemari Bahdin mulai dapat menjelajahi sisi dalam kedua paha Ina, seblah tangannya semakin ganas memeras-meras bongkahan daging bergantian. Menjadikan Ina kini seperti ikan lele tubuh bawahnya menggelepar kiri dan kanan, sedangkan tubuh atasnya berkutat melumati bibir dan wajah Bahdin. Nafasnya mulai ngos-ngosan.
Memancing lebih jauh, tanpa sadar Ina memelorotkan lebih jauh celana dan cd nya sehingga lepas, yang sedari tadi sudah melorot separuh. Menampakan pemandangan anehbokong dan sepasang paha mulus telanjang dengan pakaian atas lengkap dengan kerudung, menelungkup menggelepar diatas tubuh lelaki, akibat diremas-remas tak putus putusnya.
Membiarkan kenikmatan yang kian mendera, membuat nafas ina kian terengah, hingga akhirnya tak mampu lagi mempertahankan ciuman dahsyatnya. Kini wajahnya hanya mampu mendusel sisi wajah lelaki yang ditindihnya, menggeliatkan tubuhnya berulang-ulang menahan geli nikmat serangan dibongkahan bokongnya..
Kini Ina tersadar, rencana awalnya tidak demikian “Mass.. tunggu dulu mas....” Dirinya bangkit berjongkok menunggangi paha Bahdin, memegang tangan Bahdin agar menghentikan serangan.
“Kenapa mbak ...” Menghentikan serangan, tapi tanpa bersedia melepaskan mangsa bongkahan pantat telanjang
“Nggg Ina mau praktek...diam ya mass” Kedua tangan Ina cepat berjuang melepaskan ikat pinggang dan kaitan kancing celana Bahdin. Saat berupaya memelorotkannya, mau tak mau memaksa Bahdin untuk semakin beringsut ketengah pembaringan dan mengangkat pinggulnya agar gadis itu lebih mudah melorotkan celananya.
Tanpa berupaya melepaskan penutup tubuh lainnya, Ina langsung tancap gas, tangannya menyergap batang keras yang sudah tegang sedari tadi, digelinjangi pinggul Ina. Kontan Dikulumnya topi baja yang menantang, membuat Bahdin otomatis terkaget-kaget. Sembari mulai mengocok dan menjilati, Ina memperbaiki posisinya bersimpuh lutut terlipat dengan wajah menghadapi menara monas yang menjulang.
“Kalau nggak enak bilang ya mas, Ina lagi belajar niii...mmmmm” Ina menjelaskan disela praktik nya mengulum batang, Memang ini niatan dikepala Ina sebulan ini, menapak kegiatan ekstrakurikuler mingguan mereka bertiga. Entah mungkin karena masih demikian muda dengan jam terbang seks masih rendah, Ina tergolong paling mudah duluan tumbang dalam tiap pertrungan erotis. Ina mulai browsing teknik sex oral, tapi belum pernah kesampaian praktik teorinya, karena selalu tak berdaya setiap mulai dihajar Bahdin, selain sulit juga memonopoli batang yang cuma satu-satunya.
Masih belum hilang kaget Bahdin, yang terpana, menelengkan sikunya memandang adiknya dimesrai seorang gadis cantik, separuh bawah tubuhnya telanjang lagi. Dibiarkannya gadis cantik ini berpraktik, ditumpuknya dua bantal mengganjal punggunya membuat posisinya rileks menjadi kelinci percobaan sekaligus menonton adegan sensual. Tangan kirinya membelai-belai penuh kasih sayang kepala yang terbalut jilbab hijau muda, dihiasi asesori kecil menambah kecantikan Ina. Tangan kanannya menjangkau jauh menggapai ketelanjangan bongkahan pinggul telanjang yang terlipat bersimpuh.
Mulailah Ina mempraktikan teknik menjilat helm baja, memerah batang keras, memijat lembut bola menggantung, menyelomoti dalam-dalam batang itu ketenggorokannya dan melepaskannya dengan menjauhkan wajahnya sembari mengemot kuat. Berganian teratur berulang-ulang.
“Aduuuu .. jangan digigit” sesekali lepas kontrol selomotannya tergaruk gigi Ina.
“Mmmmhhhh...maaf mas....slrrrppppp” Praktik Ina mulai lancar
“Adddddhhh...” kembali Bahdin menjengkit nyeri saat Ina terlalu nafsu memeras gemas bola zakarnya.
Dalam lima menit pertama beberapa kali, Bahdin terkejang kesakitan, tapi menit berikutnya semakin berkurang. Bangga Bahdin memandangi wajah cantik kini mulai berbintik keringat berlatih praktik kerja memesrai adik kecilnya.
Bosan menjarah bongkahan pantat, tangan kanan Bahdin mulai merayapi gandulan yang tertutup bra,menyelusup kebawah baju terusan. Tak puas rasanya Bahdin membelai daging yang terbalut bra tebal. Entah Ina merasa nikmat tanggung atau mempermisikan, tanpa sedetikpun melepaskan kemotan batang, kedua tangannya bergerak cepat melepas kaitan bra, yang langsung membebaskan buah dadanya bergantungan.
Talapak tangan Bahdin mulai menyusup kedalam bra yang kini longgar mengerjai lembut susu yang tergantung, meremas, menggaruk halus, dan memilin puting. Langsung saja membuat tubuh Ina mulai bergetar. Kemotannya sedikit terganggu.
Terjadi kembali lomba kecil diantara mereka, Ina berlomba menjilat, mengocok, memeras, memijat dan mengemot. Bahdin menggasak lembut kedua susu yang bergelantungan, yang kini mulai menggeliat-geliat. Tangan kiri Bahdin mulai menyerang, kukunya menggaruk dan memijat lembut sepanjang punggung telanjang Ina, berulang-ulang menjelajahi seluruh wilayah yang terjangakunya.
Bermenit berlalu Ina mulai dirasuki nafsu yang kian membara, kombinasi sekian lama praktik oral sex dan jarahan jemari Bahdin disekujur tubuhnya. Membuat Ina mulai tak kuat mengemot dengan kuat, digantikan desisan lembut tiap kali pentil susunya dipilin kuat. Tak kuat mengemot akibat kehabisan nafas, Ina mulai mengecup pangkal batang yang ditumbuhi bulu hitam tebal, hanya tangannya yang bertahan mengocok dan memijat.
Tak tahan juga akhirnya Ina didera nikmat berahi, sontak menegakkan tubuh, berdiri dan mengangkangi, dan kemudian jongkok tangannya mengarahkan batang menjulang ke liangnya yang ternyata sudah basah sedari tadi, diturunkan tubuhnya menekan perlahan, menahan nafas menghadapi sensasi kepala tiang mulai menelusup masuk. Ditariknya nafasnya dalam-dalam dan kembali mendorong tubuhnya menekan kebawah.
Mengamblaskan separuh lebih batang keras. Lemas lunglai dirasakan Ina. Kedua tangannya bertumpu pada dada Bahdin mencegahnya ambruk.
Penuh kecermatan, Bahdin mengetahui lemasnya Ina. Bertopang tangan, menegakkan punggungnya, dan kini memangku sigadis yang telah terpancang tiang diliangnya. Didekapnya kuat-kuat tubuh mungil, dihadiahinya dengan kecupan mesra berulang-ulang, menumpahkan perasaan sayang sedalam-dalamnya.
Reses sejenak itu menyempatkan Ina menanggalkan blus dan juga bra yang sudah lepas dari tadi.
Bahdin mengerti bahasa tubuh Ina, sicantik minta dirinya dihajar keras.
“Shhh.....” Ina mendesis panjang saat pentil susunya kini dikemot kuat. Tubuhnya menggelinjang saat lengan Bahdin yang memeluk tubuhnya, jemarinya sanggup menjangkau susunya yang lain.
Perlombaan mulai berubah menadi penyiksaan birahi sepihak, Bahdin semakin lihat mengkombinasikan remasan, pelintiran, garukan pada buah dada indah dengan kemotan kuat dan panjang, terutama dibelahan dada, dipangkal susu dan dipangkal ketiak. Sekali-sekali digigitnya ketiak yang dihiasi bulu halus, ditimpali dengan kemotan kuat pentil susu.
“Hhhhh....” berulang-ulang Ina melenguh dan mengegelinjangkan badannya, menjadikan tiang keras itu otomatis mengaduk liang kewanitaanya.
Dengan cepat kini Ina memulai pendakian puncak birahinya, secara naluri pinggulnya menggeliat-geliat menghindar dari nikmat yang mendera, tanpa berdaya melepaskan diri, semakin menggeliat semakin membara. “Ohhh...ohh...ohh....” gerakan pinggulnya kini sudah liar tak terkendali, menyentak-nyentak , memutar menggilas-gilas tiang yang mengganjal.
Sampai saat ini posisi batang tenggelam separuh lebih inilah yang paling efektif memacu
Ina, cepat menggapai puncak orgasmenya. Bahdin menyadari betul hal itu, oleh karenanya dirinya sama sekali tidak menghajarkan keatas pinggulnya. Yang ada malah Ina nantinya kesakitan.
“Masshhhhhh ....” dengan jeritan panjang Ina melepaskan puncak nikmatnya, pinggulnya kejang meresapi berlalunya , didekapnya kuat-kuat kepala Bahdin ke belahan dadanya, mencari pegangan lemas tubuhnya.
Bahdin tak menyiakan momen yang paling disukainya ini. Direngkuhnya bokong yang membulat, dibopongya, segera direbahkan tubuh langsing semampai, tanpa sedikitpun melepaskan kejantanannya. Ditindihnya tubuh yang lemah, ditumpukan berat badannya kebagian atas tubuh Ina. Tak berdaya kedua kaki Ina terkangkang lebar, terganjal pinggul Bahdin. Langsung saja Bahdin mulai menggasak sisi-sisi liang kewanitaan. Pinggulnya tidak menghujam dalam-dalam, tapi mengorekkan batang keras dengan kuat ke berbagai sisi liang.
“Oggghhhhh......” tanpa sadar Ina menjeritkan sesuatu dari sanubarinya yang terdalam, didera sensasi baru.
Bergantian, atas bawah kiri kanan dengan ritme perlahan tapi kuat menekan. Dalam kelunglaiannya Ina kembali menggelepar tak sadar mencoba menghindarkan pangkal pahanya digasak dan digasak, tapi sia-sia. Setiap saat menekan bagian atas liang diarea klitoris, Ina menggelinjang keras, menggeserkan tubuhnya berusaha lepas, tapi didekap Bahdin kaut-kuat.
Inilah momen terindah Bahdin, selama Bahdin masih bertenaga menggelinjang, terus digasaknya dengan batang kerasnya bertenaga. Hal inilah yang dengan cepat menghabiskan sisa tenaga Ira, hingga pada akhirnya “mashhhh...hhhh....ohh...mashhh... sudah..... sudah....”
Bila mendengar komando ini tentu saja Bahdin segera mematuhinya. Dan dimulailah ritual berikutnya.
Dengan sengaja menumpukan berat tubuhnya diatas ketelanjangan Ina. Bahdin mencermati wajah sigadis yang matanya terpejam dengan nafas ternengah-engah. Dikecupinya wajah cantik yang berhiaskan butir-butir keringat, jilatan lidah menggantikan tisu menyeka peluh. Dinikmatinya asin keringat sigadis, berbarengan menikmati kedutan-kedutan halus liang itu memijat kejantanannya.
Walaupun menahan berat tubuh kerempeng Bahdin, bagi tiap gadis terasa sangat romantis.
Bermenit-menit berlalu, hingga Ina membuka matanya menerima tatapan mesra Bahdin.
Tak seperti pacarnya dulu, seusai mengeluarkanlahar panas, pacarnya berbaring telentang entah melamunkan apa. Sebaliknya Ina mendapati Bahdin memuja dirinya lewat pandangan matanya, dengan wajah yang sedemikian rapat. Bobot tubuh menghimpit hangat, belaian dikepalanya, sesekali lidah Bahdin menggelitiki bagian-bagian wajah, dan yang menggemaskan tiang pancang tetap tertanam dibawah sana, memaksa Ina mengangkankan kakinya lebih lebar lagi. Pejal rasanya liangnya dipenuhi batang panas.
“Mas.. belum?”
“Nggak usah dipikirin, saya paling suka memesrai seperti barusan tadi” masih tetap membuat Ina heran tak habis pikir, karena diketahuinya umunya lelaki cepat2 tembak dan lupakan.
“Ina lemas sekali mas, cape nii mas... lepas yaa?”
Bahdin mengulirkan tubuhnya telentang, setengah telanjang, tuing... sesuatu kini bebas mengacung
“Mas bobo yuuu....” Dalam kekenesannya Ina yang telanjang bulat, merapatkan tubuhnya menumpangkan pahanya dipaha Bahdin. Memang fisik gadis anak orang kaya tidak setangguh anak kampung, apalagi diruang kamar ber ac, lelah bekerja seharian, dan bertempur erotis.
Bahdin yang sama sekali tidak ngantuk dan masih segar bugar hanya mampu memiijit lembut paha mulus yang menumpang di kakinya. Sebekah tangannya merangkul leher Ina, menikmati lembutnya ketelanjangan punggung. Mana bisa Bahdin tidur, wong dia khawatir dipergoki, kan ini wilayah yang sama sekali baru baginya, pandangannya menerawang keseluruh isi kamar, cukup luas, mewah dan rapih.
Sejam lebih berlalu, dipuncak kekhatirannya dipergoki, Bahdin menatap jam dinding jam enam, Dibangunkanya tubuh telanjang yang mendekapnya. Malas-malasan Ina membuka matanya, tersenyum menyadari momen barusan.
“Ibu mu tidak ...” wajahnya menyiratkan kekhawatiran
“Tenang mas ...sore gini biasanya mama ngurusin tanaman, hobi berat. Setelah itu mandi, kecapaian tidur sampai papa pulang. , papah pulang driving golf diatas jam delapan apalagi kalau macet”
“Ngggg mandi yuu mashhh” tanpa malu-malu sigadis telanjang centil menyeret Bahdin kekamar mandi, membuka kemeja dinas pabrik yang sedari tadi masih dikenakan.
Kamar mandi yang mewah, Ina menyalakan shower air hangat, menarik lengan Bahdin, mendekapnya mesra dibawah pancuran air hangat. “Wah... pengalaman baru niii... sedaaapppp” batin Bahdin. Kontan sikecil bangun dari tidurnya, mengacung tegak, mengganjal panas perut Ina yang mendekap rapat.
Ina mengambil busa mandi meneteskannya dengan sabun cair, dan mulai sekujur tubuh Bahdin, dan sengaja berlama-lama di batang keras yang sedari tadi sudah meluluhlantakkan dirinya. Ganti Bahdin yang melumuri sabun ketelanjangan Ina, bergeser dari siraman shower. Setelah berlumuran sabun, dengan semangat 45 Bahdin mulai menggosoki seluruh tubuh semampai.
Pengalaman baru ini sangat berkesan baginya, mandi bersama gadis cantik, dengan shower panas, Gosokan lembutnya berulang-ulang perlahan keseluruh bagian tubuh. Kedua telapaknya giat bekerja sama. Ina pun tak mau kalah menggosok tubuh kerempeng. Tapi hanya sebelah tangan, sebab sebelah tangan yang lain dirangkulkan keleher Bahdin, karena tak tahan sekujur tubuhnya dibaluri sabun oleh tangan kasar. Demikian cerianya Bahdin menemukan mainan baru, tak menyadari yang digosoknya sudah mulai menggelinjang geli.
Apalagi saat tak diniatkan Bahdin, membalur kedua buah dada yang ranum menantang. Putingnya sudah sedari tadi keras, terusap berkali-kali, Yang menambah parah gelinya Ina adalah efek licinya sabun.
Mungkin Bahdin sudah lebih sepuluh kali membaluri sekujur tubuh Ina, saking semangatnya, sampai keujung kaki, kepangkal leher, sisi telinga dll, sedangkan Ina belum tuntas. Hingga ketika semakin tak tahan Ina kini memfokuskan gosokannya pada batang keras mengacung
Sungguh kesalahan fatal, karena kontan menyadarkan Bahdin kondisi gairah gadis telanjang yang dibalurinya sedari tadi. Nafas Ira sudah mendengus, tubuhnya agak lemas merangkulkan tangan dilehernya berpegangan. Bak dikomando Bahdin langsung memfokuskan baluran tapak tanganya di sekujur dada Ina, sebelah tangan yang lain konsentrasi disisi dalam pangkal paha.
Wowwww terasa bulu hitam disana sudah lembat lengket.
Terjengkit-jengkit tiap kali tangan kasar Bahdin menggosok paha dalamnya kiri kanan, sedangkan sisi ibu jarinya dengan sengaja ditekankan di pangkal pahanya, menyentuh pusat sensitifitasnya. Baluran berkali –kali di kedua gundukan susu ranum, efeknya berlipatganda dibandingkan remasan konvensional, licinnya sabun memang sangat merangsang. Berganti-ganti badan Ina menggelinjang tiap kali kedua area pekanya disentuh, kian melemaskan dirinya. Kocokan dibatang sudah melemah.
Bahdin memang cermat, menyadari lemasnya sigadis cantik. Dibalikkannya tubuh Ina didekapnya dari belakang, batangnya yang menjulang, sengaja diselipkan diantara belahan paha Ina.
:Ohhh...” Ina mendesah lega mendapati batang panas mengganjal mulut rahimnya. Dengan sensual tangan kirinya menjangkau leher Bahdin mencari cari pegangan, sedangkan tangan kanannya kini leluasa menjamah batang mengganjal.
Kini kedua tangan Bahdin lebih bebas lagi menjarah. Kedua belah tangan itu kini mengusap lembut berkali=kali kekenyalan sepasang payudara ranum yang kencang menantang, ditambah licinnya sabun menyentakkan sanubari Ina terbang keawang-awang. Ketika dirasaknya nafas panas ditelinganya, Ina menolehkan wajahnya kebelakang, yang kontan disergap Bahdin dengan kecupan bibir yang dahsyat. Sebelah tangan Ina yang bergantung keatas dileher membantu mendekapkan wajah Bahdin, tak sanggup dirinya membalas kuluman dirongga mulutnya, karena sedari tadi dirinya sudah terengah-engah.
Ina tak menyadari sekujur tubuhnya digasak bersamaan, ciuman, message payu dara, dan tongkat keras yang mengganjal panas. Menjelang pendakiannya hanya satu yang dapat dilakukannya sekuat tenaga menautkan sebelah kakinya kekaki yang lain, mencengkeramkan kuat-kuat kedua pangkal pahanya, menghajar batang kurang ajar itu.
“Shhhhhh.....” sedikit lega dirasakan Ina, tiap kali dirinya menjepitkan kuat=kuat pangkal pahanya. Tapi itu hanya sementara, yang terjadi adalah mulai terpacunya gairah pendakian.
“Sshhh.....shhh....shhh....shh....” berkali-kali dirinya mendesis, kala pahanya menjepit, keenakan sendiri. Jepitannya kian liar, dengusan nafasnya sudah tak terkendali. Matanya semakin terpejam, wajahnya bergerak liar. Kedua tanganya merangkul leher dibelakannya menguatkan pegangan, memacu ke puncak birahi
“Mashhh......ohhh.....mashhhh...ohhh...” menjelang puncak, dahaganya kian membara jepitan terkuaatnya mulai tak mampu menajga akselerasi diri Ina menggapai puncak birahi.
“Mashhh.....masukin...mashhh”. Dengan patuh Bahdin turut komando, Bahdin melangkah separuh membopong Ina, kedinding dekat closet, dibalikannya tubuh lunglai, disenderkan kedinding, diletakkan sebelah tapak kaki Ina ditoilet. Diselipkan tangan kirinya kibawah lutut yang tertekuk. Tanpa ragu pingulnya merapatkan diri, diarahkan rudalnya ketitik sasaran yang terasa lembab membara. Tanpa ba bi bu didesakkan kuat pinggulnya disana, kontan mencobloskan batang keras kedalam liang itu.
“Ogghhhhh...” Ina mendesah panjang dan lega, kedua lengannya ditautkan erat-erat, terburu nafsu pinggulnya langsung menggeliat-geliat melanjutkan akselerasi pendakian.
“Nghhh....nghhh.....nghhhh...” mulailah teriakan irih histeris setiap dirinya memacu pingulnya menyentak liar tak terkendali. Memang miskin pengalaman, dalam posisi Ina hanya gerakan binal yang mampu dilakukan Ina.
Bahkan Bahdin memutuskan tak perlu membantu, hanya sekedar menekan kuat terus menerus, toh sudah cukup Ina menari liar.
Tak sampai semenit, Kembali Ina menjerit panjang... tiba dipuncak birahinya. Tubuhnya terkejang-kejang lima belas detik, kedua tangannya lunglai memeluk leher, nafasnya ngos-ngosan, mata sayu terpejam.
Seperti biasa, Bahdin tak menyiakan momen kesukaannya ini, saat tubuh sgadis sedang lemas-lemasnya, Bahdin mulai melakukan serangan. Kedua tanganya mencengkeram bokong indah, pinggulnya menarik mundur dan dengan perlahan ditekannya masuk, dengan sengaja digeruskannya batang kerasnya kesisi atas liang, kontan membuat Ina kembali kejang.
Ditariknya perlahan, untuk kembali ditekan masuk keras menekan sisi-sisi lkewanitaan Ina. Mungkin dua detik tiap gerakan bertenaga, sangat lambat.
“Mashhhh ...... ahhhhh.....”Ina kembali mendesah-desah tiap kali liangnya digerus keras, disamping tubuhnya menggelinjang kuat, matanya semakin sayu tertutup rapat.
Lebih tiga menit Bahdin kembali menyiksa Ina, meluluhlantakan seisa=sia tanaganya. Dirinya lemah bergayut terus menerus digasak kewanitaanya. Hingga akhirnya total lemas, menggelinjangpun tak mampu. Bahdin menyadari hal ini, dan mengentikan aksinya
Bahdin dengan lembut membopong tubuh langsing, yang memang kedaa lengan Ina sudah terkalung dileher Bahdin, dilumatnya bibir ternganga dihadapanya. Bahdin membopong dan melangkah kebawah shower, membiarkan diguyuri air panas, membasuh busa sabun diskujur tubuh. Terasa Ina sedikit bergerak, Bahdin menurunkan bopongan kaki Ina kelantai, meraih bokongnya dan mendekapkan erat, tanpa lupa menye;opkan batang keras keposisinya yang paling pas, dibelahan pangkal Ina.
Bahdin membiarkan posisi itu berlama-lama, memberi kesempatan air hangat membasuh bersih sekujur tubuh mereka. Tak ada lagi dipikiran Ina untuk membersihkan sisa sabun, lemas rasanya. Hanya dirasakan lelaki kerempeng mendekap erat dirinya dibawah siraman air hangat. Hmmm momen indah, yang bakalan sulit terlupakan. Lebih lima menit berlalu.
Selanjutnya Bahdin melepaskan dekapannya menggandeng Ina, menjangkau handuk dan mengelap seluruh tubuh Ina. Terakhir sambil berjongkok, tanpa lupa berlama-lama mengusapkan handuk kepangkal paha sigadis.
Gantian Ina yang melap, tapi satu bagian sangat mengganggu dirinya, batang itu tetap keras menjulang, sembari disekanya diperhatikannya dengan cermat. Ketika dirasakannya sudah cuku kering, mendadak diselomotinya batang itu. Dikulumnya lembut topi baja, dikocoknya kuat batang keras, sembari tangan kiri memijat bola pelirnya.
Kembali terulang praktik oral, kaget juga Bahdin mendapati kondisi ini, tapi dibiarkannya Ina berkreasi, tanganya merba-raba kehalusan pipi gadis cantik ini. Rambutnya basah kurang enak dibelai.
Lima menit berlalu,Ina dalam posisi jongkoknya mengoral Bahdin.Dirasakan posisi jongkok kurang optimal, diseretnya Bahdin kembali ke pembaringan. Praktik oral kembali dilanjutkan, tapi kali ini dari posisi mengamping, wajah Ina duduk setengah berbaring diujung kasur menghadapi acungan batang keras diwajahnya.
Teknik oral Ina semakin membaik, sekian lama tidak terjadi kesalahan teknis. Sekian lama terasa tenaganya sudah agak pulih. Mengingat kejadian tadi, Ina berkreasi lain, dirinya merangkak menelungkupi tubuh telentang Bahdin, yang segera disambut dengan kecupan bibir penuh mesra. Tapi bukan itu maksud Ina, sedikit dikangkangkanya pahanya membiarkan batang mengacung menyelip disana, Langsung kedua pahanya dijepitkan kuat-kuat.
“Mmhhh mbak.... ada-ada saja....” sembari menghadiahi dengan kecupan ganas
Ditengah tenaga yang sudah pulih, kini Ina memulai teknik baru kedua. Kali ini berbeda, karena setiap kali dirinya menjepit sedikit banyak terasa klitnya menggerus batang.
Kepitan pahanya mulai bervariasi, semakin lama semakin Ina mengecar nikmat tiap kali mengepit.
Ina mendesah sendiri, mengepit sendiri, memutar, memeras, bahkan mulai mampu mengocok. Bahdin nenyemangatinya dengan meremas bokong binal menggelinjang-gelinjang. Menikmati tariannya.
Bagi Bahdin dirasakan hal baru, mulai terasa denyut-denyut dibatangnya, tanda dimulai pendakian birahinya.
Tapi gerakan baru ini belum terbiasa bagi ini, dan cepat melelahkan dirinya, yang kini sudah terengah-engah, kepitannya melemah. Dengan terpaksa tubuhnya melorot lagi, berupaya mencari nafas, menjilati topi baja, yang sedari tadi digasaknya sekuat tenaga. Kedua tangannya kembali mengoral, kali ini minus kempotan karena kehabisan nafas. Ina menyadari kocokannya merasakan denyutan-denyutan keras dibatang kenyal.
“Mbak...sini...mbak” Cuek saja dengan nakal Ina membiarkan Bahdin
“Mbakkkkk......” tetap cuek
“MMhhhh awass... ya....”
“Hi...hi...hi....” dengan kenes Ina membiarkan tubuhnya dijangkau Bahdin, yang langsung menelantangkan lembut dirnya, dan langsung disergap ditindih, tanda tadeng aling aling membenamkan pinggulnya di antara paha Ina.
“Ta...baless nich...” setengah kasar Bahdin menghujamkan batangnya diliang itu, amblas cukup dalam
“Amphhhhh....” tak sanggup ina melanjutkan candanya, pusat kepekaannya kembali dihujam.
Bahdin menegakkan tubuhnya, menopangkan berat badannya dikdua lengannya yang lurus menupu disisi tubuh ina. Hanya pinggulnya yang rapat mendesak pangkal paha Ina.
Kembali menyeruak dakian nikmat yang tadi tertunda akibat lelah, langsung saja Ina berpacu kencang, melonjakkan pinggulnya, memutar berulang-ulang.
Bahdin menimpali dengan tusukan ringan tapi cepat, mengimbangi kebinalan Ina.
“Masssshh...” Merasakan makin memuncak, Ina menjepitkan kedua kakinya di paha Bahdin Lonjakannya kian liar, hingga
“Hhhhhhhhhhh.......” dengan dengusan panjang Ina mencapai puncak nikmat.
Bahdin merapatkan tubuhnya, menaruh berat badannya di pinggangnya, menekan kuat. Dikulumnya kuat bibir terbuka, dengan bertenaga dan kuat dtekan=tekannya kejantanan berkali-kali mengiringi gadisini mengarungi puncak-puncak kenikmatan.
Ina sudah tak lagi mertanya atau khawatir pasangannya klimaks atau tidak. Selama ini dirinya selalu tandem dengan Marni mulai memahami mahluk aneh ini.
Hhhh.... Mbak Marni harus segera dipanggil nii..
Sesuai permintaan anak Manja, usai jam kantor Marni menyusul dengan taksi, dan nanti bisa pulang bonceng motor Bahdin. Walaupun kerjaan menumpuk, ditinggalkannya, teringat kata Ina, istirahat sejenak, besok dilanjutkan lagi tempurnya. Seperti diduga kena Macet. Diinitpnya argo, angka yang sebulan lalu bakalan bikin dirinya deg-degan. Memang jauh lebih enak boncengan motor butut.
Ina merencanakan diner keluarga sederhana dadakan, pesan delivery. Merayakan berita baik.
Marni yang baru pertama kali berkunjung kagum pada besarnya rumah ini, walaupun tua tapi terawat, lebih lagi penghuninya tak sombong. Mama papa Ina langsung mengajak ke meja makan, karena sudah dekat ditunggu.
Sembari makan, Ina ngoceh tentang berita baru. Papa Mama Ina, sudah paham Marni adalah bos putri mereka, tapi tak habis pikir, kok Kelakuan Ina sama seperti menghadapi kakak sendiri.
Terlebih lagi sangat heran mengamati sosok lelaki yang penampilannya pas-pasan, pertama kali ini bertemu muka dengan orang yang sudah disebut lama, yang bantu buka jalan. Pak Broto pulang golf dirve, sudah lihat ada motor butut, menduga tamu kolega putrinya.
Selaku orang yang biasa kehidupan modern, muter di luar negeri, sangat menghargai privacy, tidak bertanya, walaupun penuh tanda tanya. Pak Broto menganalisa hubungan apa anaknya dengan blue collar ini, istilah untuk orang lapangan, tampak dari seragam pabrik. Apakah pacar atau apa? Tak ingin menduga-duga, biarkan saja. Toh nanti terungkap juga.
Setelah Ina bercerita, dirinya bakalan masuk ke kantor pusat. Pak Broto yang paham urusan birokrasi dan prosedur minta lebih detil perkembangan apa, Ina tak bisa menjawab, menatap Bahdin.
“Err begini pak, kebijakan perusahaan rekrutmen staf ke jenjang manajer panjang, mulai dari asesmen, test, rekrut, interviu, background riset, dan yg remeh tapi penting selain referensi adalah rekomendasi. Kebetulan tiga bulan lalu Ada kasus yang dirahasiakan menyangkut kolusi antar manajer senior, yang diusut diam-diam, satu persatu, mencegah kerugian lebih besar dan risiko litigasi. Direksi memilih reorganisasi rahasia, tidak melibatkan prosedur normal, terbatas hanya direksi, tak melibatkan personalia. Dan mencoba jalur tak biasa, rekrut didik dari fresh intern, juga dari puluhan ribu buruh. Kebetulan Marni dan Ina ada pada waktu dan tempat yang pas, jadi fit strategi baru direksi. Hal Ini tidak lagi rahasia, saya berani ngomong karena barusan siang tadi, sudah di memokan.”
“Pak Darmawan yang digantikan Marni diberhentikan sebenarnya alasan bukan seperti yang diumumkan. Itu hal kecil, yang sebenarnya diumpetin, menyangkut nama baik perusahaan, masak udah ISO 9000 bobol, dan juga takut yang lain rekayasa data. Disitulah Marni masuk, cut off rekayasa data kolusi. Sebulan ini dievaluasi, strategi baru dinilai sangat sukes, menyelesaikan masalah tanpa masalah, Cuma kesian aja mereka lembur terus”
“Khusus Ina, secara kriteria rekrutmen tak masuk, belum pengalaman 10 tahun, rotasi pegang tiga atau empat unit kerja, bahasa asing kurang dll, tapi bos melihat potensi lain, motivasi, teamwork, loyalitas, dan integritas, dan yang utama ada kondisi darurat. Sehingga Ina dan Marni sebagai pilot project wajib belajar ekstra keras – office hours, terlebih Ina yang bakalan banyak hibungan dengan afiliasi luar negeri.
Ini uniknya pendidikan pegawai biasanya khsusus, diluar jam kerja atau cuti belajar. Sedang dicoba, didalam jam kerja. Khusus Ina akan dimentor langsung direksi lima bulan, tentang corporate culture sekaligus assist untuk reviu kerjaan Pak Lexi.”
“Ina kandidat accounting kan, kok berat bener syaratnya“ Marni keheranan
“Betul accounting, ya begitu syaratnya kata boss. Kan bukan saya yang bikin aturan” Bahdin bercanda.
“Hmmm pantesan susah ke pusat, staff acounting aja gitu ribet kualifikasinya” Ine ngeluh
“Errrr..... kok staff, siapa yang bilang ?"
“Lho memang apa mas??” Ina keheranan, sedari tadi sudah senang dirinya jadi staff acounting head office.
“Kasarnya...Ina shadow-nya Selaku atasan, Pak Karmin ambil alih kerjaan Pak Lexi, yang akan pensiun. Sekarang cek up di LN, sakit mendadak, dan akan pensiun dini tiga bulan. Pak Karmin tak punya waktu urus kerjaannya Pak Lexi. Boss bilang Ina harus bisa mengerjakan diam-diam dibelakang layar, bertindak atas namanya. Prosedur rekrutmen nanti tiga bulan lagi, semu, seolah berjalan normal memancing munculnya tikus yang ngumpet, keliatan dari rekomendasi”
“Hah....Ina mengerjakan kerjaan Pak Lexi, itu kan Manager Accounting Head Office, dibawah Finance di bawah Pak Karmin” Ina kaget, untuk urusan accounting itu yang paling prestise. Jadi staff di sana sudah bagus, diatasnya oficer, senior, diatasnya lagi asisten , baru manajer.
“Er... bukan mbak ?”
“Gimana sih Mas? “ Marni makin bingung
“Tuu kan susah ngomongnya, Marni menggantikan Darmawan bulan lalu, dianggap berhasil, tadi definitip.
Ina menggantikan Lexi, sekarang, kalo Ina mau. Tapi definitipnya nanti tiga bulan lagi, kalo diangap berhasil dan kalo udah running dan suasana redam. Nggak ada di SOP, tak melibatkan personalia, rahasia, karena darurat aja.
Untunglah tak ada lalat, kalau ada, sudah keselek tuh dua cewe cantik.
“Kamu kan dulu pernah kursus Jepang, Jerman dan Perancis ? saat Papa shortcourse ke sana”
“Oo iya, udah kaku nih lidah, nantilah Ina perlancar lagi”
Selaku pensiunan bumn besar jabatan strategis, kecerdasan beliau tak diragukan, tetapi mencermati cerita, walaupun banyak tanda tanya, orang ini jelas tak bisa diremehkan, posisi rendah tapi pegang info stratejik, menguasai masalah dan rekomendasi jitu. Kok motornya butut ??? Itu yang paling bikin heran. Pak Broto membatin, memang benar penampilan tak bisa selalu dijadikan ukuran.
Tak termimpikan jadi manajer, kok bisa ya? Nggak mungkin. Tapi itu Marni sudah terbukti jadi. Lama Ina terbengong, Pak Broto bertanya hal-hal lain berbincang membandingkan dengan masa dulu aktif.
Mama Ina senang sekali lihat Putrinya bahagia, sama seperti Pak Broto suaminya, tidak terlalu ngusili urusan putri tunggalnya yang dianggapnya sudah dewasa, sudah mandiri. Dari dulu dia pengennya kost mandiri, tapi dibujuk dan ditahan untuk nemanin. “Sudah Pak, kasihan tamunya dari kerja cape langsung diculik, Ina sudah sana kedepan ajak ngobrol”
Berbasa-basi Pak Broto beranjak kekamar.
“Mbak, ajak mas ke kamar saya, kasian tuu...., saya ada yang mau ditanya mama”
Marni dan Bahdin melangkah keruang depan, selepas dari pandangan penghuni, langsung saja Marni menyeret ke kamar Ina yang arahnya tadi sudah ditunjukk. Geli Bahdin dalam hati. Sebulan ini dua wanita muda ini, kian kompak, kian manja. Kalau sedang bertiga, aneh-anah saja pintanya, saling berlomba minta dimanja.
“Enak ya naik motor cepat, saya kena macet... cape...pusingg...l” Masuk kekamar, Marni langsung aja mengganggap itu kamarnya sendiri, tempat tidurnya sendiri. Mematikan lampu, sehingga remang, mengandalkan sinar lamun taman dari jalusi jendela.
Melepas pakaian luarnya, gemulai dipandangan Bahdin, tinggal cd dan bra. Merangkak ketempat tidur merebahkan diri telungkup “...urutin dong masss pegel ....”
Bahdin sudah tahu keinginannya tentang gaya ini, Lazy Sex. Lembur dikantor, disergap kewajiban mengurus anak, mengurus rumah tangga, Setiap minggu, ada kesempatan Marni meminta ini. Bahdin melangkah ke meja rias, dicarinya sesuatu ... hmmm ada baby oil
Cepat dirinya menelanjangkan tubuh, dan membalur tangannya dengan baby oil.
Dihampirinya Marni berbaring lurus menelungkup dengan hanya cd dan bra. Biasanya Bahdin senang sekali berlama-lama mengurut yang artinya juga menikmati kelembutan kulit wanita ayu. Tapi dikamar ini yang terasa rada asing, selain itu waktu menjelang malam, waktu terbatas.
Apa yang diharap lain didapat, Marni merasakan kaitan branya dilepas, cd nya langsung dipeloroti, manut saja dirinya membantu mengangkat pinggul memudahkan lolos. Surprise, mendadak dirasakannya jilatan di bongkahan bokongnya, menelusuri belahan, dan lekuk pinggul belakang, naik keatas terasa lidah kasar menjelujuri punggung. Pijat kucing
Kontan geli menyengat menggelinjangkan Marni. Sambil menjilati tangan Bahdin memijat, dengan tangan berbalur baby oil area punggung sumber kepenatan. Lidahnya mencuekkan bagian yang lain, berkonsentrasi diwilayah bawah tubuh Marni. Dari belakang dijjilatinya sisi paha belakang dan dalam, sesekali digigit ringan. Paha Marni merapat, lututnya rapat menekuk kegelian, tak sengaja mengangkat bokongnya. Tanpa menyikan kesempatan tangan kirinya menelusup kebawah perut, menjangkau bibir liang, empat jarinya memegang disana, tangan kadannya memerah sisi dalam pangkal batang paha sambil menyentuh-nyentuh bibir kemaluan.
Marni mendapatkan sekaligus pijat kebugran dan mandi kucing. Semakin kegelian camour rasa nyaman, Marni semakin mengangkat pinggulnya tinggi, Bahdin sigap meraih bantal mengganjal bawah perut agar pinggul itu tetap tinggi.
Semakin intens bibir kemaluannya digarap dari atas dan bawah, depan dan belakang. Semakin kurang ajar, sebelah tangan tangan kanan migrasi, jemari Bahdin bergantian menekan bibir kemaluan bawah ke liang anus, menggunakan jari tengah dan jempol.
Semakin bokong meninggi, semakin pinggul melengkung, ditahan jemari Bahdin dikedua lipatan paha. Beban tubuh atas Marni menumpu di kedua tangan, pipi menempel dikasur, pinggul terangkat tinggi menahan dera geli dan nikmat. Posisi Marni kini hampir seperti menungging. Keasikan menggeliat semakin membubungkan pinggul, mengabaikan bahaya mengancam
Kembali Bahdin menunjukkan kesabarannya, berkutat hanya disekitar itu, benar-benar memprioritaskan, Liang yang kini sudah basah berlendir. Jemari Marni hanya mampu meremas-remas kasur, menahan gemas dan nikmat yang mendera. Mengacaukan sperei yang tadi susah payah di rapihkan Ina.
Tanpa sedikitpuan melepaskan korekan jemari dari atas dan bawah, Bahdin setengah berlutut, Tangan kirinya menekan kuat pinggang Marni agar semkin turun, tangan kananya mengarahkan rudal menyentuh liang yang kini cukup terekspose. Sedari tadi liangnya dikorek, Marni tak menyadari kejutan baru, kewanitaannya yang tereskpose menantang dirudal batang yang keras. Sambil berjongkok, Bahdin menempelkan kepala meriamnya di liang yang sudah banjir. Marni akan mendapatkan kejutan menyenangkan, dihajar gaya baru.
Bahdin langsung menekan kuat, hanya mampu melesakkan topi baja.
“Aduhhhh....” jerit Marni, campur antara kaget, nyeri dan nikmat, sama sekali tak menyadari bakalan dicoblos secepat ini. Karena sedari tadi memang menikmati kenyamanan di punggung dan kenikmatan siksaan dipusat kepekaannya..
Bahdin mengerahkan tenaga lagi, sembari sebelah tangan tetap menekan memijat pinggang kebawah, tangan yang lain menahan bokong tak bergerak, amblas sepertiga
“Ahhhhhh.....” mengeluh, tidak kaget lagi, hanya sedkit nyeri dan cubitan nikmat
Sekali lagi Bahdin menekan paksa, mengamblaskan lebih separuh “Shhhhh....” Marni melenguh....
Sejenak Bahdin diam, membiarkan relung kewanitaan Marni, membiasakan diri disumpal batang keras.
Sedikit lega, tak sadar Marni merentangkan tangannya lebar lebar, seperti orang mau disalib, sia sia mencari cengkraman, selain spreit yang dicengkram. Marni masih tak bisa menggerakan pinggulnya yang dicengkeram Bahdin dengan kuat.
Perlahan kini Bahdin menarik mundur pinggulnya, hampir lepas sebatas helm, dan dengan perlahan didesakkan kembali masuk kedepan. Berulang-ulang perlahan-lahan, melontarkan Marni yang mendesah-desah kelangit ketujuh. Dengan ritmik pasti semakin ringan Bahdin menghajar liang Marni dari belakang, menghantar Marni yang tak berdaya mencapai klimaksnya.
Disergap teknik baru penetrasi kilat dari belakang, cepat membuat ibu muda ini KO. Mungkin karena tak ada persiapan, kaget, mungkin juga karena lelah fisik akibat lembur. Marni orgasme dengan cepat, rekor baru. Marni mengedan panjang, tubuhnya kejang. Bahdin menghujam kuat dan dalam, jena sejenak, membiarkan tubuh itu mengejang.
Setelah kejangnya berkurang, kembali Bahdin memompa kuat bertenaga, tapi ritmenya sangat perlahan, “Hhhhh........hhh......hhh......hhhh......” Bahdin menuntun Marni menjelajahi klimaksnya, dengan hujaman batang keras maju dan mundur. Bahdin mengatur hujaman mengikuti ritme desahan nafas Marni, Tapi semakin lama tenaga desakannya semakin dperbesar, kian mengamblaskan, sehingga akhirnya tiap menghujam mampu mementoki ujung rahim Marni.
“Mashhh......mashhhh....mashhhh....” Marni merintih-rintih diperlakukan demikian, Bahdin tak membiarkan dirinya beristirahat sejenakpun. Lesakan batangnya mendalam dan kuat menekan berbagai sisi liangnya bergantian. Batang keras itu menghujam perlahan seiring rintihan menggairahkan.
Entah, sejak kapan Ina sudah kembali masuk ke kamar, temaram. Mendengar Marni merintih-rintih, Ina menghampiri bed yang tentu hapal sekali posisinya. Merapat, kian jelas Marni yang tengkurap agak menungging digasak dari belakang. Hebat terlihat kekasihnya mendesakkan pinggul perlahan seiraman Marni merintih, ohh.... indahnya.
Seperti anak kecil melihat tetangganya pegang mainan baru, Ina terangsang ikutan, cepat dilepaskan bajunya, telanjang bulat, tergesa memasuki medan pertempuran. Bahdin sudah menyadari kehadiran sosok lain. Sangat senang sambil bekerja keras menghujam berulang-ulang, melirik, mendapatkan sosok lain gemulai meloloskan pakaiannya. Temaram kamar, menyajikan pemandangan eksotis, siloute tubuh ramping bergerak gemulai bak menari.
Ina dengan nakal meraih kemesraan dengan caranya sendiri. Tanpa mengganggu Marni yang tengah merintih-rintih, mengerahkan semangat tenaga mengarungi puncak kenikmatan berulang-ulang, Ina dengan nakal, tanpa ijin sana-sini, apalagi ijin RT, ikutan menelungkup datas tubuh Bahdin yang sedang goyang pinggul patah-patah.
“Ughhh..... semprull” kaget Bahdin mendadak diboboti tubuh lain. Untunglah bobot gadis ramping itu sekitar 50kg, bukannya beban, tetapi kesenangan baru. Bokong telanjangnya merasakan Punuk itu sengaja ditekankan, hangat. Terpaksa Bahdin ekstra keras saat mengangkat pinggulnya, karena harus mengangkat pinggul diatasnya. Tetapi yang sangat menyenangkan adalah, mendadak punggungnya dihadiahi hanyatnya daging kenyal menekan, mesra.
Ina bak memperoleh ayunan, membiarkan dirinya meresap kehangatan sambil terayun-ayun. Mendekapkan sepasang bukit ranum nya yang menggandul, punuknya dibokong, dan pahanya menjepit kuat.
Semakin cilaka beban ditanggung Marni, hujaman mendadak terasa kian berat, Susah payah disangkakknya hujaman yang tiada berkesudahan menlimpahinya gelombang kenikmatan berturut-turut.
Ina membiarkan tandemnya habis-habisan menguras tenaga lawan, dirinya bersantai merem-melek. Tapi kian lama cepat birahinya bangkit, kembali bergairah. Merasakan Marni kian tak berdaya, Ina sigap bertindak
Ina bangkit bersimpuh, dan seperti pahlawan penolong, melepaskan tubuh lelaki yang memperkosa tubuh lunglai ditindihannya, memaksa terlenteng, mengangkang, dan langsung mengamblaskan batang penjahat itu dalam tahanan liang kewanitaanya. Ina mendesah, menggeliatkan tubuh membiasakan kesesakan mendadak, melebarkan rentangan lututnya, mencari posisi yang melegakan, berulang memaksa amblas kian dalam. Tak ubahnya penjahat memberontah dimasukkan ketahanan, batang itupun seolah melawan menolak masuk ke penjara yang sempit dan pengap. Kedua tangannya bertumpu disisi wajah sosok penjahat yang ditindihnya yang siap diberi pelajaran.
Jadilah Ina menunggangi Bahdin, sedikit membungkuk, payudara nya yang ranum bergantungan indah di wahah Bahdin, indah mempesona.
Walaupun sebulan ini tiap minggu rutin bertarung, tetap saja kejutan menyesakkan seolah menyerap persediaan nafasnya. Mengatur nafas menarik nafas panjang. Mulailah Ina memacu kuda itu perlahan-lahan. Kalau kuda, pinggul penunggang melunjak karena punggung kuda yang bergerak, ini berbeda, penunggangnya yang muali melonjak lembut perlahan.
Ina berniat balas menghajar lawannya, yang secara logika kehabisan tenaga, barusan menghabisi tandemnya Marni, sSeperti tarung gulat berpasangan. Tetapi dasar masih muda Ina kurang teori, dengan posisi dirinya diatas menunggang, sama saja membiarkan Bahdin kembali memulihkan tenaga. Seperti moh ali bersandar di ring menyimpan tenaga dipukuli joe frezier.
Bila saja Ina, telentang mengundang, hampir dipastikan Bahdin segera kelojotan, wong tadi saja sudah mulai terasa batangnya mengkilik-kilik, tapi tak tega melakukan KDRT pada Marni yang sudah gelepar tak sadar.
Bahdin nyegir dalam hati, sangat dekat menatap wajah geleng kiri geleng kanan, yang meringis menahan rasa dan mata terpejam-pejam, mengerahkan daya menguleg kejantanannya. Dua menit berlalu, Ina mulai mendesah, nafasnya mulai memburu. Mengerahkan tenaga. Bukit ranumnya menggeletar indah
--
Bila selama ini melepaskan gairah, telanjang berisisian di ruang tamu Bahdin, beralaskan karpet tua, kini jauh berbeda, dikamar mewah putri pensiunan pejabat bumn.
Plliow takl
“Pak Karmin minta konfirmasi kesediaan Ina, lisan saja cukup. Sebelum menjawab coba pikirkan matang
“Apa mas. “ Ina heran
“Ingatkan pertama dulu kerumah, saya tanya mau karir atau mau pindah, dan saya hanya bisa kawal satu orang, pelan-pelan saya cari yang bisa ngawal Ina?”
“Iya...iya ingat”
“Ya itu, Pak Karmin, karena dia percaya saya orang kecil, pelan-pelan sebulan ini tebar racun, eee umpan”
“Ooooo...”
“Nah sebelum jawab, Ina pikir dulu. Mbak jelasin tuh, susah saya ngomongnya”
Bla...bla...bla... Marni menjelaskan
“Mas Bahdin bagaimana ?” kini ada faktor baru yang jadi pertimbangan Ina, faktor non teknis, khawatir Bahdin cemburu. Kian tumbuh rasa khusus dalam dirinya.
“Waduh... wong saya sudah susah payah menembus jalan, kok malah ditanya balik. Kalau saya emoh, kan tinggal saya bilang nggak dapet, selesai, tak usah cari-cari”
Bingung Ina mengartikan hubungan intimnya dengan Bahdin, demikian juga Marni. Tapi Marni dapat menduga sesuai asumsi bahwa Bahdin memang tak memiliki pamrih. Air mengalir.
Bahdin menyangka Ina khawatir diekploitasi atau sex harrasment atau diperbudak seks. “ Ina, Pak Karmin itu orang baik, makanya mau ngomong dengan orang kecil. Yang penting jujur. Udah tua anaknya aja seumuran Ina. Level budaya inner circle korporasi memang begitu, udah saya kasih tahu dari awal. Kalo nggak nerima, mending jangan masuk dari awal”
“Wah pada salah sangka. Tidak mas, Ina tidak masalah dengan Pak Karmin, Ina takut kamu cemburu, lola ! (Bahdin dibilang loading lama). Dik kamu juga jangan salah sangka dengan Bahdin. Kita kan ngantor bareng, Ina masih muda ngejar karir, kalao saya kebutuhan hidup, entah dia kagak jelas, cinta dengan mesin pabrik. Karir yang kamu dahulukan, kita mendukung penuh.” Marni menjelaskan campur meledek.
“Tul....” Bahdin nyengir
“Iya deh mas Ina bersedia, dengan segala risikonya”
“Ingat, setelah Ina masuk, loyalitas kamu letakkan pada Pak Karmin, bukan ke saya, bukan keperusahaan. Sekarang mungkin kamu belum paham, tapi nanti mungkin ada kejadian : maunya Pak Karmin, saya tentang, kamu harus loyal dia.
Kasarnya: kalo dia suruh kamu palsukan cek ngerugikan perusahaan, turuti saja. Tapi itu contoh ekstrim, dia orang baik pasti cocok dengan orang baik, dia juga loyal keperusahaan jadi kecil kemungkinan curangi perusahaan”
“Mbak juga, udah nggak boleh lagi naik motor butut. Jaga prestise perusahaan. Cepat dee minta supir ke personalia, atau rekrut sendiri.”
Bagi marni urusan lain bisa dipelajari, tapi kebiasaan jadi bos, adalah hal tak terbayangkan.
Klik Di Bawah Untuk Bonus Video
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini