Lanjutan Dari
"Mau kemana? cantik banget." Celetuk Ria.
"Ini malam minggu, ya mojoklah!" Jelas Lathifa girang, sambil mengoleskan bibirnya dengan lipstik bewarna merah muda, membuat bibirnya terlihat lebi segar.
"Gue gak di ajak ni?" Rengek Ria.
"Mau jadi racun nyamuk?" Dia menyimpan kembali lipstiknya kedalam lemari, kemudian ia menghampir sahabatnya yang sedang tiduran diatas tempat tidurnya. "Makanya cari pacar dong Cin, biar gak kesepian lagi." Sambung Lathifa.
"Gue lagi males pacaran."
"Ah lu gak asyik, eh ngomong-ngomong Ashifa kemana ya?" Tanya Lathifa.
"Gak tau juga, dari habis magrib dia udah ngilang." Jawab Ria.
"Eeehmm... akhir-akhir ini gue perhatiin Ashifa sering banget ngilang, atau jangan-jangan dia udah punya pacar?" Selidik Lathifa sambil menatap sahabatnya.
"Tapi kayaknya gak mungkin deh, kalau memang dia udah punya pacar, seharusnya dia pasti cerita sama kita, tapikan nyatanya dia gak perna cerita kalau lagi deket sama cowok."
"Bener juga sih kata lo, atau jangan-jangan dia kekamarnya Umi Andini? Biasanyakan dia kesana."
"Eh lu udah denger belom, isunya tentang Umi Andini?" Ujar Ria antusias.
"Isu apa?"
"Denger-denger katanya Umi Andini itu lesby loh." Kata Ria, dia mengubah posisi tidurnya. "Gue takut, kalau memang bener Umi Andini seorang lesbian, nanti Ashifa juga ngikut jadi suka sesama jenis kayak Umi Andini." Sebenarnya Ria sudah lama mencurigai sahabatnya yang akhir-akhir ini sangat dekat dengan Umi Andini, dia curiga kalau sahabatnya punya hubungan khusus dengan Umi Andini, mengingat keduanya akhir-akhir ini sering bersama-sama.
"Gue juga mikirnya gitu, tapi mau negur langsung ke Ashifa gue merasa gak enak." Jelas Lathifa.
"Ya udalah, toh kita gak punya buktikan."
"Nanti aja kita omongin lagi ya, gue udah telat ni." Ujar Lathifa sambil beranjak berdiri.
"Hati-hati ya Cin, jangan sampe di gerbek hihihi"
"Siap Bos, gue pergi dulu ya... Byee... "
Makan malam kali ini terasa hambar bagi Irma, walaupun saat ini Suaminya sedang menemani dirinya, tapi dia merasa seperti ada yang hilang di dalam dirinya.
Beberapa kali matanya memandang kursi kosong tepat di samping Suaminya, biasanya setiap malam kursi itu selalu di duduki oleh orang paling ia benci sekaligus paling ia rindukan. Pemilik kursi itu adalah Reza, seorang yang telah merubah hidupnya dari Istri yang baik, hingga menjadi seorang Istri yang binal, haus akan sex.
Dimana Reza sekarang? Ya... sesuai janji Iwan, Reza saat ini memiliki rumah sendiri walaupun rumahnya tidak terlalu besar tapi cukup nyaman untuk di tinggali. Selain itu Reza juga di angkat menjadi ketua keamanan dan guru olah raga.
"Kamu kenapa sayang, dari tadi manyun terus." Tegur Iwan, yang dari tadi memperhatikan Istrinya.
"Gak apa-apa kok Mas."
"Gak apa-apa gimana, dari tadi makanannya tidak kamu sentuh sedikitpun, apa kamu lagi gak enak badan?" Tanya Iwan, ia merasa khawatir melihat perubahan Istrinya akhir-akhir ini yang kurang bersemangat
Irma buru-buru menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik aja kok Mas." Jawab Irma sembari tersenyum.
"Kamu lagi ada masalah?"
"Gak ada kok Mas, semuanya baik-baik aja."
"Kalau begitu habiskan makan malamnya sayang, soalnya Mas udah kangen." Ujar Iwan sembari memberi kode kepada Istrinya, Irma hanya tersenyum mendengar penuturan Suaminya.
"Udah gak sabar ya." Goda Irma.
"Hahaha... mana mungkin Mas bisa sabar kalau di hadapan wanita secantik kamu." Puji Iwan, sembari menatap wajah Istrinya yang bersemu merah.
Irma segera menghabiskan makan malamnya, dia tidak ingin membuat Suaminya menunggu lama, selesai makan ia membereskan sisa makan malam mereka, sementara Suaminya sudah lebi dulu masuk kedalam kamar.
Selesai membereskan sisa-sisa makan malam mereka, Irma menyusul kedalam kamar mereka.
Di dalam kamar Iwan langsung menyambut Istrinya, ia segera memeluk dan mencium bibir Istrinya, sementara Irma lebi memilih menerima perlakuan Suaminya, bahkan ia tidak bereaksi ketika Suaminya mulai menelanjanginya dan kemudian menbawanya naik keatas tempat tidur mereka.
"Malam ini kamu cantik banget sayang!" Bisik mesrah Iwan, berharap Istrinya semakin bersemangat melayaninya Malam ini.
"Gombaal!" Ujar Irma tak kalah mesrahnya.
Irma segera membuka kedua kakinya, dan mengarahkan penis Suaminya untuk segera menyetubuhinya. "Eeehkk...!" Irma mendesah pelan ketika penis Iwan memasuki dirinya.
Walaupun penis Iwan tak sebesar dan senikmat penis Reza, tapi Irma tetap berusaha menikmatinya, ia menggoyang pinggulnya menyambut setiap sodokan dari Suaminya, bahkan tidak sampai di situ saja, Irma mengaitkan kedua tangannya di leher Suaminya dan melumat bibir Suaminya dan berharap ia benar-benar bisa menikmatinya.
"Mas...! aku mencintaimu." Bisik Irma menyemangati Suaminya.
"Aku juga sayang, sangat mencintaimu !" Jawab Iwan yang kemudian semakin cepat menggerakan pinggulnya, hingga terdengar suara nyaring. "Aku mau keluar." Dengus nafsu Iwan yang sudah berada di ujung.
Irma tersenyum kecut, ternyata harapannya lagi-lagi tak bisa di penuhi oleh Suaminya.
Tapi demi menebus kesalahannya akhir-akhir ini, Irma lebi memilih berpura-pura menikmati persetubuhan mereka, ia mengerang dan tubuhnya menggeliat, seakan ia sangat menikmati persetubuhan mereka berdua.
"Aku keluaaaaar!" Pekik Irma bohong, tepat ketika ia merasa sperma Suaminya menembus rahimnya.
Ketika banyak remaja menghabiskan malam minggu mereka dengan pergi ketaman, atau nonton bioskop tapi tidak dengan kedua remaja tanggung ini. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan malam mereka berdua-duaan di pinggir danau jauh dari keramayan yang hanya di terangi rembulan malam ini.
Dengan erat Chakra menggenggam tangan pacarnya, saat ini dia tak sedetikpun ingin jauh dari pacarnya.
Begitupun yang di rasakan Lathifa, ia merasa amat bahagia malam ini, bisa menghabiskan malam berdua dengan seseorang yang sangat ia cintai, walaupun ada rasa takut, kalau nanti ada yang memergoki mereka berdua.
"Kamu yakin di sini aman?" Tanya Lathifa getir.
"Iya aku sangat yakin, kamu gak perlu khawatir di sini tempatnya cukup tersembunyi." Terang Chakra, menenangkan kekhawatiran kekasihnya.
"Iya aku percaya."
Chakra tersenyum, lalu ia mengecup kening kekasihnya, terus turun kematanya dan terakhir melumat bibir kekasihnya. Lathifa membalas pagutan pujaan hatinya, sambil memeluk erat tubuhnya, dan dengan perlahan merebahkan tubuhnya di atas tikar yang di siapkan oleh kekasihnya, membiarkan pemuda itu menindih tubuhnya.
Tangan kanan Chakra meraih payudarah Lathifa, ia meremasnya pelan, merasakan kelembutan bulatan payudarah pacarnya yang sedang dalam pertumbuhan.
"Eehhmmpp...!"
"Bajunya aku buka ya sayang?" Pinta Chakra, gadis itu hanya mengangguk dalam diam.
Perlahan ia menarik keatas kaos yang di kenakan Lathifa, berikut dengan cup branya, hingga di hadapannya saat ini terpampang pepaya muda yang sedang seger-segernya untuk ia nikmati, puttinya yang kemerah-merahan sungguh sangat menggoda nafsu birahinya, untuk segera mencicipinya.
Tanpa meminta izin lagi, Chakra segera melahap putting kekasihnya, menghisap dan mengulum puttingnya, membuat gadis itu merintih semakin keras, kedua kakinya bergerak liar menahan desakan nafsunya yang semakin bergolara.
"Uuuh... Chakra! Aaahkk... pelan-pelan geli." Rintih Lathifa sambil memegangi kepala Chakra yang sedang menyusu di atas payudarahnya.
Tangan kanan Chakra merayap melewati perut Lathifa, lalu jari jemarinya begitu lihai membuka resleting celana yang di kenakan Lathifa, gadis muda itu sedikit membantu dengan mengangkat sedikit pinggulnya, membiarkan Chakra menurunkan celananya hingga sebatas pahanya.
Jari tengah Chakra menggesek-gesek belahan vagina Lathifa yang sudah nampak basah, membuat Lathifa menggeliat semakin parah, mengerang hebat.
Walaupun ini adalah kali kedua Lathifa di cumbu oleh Chakra, tetap saja ada perasaan malu, dan gerogi setiap kali matanya melihat senyum mesum kekasihnya yang tampak begitu bahagia karena bisa menikmati keindahan tubuhnya.
"Aku bolehkan buka celana dalam kamu." Tanya Chakra.
"Jangan sayang, kamukan udah janji hanya sebatas ini saja." Ujar Lathifa mengingatkan janji yang sebelumnya perna di ucapkan oleh kekasihnya.
"Aku hanya ingin melihatnya." Bisiknya, sembari tangannya menyingkap pinggiran celana dalam Lathifa sehingga jarinya dapat menyentuh bibir vagina Lathifa.
Kepala Lathifa mengada keatas, dia tak bisa membohongi dirinya, kalau ia sangat menikmati ketika bibir vaginya di sentuh oleh jari nakal Chakra. Bahkan ia tak dapat berbuat banyak ketika Chakra menarik lepas celana dalamnya.
Lathifa memalingkan wajahnya, ia merasa amat malu dengan kondisinya saat ini.
Kerudung yang ia kenakan kini sudah tak berbentuk lagi, begitu juga dengan kaosnya yang sudah tersingkap keatas berikut dengan bra yang ia kenakan, dan nasib yang sama di alami oleh celananya yang suda di tarik turun hingga sebatas betisnya, menampakan sepasang paha mulusnya dan vaginanya yang di tumbuhi hutan rimbun di permukaan vaginanya.
"Jangan Chakra, kamu sudah janjikan?" Pinta Lathifa takut-takut saat melihat Chakra yang mulai membuka pakaiannya hingga telanjang bulat.
Walaupun ini untuk kedua kalinya bagi Lathifa melihat penis Chakra, tapi tetap saja ia merasa takut, dan tegang.
"Kamu sayang akukan?" Tanya Chakra.
"Iya, tapi jangan seperti ini, aku mohon!" Lathifa menggenggam erat tangan Chakra, tapi pemuda itu malah mengarahkan tangan Lathifa kearah penisnya. Tentu saja Lathifa kaget, tapi ia menuruti keinginan pacarnya untuk menggenggam penis tersebut.
Chakra kembali memanggut bibir Lathifa, dan meminta Lathifa untuk mengocok penisnya, dan gadis itu walaupun merasa enggan ia tetap mengikuti keinginan pacarnya, tangan mungilnya bergerak mengocok penis pacarnya, sembali membalas pagutan pacarnya, membelit dan menghisap lidah pacarnya.
Lidah Chakra turun menjilati dada Lathifa secara bergantian, memainkan dan menghisap puttingnya dengan rakus penuh nikmat, sementara tangannya kembali turun membelai bibir vagina Lathifa hingga gadis itu mengerang semakin dalam.
Ciumannya kembali turun keatas perut Lathifa, dia menari-nari diatas pusarnya, dan dengan perlahan dia membuka kaki kanan Lathifa sehingga bibr vaginanya terkuak, perlahan Chakra mulai menciumi bagian dalam pahanya, sementara tangannya menstimulasi payudara Lathifa.
"Udaaaaah... Aahkk... " Erang Lathifa memohon.
Tapi Chakra yang di kuasai iblis sama sekali tidak mengubris rintihan pacarnya, bahkan ia semakin bernafsu ingin menodai Lathifa seutuhnya.
Lida iblisnya kembali terjulur, menyapu belahan bibir vagina Lathifa, menghisap dan memainkan clotoris Lathifa, membuat gadis 16 tahun itu merintih nikmat penuh dosa. Ajaran-ajaran Agama ia dapatkan selama ini hilang sudah, di telan oleh nafsu birahi, dan inginannya untuk mencapai klimaks.
"Aaaaaaa.... " Ia mengerang hebat tatkalah badai orgasme datang menghempaskan dirinya.
Chakra tersenyum puas karena berhasil membuat wanitanya tidak berdaya, dia membelai pipi Lathifa sambil mengecup lembut bibir Lathifa, sementara tangannya kembali membuka kaki Lathifa sambil memposisikan tubuhnya di atas tubuh kekasihnya, dan mengarahkan penisnya tepat di belahan bibir vagina Lathifa.
Dengan perlahan ia menggesek-gesekan penisnya kearah bibir vagina Lathifa, sadar akan bahaya yang mengancamnya, Lathifa kembali memberontak.
Tapi Chakra bukanlah seorang pemuda biasa yang tampa pengalaman, sudah tak terhitung berapa banyak santriwati yang menjadi korbannya, dan saat ini ia berniat ingin merenggut kesucian Lathifa.
"Aku mencintaimu." Bisik Chakra merayu Lathifa, dia kembali meremas payudarah Lathifa. "Sayang, bolehkan kalau aku menyatuh dengamu, sebagai bentuk rasa cinta kita berdua." Dengan perlahan kepala penis Chakra mulai membela bibir vagina Lathifa yang masih perawan.
"Ta... tapi... Aaaahk... " Lathifa memekik perih.
"Aku akan melakukannya dengan pelan." Bisik Chakra, kini posisi Chakra sudah sangat sempurna, dengan satu dorongan, maka Chakra akan memperawani Lathifa.
"Janji jangan tinggalin aku."
"Iya... muahk... aku janji sayang." Lalu dengan perlahan penis itu semakin dalam menembus vagina Lathifa hingga menubruk sesuatu benda tipis.
Dengan senyuman menyeringai, Chakra menghentak pinggulnya, hingga merobek slaput perawan milik Lathifa, gadis itu langsung berteriak kesakitan. "Saakiiiiiiittt.... pelan-pelan." Erang Lathifa, tapi Chakra yang merasa puas karena berhasil memperawani pacarnya semakin cepat menggoyang pinggulnya maju mundur, mengehentak selangkangan Lathifa.
Isak tangis Lathifa pecah, selain karena rasa sakit yang ia rasakan, Lathifa juga merasa sangat bersalah karena telah membiarkan kesuciannya di renggut oleh orang lain.
Sementara yang dirasakan Chakra malah sebaliknya, ia merasa begitu hebat dan perkasa karena bisa merenggut kesucian wanita seperti Lathifa, seorang gadis alim yang lugu, yang begitu mudanya ia tipu dengan rayuan gombalnya.
Cukup lama dia memandangi wajah Suaminya yang sedang terlelap, ada perasaan bersalah yang amat besar di dalam dirinya, karena ketidak mampuannya untuk menjaga kesucian pernikahannya. Tak sadar, ia mulai meneteskan air matanya, isak tangisnya pecah tatkala mengingat bagaimana Reza berhasil memperdaya dirinya, menikmati tubuhnya dan membuat dirinya orgasme beberapa kali.
Dengan perlahan ia turun dari atas tempat tidurnya, rasa haus sedikit mengganggunya.
Saat berjalan menuju dapur rumahnya, bayangan pelecehan yang di lakukan Reza kepadanya kembali terngiang-ngiang di benaknya, bagaimana mungkin seseorang seperti dirinya dengan begitu mudahnya menyerahkan tubuhnya kepada pria berengsek seperti Reza, seorang pria yang tak tau diri.
Bibirnya bergetar, berusaha menikmati air dingin membasuh tenggorakannya yang terasa kering.
"Bajingaaan... " Sesal Irma, ia terduduk di kursi yang tak jauh dari kulkas tempat ia mengambil minumannya "Seharusnya ini tidak perlu terjadi, kalau seandai saja aku bisa menahan nafsu iblisku." Gumam Irma menyesali apa yang telah terjadi saat ini.
"Sayang...!" Dengan perlahan Irma mengangkat kepalanya saat mendengar suara panggilan dari.orang yang amat sangat ia kenal. Tak jauh dari dirinya saat ini, Iwan berdiri lalu berjalan menghampirinya.
Buru-buru Irma menghapus air matanya, ia tidak ingin Suaminya tau kalau saat ini dia sedang bersedih.
"Kamu kenapa sayang?" Tanya Iwan.
Irma menggeleng lemah, sambil tersenyum. "Gak apa-apa kok Mas, Ehmm... Mas.kok belom tidur?" Tanya Irma hendak mengalikan permbicaraan.
"Mas tadi kekamar mandi, terus liat kamu lagi duduk di sini."
"Mas mau minum?" Tawar Irma, Iwan mengangguk lalu ia mengecup kepala Istrinya.
Irma segera menuangkan air kedalam gelas dan menyerahkan gelas tersebut kepada Suaminya. "Terimakasi." Kata Iwan sembaril meminumnya.
"Kita kekamar lagi yuk Mas, aku udah ngantuk ni." Ajak Irma.
"Tapi beneran kamu gak apa-apa sayang, soalnya tadi kayaknya aku mendengar suara tangisan kamu." Tanya Iwan yang masi merasa khawatir terhadap Istrinya.
"Beneran Mas, aku gak apa-apa dan aku gak nangis kok Mas, mungkin tadi mas salah denger." Jawab Irma berbohong, dia merasa beruntung karena tadi tidak menghidupkan lampu dapurnya, kalau tidak Iwan bisa melihat sisa-sia air matanya.
"Ya udah kalau gitu, ayuk kita tidur lagi."
Iwan menggandeng mesrah tangan Istrinya menuju kamar mereka berdua.
Bersambung Ke
Dosa Yang Nikmat Bag.12
Bersambung Ke
Dosa Yang Nikmat Bag.12
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini