Lanjutan Dari
Beberapa hari ini, Irma selalu berusaha menghindar setiap kali bertemu Reza, dia merasa malu setelah kejadian malam itu, walaupun setiap malamnya ia tetap saja mengerang cukup keras setiap kali bercinta, tanpa memperdulikan kehadiran Reza yang berada di samping kamarnya.
Seperti malam ini, Suaminya Iwan kembali menunaikan kewajibannya dengan menyetubuhi Istrinya.
"Teruuss Abi... Aah... Aah... !"
"Pelan-pelan sayang, suaranya di kecilin, malu nanti kedengeran sama temannya Abi." Ujar Iwan, yang tak perna bosan mengingatkan Istrinya.
"Gak bisa Bi, Aaaa... enak banget Bi !" Erang Irma tak perduli.
"Uuhk... iya sayang, Abi mau keluar ni."
"Nanti Bi, Aaahk... Umi masi belum ni." Rengek Irma, malam ini dia sudah bertekad, akan mendapatkan klimaksnya, bagaimanapun caranya.
Irma mendorong tubuh Suaminya hingga terlentang, lalu dia naik keatas tubuh Suaminya, di arahkan penis Suaminya.ke lobang vaginanya, lalu dengan satu hentakan dia menduduki penis Suaminya hingga amblas.
Dia segera menggerakan pimggulnya naik turun, sesekali ia memutar pinggulnya. Rasa nikmat yang ia rasakan bertambah nikmat, apa lagi Suaminya memberinya stimulasi terhadap kedua payudarahnya, memainkan puttingnya, membuat Irma semakin berteriak kencang.
Tapi apa daya, ketika keterbatasan Suaminya, membuat Irma harus kembali menelan pil pahit.
"Bi keluaaar !" Erang Iwan, tubuhnya mengejang sejenak.
"Belum Bi, jangan keluar dulu." Pinta Irma.
"Maaf sayang."
"Gak boleh Bi, Umi belum dapat... " Irma tidak mau menyerah, ia semakin bersemangat mengaduk-aduk penis Suaminya, berharap nafsu Suaminya kembali bangkit.
Tapi Iwan bukan tipe pria yang muda untuk membangunkan hasratnya, dia butuh waktu, walaupun dia sangat bernafsu melihat Istrinya.
Tak urung, ketika Irma menarik pantatnya keatas, penis Suaminya yang kecil terlepas dari cengkraman dinding vaginanya. Tapi Irma tetap tidak mau menyerah, dia berusaha memasukan kembali penis Suaminya, tapi gagal. Berkali-kali ia mencoba membangunkan penis Suaminya, tapi tetap saja tidak bisa, membuatnya akhirnya menyerah.
Dia merebahkan tubuhnya kesamping Suaminya, dia kesal karena Suaminya tidak perna mampu memuaskan birahinya.
"Umi... !"
"Jangan sentuh aku Bi."
"Maafin Abi ya sayang, Abi sudah berusaha, bahkan Abi sudah minum obat kuat, tapi ternyata tetap gagal." Sesal Iwan, ia sendiri sebenarnya merasa bersalah karena tidak perna bisa memuaskan birahi Istrinya, walaupun ia sudah melakukan berbagai cara agar bisa tahan lebi lama.
Irma tetap diam, ia masi amat kesal dengan Suaminya, dari dulu dia tak perna merasakan yang namanya orgasme, sementara teman-temannya yang sudah menikah sering bercerita bagaimana nikmatnya saat mencapai orgasme, sementara dirinya hanya bisa menjadi pendengar yang baik, padahal ia sudah lama menikah dan memiliki seorang anak.
"Umi ngantuk Bi."
"Ingat Umi, surganya Istri ada pada ridhonya Suami, walaupun Abi tidak bisa memuaskan kamu, bukan berarti kamu bisa marah seperti ini dengan Suami kamu."
"Aku tau Abi, tapi apa salah kalau Umi kecewa."
"Itu haknya Umi, tapi bukan berarti Umi boleh mendiamkan Abi seperti ini. Ya sudah Abi mau ronda dulu, malam ini giliran Abi yang ronda." Iwan segera keluar kamar, meninggalkan Istrinya sendiri yang masi diam memikirkan ucapannya.
Dia segera kekamar mandi, menunaikan kewajibannya, mandi wajib, selama ia menyiram tubuhnya, dia memikirkan perubahan yang terjadi kepada Istrinya. Selama ini Istrinya tak perna mengeluh walaupun ia tidak bisa memuaskan Istrinya, tapi akhir-akhir ini Istrinya sering mengeluh.
Dia tidak tau apa yang menyebabkan Istrinya berubah seperti saat ini, dia hanya berharap Istrinya bisa mengerti dan menerima kekurangannya.
Saat dia kembali kekamarnya untuk berganti pakaian, Istrinya tetap diam tak mau mengajaknya bicara, bahkan ketika ia berpamitan ingin pergi, Irma tak berkomentar apapun, dia hanya memandang sesaat kearah Suaminya.
"Mas, mau kemana ?" Tanya Reza.
"Mau pergi ronda, biasa jadwal bulanan. Nanti juga kamu kebagian, mungkin untuk bulan depan." Jelas Iwan sambil tersenyum ramah.
"Kalau begitu biar aku ikut denganmu Mas."
"Tidak perlu biar saya sendiri saja, kamu di rumah." Tolak Iwan, dia tentu tidak ingin merepotkan tamunya, walaupun sebentar lagi Reza akan menjadi salah satu penghuni Madrasya.
"Saya gak enak Mas, sama Mbak Irma, kalau cuman berduaan saja di rumah, takut nanti salah paham."
"Hei tenanglah, aku mengenalmu sudah sangat lama, aku tau kamu orang yang baik, dan aku sangat mempercayaimu. Aku merasa lebi khawatir kalau aku harus meninggalkan Istriku sendirian di rumah."
"Hahaha... Mas Iwan bisa saja." Jawab Reza sambil menggaruk kepalanya.
"Ya sudah aku pergi dulu ya."
"Iya Mas, hati-hati di jalan."
"Sama-sama, aku titip Istriku kepadamu."
"Baik Mas, aku akan menjaga Istrimu..."
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Setelah Iwan pergi, Reza segera menutup pintu rumah, dan 'kleek' dia menguncinya.
Reza berjalan kekamarnya, lalu mengambil sebutir kapsul di dalam botol obat. Kemudian ia keluar menuju dapur, membuat segelas susu yang nantinya akan di berikan kepada Irma, istri sahabatnya sendiri.
Reza... reza... malam ini adalah malam keberuntunganmu, selagi temanmu berjaga-jaga di luar sana, kamu di dalam rumahnya, akan mencuri tubuh Istrinya, Hahaha... bodoh sekali kamu Mas, menitipkan Istrimu kepadaku, tapi tenang saja Mas, malam ini aku akan membuat Istrimu bahagia dan melupakanmu...
----------------
Tok... tok... tok...
"Siapa ?"
"Ini aku mbak, Reza !"
"Ada apa Mas ? Sebentar ya... " Irma segera turun dari atas tempat tidurnya, ia sempat menghapus air matanya.
Dia mengambil sepasang piyama tidur yang lebi sopan dari sebelumnya, tak lupa ia juga mengenakan kerudung, bagaimanapun juga Reza bukan muhrimnya, sudah selayaknya sebagai seorang Istri yang taat, ia menutup seluruh auratnya, untuk menjaga diri.
Perlahan Irma membuka pintu kamarnya, dia melihat Reza sedang tersenyum sambil membawakannya segelas susu hangat. Harus diakuinya, Reza memang lebi perhatian ketimbang Suaminya yang rada cuek.
"Ini sengaja saya buatkan khusus buat Mbak." Reza menyerahkan segelas susu hangat kepada Irma.
"Terimakasi Mas."
"Sama-sama Mbak, ehm... kalau lagi butuh temen ngobrol, saya ada di kamar, panggil aja." Ujar Reza sembari tersenyum, lalu ia berbalik dan hendak kekamarnya, tapi sebelum itu ia kembali berkata. "Jangan nangis lagi Mbak, nanti cantinya hilang loh." Rayu Reza.
"Iya makasi."
Irma kembali menutup pintu kamarnya, dia duduk di atas tempat tidurnya sambil menikmat segelas susu hangat pemberian Reza. Dia tidak menyangka kalau Reza begitu perhatian kepadanya, berbeda dengan Suaminya, yang tega meninggalkan dirinya dalam keadaan kacau seperti ini.
Seandainya saja Mas Iwan bisa seromantis Mas Reza, mungkin aku akan menjadi Istri yang paling bahagia
Tanpa di sadarinya, Irma perlahan mulai menbandingkan Suaminya dengan pria lain, kekecewaan terhadap Suaminya membuat dirinya lupa hakikat menjadi seorang Istri yang setia, baik perbuatan maupun hati, seperti yang telah di ajarkan oleh ajaran Agamanya.
Dia kembali meminum susu pemberian Reza, entah kenapa bayangan Reza tak mau hilang dari bayangannya, padahal ia sudah berusaha menggantinya dengan wajah Suaminya, tapi yang terjadi dia malah kesal.
Irma telah menghabiskan susu hangatnya, efek dari obat perangsang yang di berikan Reza mulai bereaksi, Irma mulai merasa tak tenang, puttingnga mengeras, dan vaginanya membanjir, ingin rasanya dia memuaskan birahinya dengan bermasturbasi, tapi dia tau itu dosa dan ia lebi memilih bertahan.
Perlahan ia merebahkan tubuhnya, berusaha menenangkan dirinya, tapi lama-kelamaan dia semakin tergoda untuk menyentuh organ tubuhnya.
"Tidak... tidak... aku tidak boleh melakukannya, lebi baik sekarang aku menemui Reza, setidaknya aku punya teman ngobrol untuk melupakan birahiku " Gumam Irma, teringat dengan pesan Reza barusan kepada dirinya.
Dia segera keluar kamar menuju kamar Reza, awalnya dia agak ragu untuk mengetuk kamar Reza, tapi birahinya yang tinggi menuntut pengalihan.
Tok... tok... tok...
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, Reza menyambut Irma dengan mengenakan kaos putih yang super ketat memeluk tubuh Reza, sehingga baju itu memperlihatkan bentuk tubuh Reza yang sempurna dan kekar.
"Ada apa mbak ?" Tanya Reza.
"Maaf Mas, cuman pingin ngobrol aja, tapi kalau Mas mau tidur saya akan pergi." Jelas Irma, entah kenapa ia merasa bersalah dengan perbuatannya kali ini.
"Saya lagi santai aja kok Mbak, ayo masuk." Ajak Reza.
Walaupun menyisakan keraguan Irma menerima tawaran Reza untuk masuk kedalam kamarnya.
Perasaan Irma semakin tak menentu, aroma melati yang tercium oleh hidungnya, membuat birahinya semakin meledak-ledak, tanpa bisa ia tahan, cairan vaginanya terus menerus keluar tanpa bisa ia hentikan, membuat celana dalamnya terasa lembab.
Jantungnya berdetak semakin keras, tatkala Reza duduk di sampingnya, apa lagi ketika ia melihat senyuman Reza yang menggoda, membuat dirinya semakin tak tenang.
Sadar Irma, kamu tidak boleh di sini, di kamar pria lain yang bukan muhrimmu, ingat cowok yang di sampingmu ini dulu perna menggodamu, kamu Istri yang baik, kali ini kamu tidak boleh terbuai oleh godaannya, kamu harus keluar sekarang, ingat Suamimu Irma... ingat anakmu, ingat keluargamu kecilmu
"Maaf Mas, saya kekamar dulu ya !" Irma hendak buru-buru pergi sebelum hal buruk terjadi. Tapi Reza dengan cepat menahan pergelangan tangan Irma.
Irma terdiam, melihat pergelangannya yang sedang di pegang oleh pria lain, darahnya berdesir, nafasnya semakin berat. Segera ia mengibaskan tangannya, melepas pegangan Reza di pergelangan tangannya.
"Mau kemana ? katanya mau ngobrol."
"Gak jadi Mas." Jawab Irma buru-buru.
Tapi Reza tak ingin kehilangan mangsanya, dia menarik kembali tangan Irma, dan memintanya untuk duduk. "Kenapa ? kitakan cuman ngobrol." Jelas Reza, matanya menatap dalam-dalam mata Irma. Tapi Irma segera mengalihkan pandangannya.
"Kita bukan muhrim Mas, gak pantas kita berdua berada di kamar berduan seperti ini."
"Kenapa tadi kamu masuk kekamar saya ?"
"Saya khilaf." Jawab Irma lirih.
"Jangan munafik Mbak, saya tau kalau Mbak kesepian, biarkan saya menemani Mbak malam ini." Ujar Reza yang mulai kehilangan kesabarannya.
"Maksudnya ? Maaf Mas saya wanita baik-baik, dan saya sangat mencintai Suami saya. Oh iya, kelakuan anda malam ini sangat kurang ajar, saya berharap besok anda sudah meninggalkan rumah saya dan jangan datang lagi." Ucap Irma emosi mendengar perkataan Reza kepadanya.
Irma hendak keluar kamar, tapi ketika ia menarik handlenya, pintu kamar Reza tak mau terbuka. Irma mulai panik, ia merasa akan terjadi hal yang buruk dengan dirinya.
Reza berjalan mendekatinya, semakin dekat, lalu tanpa berkata apapun dia memeluk Irma dari belakang. Wanita cantik itu langsung meronta-ronta, ia menangis sambil berteriak berharap ada yang mendengar teriakannya, tapi usahanya akan sia-sia saja karena tak akan ada yang mendengar teriakannya.
Reza yang lebi kuat dari Irma dengan mudanya menghempaskan tubuh Irma jatuh di atas tempat tidurnya.
"Jangan melawan, saya hanya ingin memuaskan nafsumu yang besar, saya tau Suamimu tidak perna bisa memuaskan kamu, sampai kapanpun." Ujar Reza, dia menindi tubuh Irma sambil berusaha mencium bibirnya.
"Jangan Mas... ini dosa, Saya... hhmmpp.... hhmmpp... " Reza berhasil melumat bibir Istri sahabatmya.
Sambil berciuman jari-jari Reza mempereteli kancing piyama Irma, lalu dia membetot bra yang di kenakan Irma hingga putus, dan membuangnya entah kemana.
Tapi walaupun begitu Reza tak mau buru-buru, dia ingin menikmati tubuh Irma dengan perlahan, sentuhan lembut ia berikan di atas payudara Irma, ia meremasnya pelan, walaupun sedikit kasar, membuat mata Irma melotot, merasakan payudaranya yang sedang di sentuh oleh pria lain yang bukan Suaminya.
"Kamu cantik sayang, jangan melawan ya !" Bisik Reza lirih, dia masi menindih tubuh Irma agar tak bergerak.
"Sadar Mas, aku Istri sahabatmu, kita sama-sama tau kalau ini berdosa Mas, tolooong... Aaahkk... hentikan Mas, sebelum semuanya terlambat." Isak Irma, dia tidak menyangkah kalau dirinya akan di perkosa di rumahnya sendiri.
"Malam ini aku akan memuaskanmu cantik."
"Ooohh Mas, jangan di pelintir, aku tidak tahaaan... " Erang Irma, yang memang sebelumnya sangat terangsang karena birahinya yang belum sempat di tuntaskan oleh Suaminya, di tambah lagi dengan obat perangsang, dan sekarang dia di rangsang habis-habissan oleh sahabat Suaminya.
Reza menyingkap kerudung Irma, tapi tidak sampai melepasnya, hanya saja kerudung itu sedikit memperlihatkan leher jenjangnya yang putih. Reza segera menciuminya, membuat beberapa tanda merah di leher Irma.
Sementara payudaranya di remas semakin keras, dan anehnya remasan kasar Reza malah membuatnya semakin terangsang, dan tak bisa mengendalikan dirinya.
Irma menangis semakin menjadi-jadi, bukan karena ia sedang di perkosa tapi karena tubuhnya yang mulai menikmati setiap sentuhan di dadanya, bahkan bibirnya tak dapat menolak ketika Reza melumatnya kembali.
Ciuman Reza berpinda kedada kirinya, dia mengulum payudara Irma, memainkan puttingnya yang mengeras.
"Jangaaan Mas, aku mohooon !"
"Nikmatin saja sayang, malam ini aku akan membuatmu merasakan yang namanya orgasme, kamu sudah lama menginginkannya bukan ?" Ejek Reza, lalu dia kembali mengulum putting Irma.
"Aaampuun... Aaah... aku tidak mau, tolooong !"
Reza tak perduli dengan teriakan miris dari Irma, yang dia inginkan hanya satu, menaklukan wanita yang di kenal Shaleha, Istri dari sahabatnya. Tangan Reza turun kebawa, dia menekan selangkangan Irma, dia menekan vagina Irma, membuat wanita berhijab itu menggeliat, bukan karena rasa sakit, tapi karena rasa nikmat nan geli yang di rasakan tubuhnya.
Ciuman Reza berpindah, dari payudara kiri, kini berpindah kepayudarah kanannya, ia menghisap dan mencucup putting Irma yang menggemaskan, sementara jarinya menusuk-nuduk vagina Irma dari luar celana piyama yang di kenakan Irma.
"Aku akan menjadikan kamu wanita binal, malam ini tubuhmu resmi menjadi milikku."
"Ampuuuun Mas, aku sudah bersuami... !"
"Hahaha... statusmu itu yang membuatku semakin bergairah sayang, kamu bisa bayangkan, wanita soleha sepertimu takluk dengan nafsumu sendiri." Jelas Reza, dia memainkan jarinya di bibir tipis Irma.
"Kamu pria laknat !" Umpat Irma.
"Hahaha.... "
"Lepaskan aku, jangan perkosa aku Mas." Irma semakin kalut, ia memukul dada Reza.
"Ini bukan pemerkosaan, aku hanya ingin membantu wanita setia sepertimu mengeluarkan sisi liarnya, dan sekarang aku ingin melihat memekmu yang basah." Bisik Reza, dia semakin intens mempermainkan perasaan Irma yang merasa berdosa.
Dia memegang kedua sisi celana piyama Irma, dia menarik perlahan celana piyama Irma, tanpa bantahan, tanpa penolakan, karena Irma secara tidak langsung tubuhnya sudah pasrah menerima nasibnya, hanya hatinya saja yang sedari tadi berteriak menolak perlakuan Reza terhadap dirinya.
Perlahan tapi pasti, celana dalam Irma yang berwarna biru langit di hiasi pitah di bagian atasnya terlihat mengagumkan, ketika celana piyama itu melewati selangkangan Irma, terlihat bercak basah di celana dalamnya, tepat di bibir vaginanya. Irma memalingkan wajahnya dari tatapan nanar Reza, dia benar-benar merasa malu di perlakukan layaknya perempuan murahan oleh sahabat Suaminya sendiri.
Reza menciumi betis Irma, lalu naik kepahanya dan berhenti tepat di selangakangannya, dia mengendus celana dalam Irma yang menebarkan aroma kewanitaanya.
Perlahan diapun menarik lepas celana dalamnya, sehingga vagina berbulu lebat milik Irma terekpose di hadapan Reza. Wanita berkerudung itu menangis semakin keras, dia malu dan sangat marah terhadap dirinya sendiri, karena gagal mencega Reza menelanjangi dirinya.
"Bagaimana rasanya di telanjangi sama orang lain yang bukan Suami ? Rasanya menengangkan bukan, dan membuat kamu semakin terangsang dengan keadaan saat ini." Bisik Reza sambil membelai paha mulus Irma.
"Bajingan kamu Mas, tegaaa kamu Mas !" Isak Irma.
"Hahaha... terusnya mengumpat, kalau dengan cara itu bisa membuatmu semakin terangsang Ustadza Irma, Suami dari sahabat baikku Iwan, yang mengerahkan Istrinya untuk kujadikan budak nafsuku." Katanya tajam, dan kemudian kembali menciumi paha mulus Irma.
Benar apa yang di katakan Reza, perlakuan Reza membuatnya tegang, perasaan bersalah yang di rasakannya membuat dirinya semakin terangsang, bukan merasa semakin terhina.
Tak bisa di pungkiri, sebagai seorang Istri yang taat terhasap Agama, perlakuan Reza benar-benar membuat harga dirinya tercabik-cabik, tapi sisi liar yang ada di dalam dirinya sangat menyukai setiap pelecehan dan hinaan yang di lontarkan Reza kepada dirinya, hanya saja Irma belum menyadari sepenuhnya dengan apa yang terjadi terhadap perubuhan di dalam dirinya.
Ciuman Reza semakin lama semakin keatas, ujung lidanya mulai menyentuh bibir vagina Irma yang berkedut, sementara kedua jari jempolnya menekan pinggiran bibir vagina Irma.
"Aaah... hentikan Mas, itu menjijikan !" Teriak Irma, seumur-umur baru kali ini ada seseorang yang mau menjilati vaginanya, karena Suminya Iwan tidak perna sekalipun menjilati vaginanya, walaupun dia menginginkannya.
"Ooooh Tuhaaaan... hentikan, aku mohon Mas." Irma mengerang, kedua tangannya mengais-ngais, terkadang ia memukul kepala Reza dengan pukulan ringan.
Tetapi Reza tak berhenti merangsang Irma, seorang Istri yang setia dan taat dengan ajarannya. Dia menghisap clitoris Irma, sementara dengan jari telunjuk dan tengahnya dia menusuk lobang vagina Irma dengan gerakan perlahan tapi menghentak, dan terkdang ia mengais-ngais, mengorek liang vagina Irma hingga semakin becek.
"Katanya gak mau, tapi memeknya basah banget, pengen di entot sekarang ya ? Sabar yaa... saya belum puas menjilati memeknya kamu." Goda Reza, lidanya semkin intens menjilati clitoris Irma, sementara jarinya semakin dalam menggali vagina Irma.
"Aaah... Aampun Mas, ngiluuu... Aaa... pelan-pelan !" Irma menggeliat-liat menahan semua godaan yang melanda ujung syaraf di tubuhnya yang mulai basah kuyup dengan keringat.
Tapi Reza tetap tak mau berhenti, ia senang melihat korbannya yang tak berdaya melawan nafsunya, dia senang saat melihat Istri sahabatnya itu berusaha membongi dirinya sendiri dengan terus meronta dan berteriak, tapi sama sekali tidak berusaha menghentikan perbuatannya, malahan Irma wanita shaleha itu menjambak rambutnya, dan menekan kepalanya.
Setelah lima menit berlalu, tubuh Irma mengejang kaku, kakinya tertekuk, dan kemudian dari dalam vaginanya keluar cairan yang sedari tadi ia nantikan.
Untuk pertama kalinya di dalam hidup Irma, wanita berhijab itu merasakan nikmatnya orgasme, dia merasa seperti buang air tapi ini rasanya sangat nikmat sekali, bahkan ia sendiri rasanya tak ingin kehilangan apa yang ia rasakan sekarang. Dia tanpa sadar mendekap kepala Reza, menekan wajah seorang pria yang bukan Suaminya tenggelam kedalam hutan rimba miliknya.
"Bagaimana rasanya ? enakkan ?"
"Tidaaak... ini menjijikan Mas, aku mohon Mas lepaskan aku, sadar Mas, ini zina ketika tidak boleh melakukannya." Isak tangis Irma sambil menutup wajahnya.
Reza berbaring di samping tubuh Irma, dia membelai wajah korbannya, sementara matanya menelusuri setiap lekuk tubuh mangsanya. Reza tidak ingin terburu-buru, wanita seperti Irma tak bisa di perlakukan dengan cara terburu-buru, harus dengan cara perlahan agar membekas di hati wanita shaleha seperti Irma.
Tangan kiri Reza meremas payudara Irma, memainkan puttingnya, membuat tubuh Irma kembali menggelinjang.
"Jangan setubuhi aku Mas, jangan nodai aku !"
"Tidak... tidak... aku tidak akan menyetubuhimu, aku hanya ingin ngentot denganmu, aku ingin merasakan jepitan memek seorang Ustadza, Istri yang alim." Bisik Reza menggoda korbannya baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
"Aku tidak mau... !"
"Tidak mau apa ?" Tanya Reza meringis.
"Nge... ngentot Mas, aku tidak mau melakukannya dengan orang lain, selain Suamiku Mas." Tak sadar Irma mulai mengikuti cara bicara Reza yang sedikit vulgar.
"Tidak sekarang tapi nanti... !" Bisiknya, lalu melumat pelan bibir Irma. "Sekarang kamu boleh keluar, kunci kamarnya ada di atas meja saya." Sambung Reza sambil melepas pelukannya.
Irma terdiam, sekarang dia yang malah kebingungan, bagaimana mungkin seorang pria yang tadinya ingin memperkosanya tiba-tiba saja melepaskannya begitu saja. Apa yang salah sebenarnya dengan Mas Reza ? Kenapa ia begitu mudanya melepaskanku ? Bukankah ini kesempatan yang bagus bagi dirinya untuk menikmati tubuhku ? Irma merasa tidak rela kalau dirinya di lepaskan begitu saja.
"Pergilah sebelum saya berubah pikiran, atau kamu mau aku perkosa sekarang ?" Kata Reza mengejek Irma.
"Bajingan, aku tidak sudi di perkosa olehmu."
Irma segera bangun dari tempat tidurnya, ia memungut pakaiannya dan hendak mengenakannya kembali. "Tinggalkan celana dalammu." Ucap Reza terdengar seperti perintah, dan bodohnya Irma mengikuti perintah Reza.
Ia segera mengenakan kembali piyamanya tanpa mengenakan dalamannya, karena branya sudah putus dan celana dalamnya di ambil Reza.
Buru-buru Irma mengambil kunci kamar Reza, kemudian dia bergegas menuju pintu kamar Reza dan hendak membukanya, tapi lagi-lagi Reza menghentikannya.
"Tunggu sebentar." Kata Reza.
Dia membuka lemari pakaiannya dan kemudian dia mengambil sebuah botol berukuran kecil yang berisi obat perangsang, Irma tampak kebingungam saat menerima botol tersebut, tapi ia tetap mengambilnya dari tangan Reza.
"Itu obat perangsang, kamu minum setiap bangun tidur dan saat kamu ingin tidur." Perintah Reza.
"A... apa ? gila kamu Mas."
"Cobalah dulu, dan kamu rasakan sensasianya... "
"Persetan dengan obat ini, aku akan membuangnya, dan aku akan mengadukan perbuatanmu kepada Mas Iwan." Ancam Irma geram dengan perlakuan Reza
"Terserah apa katamu, tapi aku meragukannya."
Braaak... Irma membanting pintu kamar Reza, ia berlari sambil menangis kembali kekamarnya.
Semetara Reza ia tersenyum penuh kemenangan, ia yakin sebentar lagi, Irma Istri sahabatnya yang shaleha akan jatuh kedalam pelukannya.
Bersambung Ke
Dosa Yang Nikmat Bag.05
Bersambung Ke
Dosa Yang Nikmat Bag.05
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini