Sembari bercengkrama di kamar VIP rumah sakit yang mewah, Bahdin teringat akan pembicaraan dengan bos besarnya Pak Karmin yang direktur finance, saat meminta acc menanggulangi biaya rumah sakit. Bosnya memberitahu bahwa pengusutan laporan awal Bahdin sebelumnya, dimana disinyalir seorang kepala bagian admin pabrik berindikasi bermasalah, disinyalir juga melibatkan kerjasama dengan bagian lain. Setelah dilakukan penelitan diam-diam oleh Dewan Direksi, akhirnya berhasil ditemukan bukti cukup. Dewan direksi menyerahkan penanganan selanjutnya ke Karmin, bos besar Bahdin, yang kempar bola panas.
Direktur Karmin mendapat tambahan beban menghitung kerugian, menaksir potensi masalah, litigasi dan banyak hal yang harus dilakukan cepat dan rahasia, guna menghindarkan kerugian lebih besar. Sedang pusing, didatangi Bahdin yang kasih info awal, untuk urusan biaya rumah sakit, Karmin acc saja pengajuan Bahdin. Sedang pusing-pusingnya, terhibur Karmin disamperin anak buahnya yang nyeleneh ini, yang sudah lama dikenalnya ini.
Sejak lama Karmin ingin anak itu maju karirnya. Tapi karena hobi ngurusin mesin peralatan, cinta sama genset, emoh posisi dibelakang meja, maunya di gudang atau di pabrik.
“Bahdin kau sajalah sementara ngurusin kerjaan Darmawan agar tak ada yang ngacak-ngacak bukti”
“Nggak mau boss, pusing..kertas melulu”
“Jadi siapa dong?, rasanya sudah pada kolusi semua ini orang”
Bahdin asal menjawab, ganti saja dengan kepercayaan pak Karmin. Bosnya minta rekomendasi orang, asal nyahut Bahdin menyebut Marni. Tanpa ragu-ragu bosnya mempertimbangkan rekomendasi itu, tidak ada pilihan lain karena mendesak dan akan menuntaskannya dengan personalia. Pembicaraan tersebut yang terngiang-ngiang saat melepas lelah dan mengelus menikmati kelembutan kulit telanjang didekapannya.
“Kalau mbak baik begini, saya juga mau beri bingkisan ah...”
“Lho... nggak usah lah... ini kan karena kebaikan mas kemarin”
“Ya terserah yang mau ngasih...”
“Iya deh... apa nih bingkisannya?
“Mobil baru......”
“Ihh ... bohong... nggak percaya ...”
“Itulah cewe, dibilangin bener dibilang bohong, kalo dibohongi orang langsung mudah percaya...”
“Emang duit mas dari mana ? juga apa gunanya, wong Marni nggak bisa nyetir”.
“Wah kalo saya ngasih bingkisan, tuntas dan lengkap, nggak seperti mbak, tanggung dan agak merepotkan, seperti tadi...”
“Ihhh.... gimana coba...” gemas Marni mencubit Bahdin, sama sekali tidak percaya
“Yach ... mobil baru dengan supir dung ....”
“Walah lebih nggak percaya lagi... dari mana duitnya”
“Pokoknya mau nggak...?”
“Iya deh... mau... tapi tetep nggak percaya, duit kamu dari mana?”
“Yach bukan duit saya dong... mbak tinggal menggantikan Pak Darmawan, setelah itu dapat fasilitas mobil baru selaku manajer, dan tingal minta supir, gampang khan” Bahdin berlagak berkuasa.
“Jangan becanda mas, serius nih” ditelinga Marni memang terdengar bercanda, wong Mas Bahdin ini adalah mandor atau supervisor, yang secara jabatan dua tingkat di bawah posisi tersebut”
“Serius nih, nggak percaya ahh” dilihatnya Bahdin nyengir“Ya sudah kalo nggak percaya, ayo taruhan…”
“Ayo…taruhan apa” Marni menerima tantangan, dirinya merasa yakin nggak mungkin hal itu, pasti cuman bercanda“ '
Apa ya taruhannya…” Iseng asal Bahdin menyahut “OO iya… bingkisan aja yang gampang”
Ditengah perbincangan ini, Ida sudah bangun. Marni memahami maksud bingkisan, sedangkan Ida sama sekali tidak memahami, dipendengarannya mereka berdua sedang bercanda.
“Bingkisan???....Jadi” Setelah berhasil mengatur Ida, menjadi bingkisan terimakasih, memberi bingkisan lain, baginya serasa memasak dengan resep baru.“Ohh iya…” nanti mbak kalo mendengar gosip tentang mbak jangan kaget ya“Gosip apa…”
“Anu…. Mbak itu… anak tiri dari Mr Schubert, komisaris perusahaan kita, untuk mematahkan intrik-intrik jahat yang mencancam, karir mbak”
“Lho…isu dari mana itu?”
“Dari …saya” Kan sesuai permintaan mbak mau diposisi jabatan dengan karir terbuka, supaya aman dari fitnah, saya ciptakan trik ini. Kalo enggak, sebentar aja mbak sudah kena fitnah, tiga bulan juga di PHK” Terhdap isu itu, mbak nggak usah tanggepin, bantah aja dengan tegas, wong memang bukan” Tetapi makin di bantah makin mereka percaya, dan siap-siap mbak akan menghadapi orang yang cari muka, mbak hanya perlu bekerja dengan baik dan jujur, kalau belum bisa, gampang belajar”
Marni kebingungan, waduh…kalau benar dirinya diposisikan sebagai anak angkat Komisaris bule itu, bisa jadi surprises yang tadi, tapi dirinya tetap tidak percaya “Kalo gitu berita yang tadi, bener”
“Waduh mbak ini gimana sih, saya kasih tahu nggak percaya, tuh dik Ida jadi saksi, betul nggak?’“Iya bang, tadi kan kakak udah dikasih tahu diangkat jadi manajer, kakak nggak percaya, nantang taruhan”
sSs
Keesokan Lusa
Martina yang dipanggil Ina adalah, sesama operator, hanya bersebelahan ruangan, kubikal, dua tahunan kerja tapi, baru wisuda sarjada universitas terkenal, anak orang berada, cantik, ramah dan memiliki ambisi besar, baru kenal dan kurang mengetahui dalam latar belakangnya, tetapi sudah cukup akrab karena merupakan temannya makan siang.
Saat rekruitmen dulu, posisi kantor pusat sudah terisi oleh kandidat yang berpengalaman. Bagi lulusan baru kalau bersedia job admin di lapangan, di pabrik atau gudang.
“Marni, saya dengar isu tentang mbak nih, udah denger”
“Apa tuh” Dirinya menebak-nebak peringatan dari Bahdin
“Katanya mbak adalah anak tiri dari bos besar, komisaris utama, sengaja di taruh disini buat belajar, dari bawah”
“Wah nggak betul itu, mana ada saya tampang bule, ngaco”
“Saya cuman nerusin aja, biar kamu nggak kaget”
“Ngawur,”
“Cuekin aja, tapi kalo bener, tapi saya yakin bener deh soalnya ada isu lain lagi”
“Apa lagi..”
“Mbak diangkat menggantikan Pak Darmawan”
Deg…plas “Ucapan Bahdin, kembali benar”
“Wah itu saya nggak tahu…
“Gini lho, nggg kalo kamu bener diangkat, ajak saya dong, disini nggak ada prospeknya, cuman operator doang, misalnya jadi asisten mbak” Sekarang Ina membahasakan memanggil mbak, karena butuh sesuatu, biasanya lu gue. Ina sudah tanya sana sini, yang menunjuk asisten memang pejabat yang bersangkutan.
“Nggg…. Nggak tahu ya….” Tapi akal cerdasnya langsung muncul, bisa juga nih anak gadis jadi ‘bingkisan’ lumayan ditempat baru nanti ada teman yang udah dikenal, walaupun digosipin angkuh, tapi bagi Marni anaknya selama ini baik dan fair, ramah tidak sombong walaupun anak orang berada.
“Ayo dong mbak….tolongin, jangan lupa sama saya” Marni Langsung teringat pesan Bahdin, siap-siap nanti banyak orang yang cari muka. Ini contoh pertama.
“Kalo memang benar, yang harus kamu dideketin bukan saya, saya nanti tunjukkan minta ke siapa, tapi ingat ini rahasia, dan ini urusan kerjaan, kamu berani minta, siap-siap konsekuensinya’
“Konsekuensi apa mbak”
“Lho yang kamu minta kan itu bukan bantuan sembarangan, tapi menyangkut karir masa depan, inga inga dong”
Ternyata berita itu beredar lebih cepat, dihari kamis lusa, semua orang heboh mendengar berita itu, semua tidak menyangka bahwa Marni ternyata anak tiri komisaris bule mereka, dan ternyata orangnya sangat ramah dan baik selama ini, sebagian pegawai menanggapi bersukur, lumayanlah dapet atasan yang baik, nggak seperti yang sekarang norak.
‘Saat makan siang, Marni menerima banyak ucapan selamat, semua orang mendadak berubah sikapnya, sangat ramah kepadanya, Ina yang merupakan teman makan siangnya, sulit mencari waktu bicara, karena banyak orang datang menghampiri berbasa basi ke Marni.
Marni pegawai yang sangat baru, minim info atau latar belakang diri, sulit bagi tukang gosip atau yang sirik menyebar isu. Bagi mereka Cuma tersedia info anak tiri komisaris bule di luar negeri. Berkembang isu mata-mata, berkembang lagi, memang ditanam untuk menyelidiki korupsi.
“Mbak gimana saya?”
Marni menatap tajam, “Begini kalau kamu siap konsekuensinya, saya jajaki dulu, belum tentu yang bersangkutan mau, kamu siap-siap saja, sabtu atau minggu besok ke alamat yang saya sms, saya tunggu disana, dandan yang cantik” Marni menegaskan isyaratnya “Mengerti ?”
Ina terperangah, mulai memahami konsekuensi yang dimaksud
“Iya mbak, Ina ngerti, sabtu atau minggu besok ya, tolongin ya mbak”
Selaku sarjana lulusan universitas terkemuka, Ina menyadari betul intrik karir diperusahaan multinasional yang memiliki puluhan pabrik di seluruh Indonesia, joint dg asing. Sangat besar perbedaan antara level manajer dan staf, apalagi manajer pabrik dan manajer kantor pusat. Sangat sulit level staf masuk jajaran manajer, kalaupun terjadi biasanya menjelang pensiun. Apalagi dirinya yang hanya operator data entri, status kontrak dua tahunan, yang menjelang habis tak juga ada tanda dianggkat tetap. Bisa masuk staff berarti status pegawai tetap adalah start yang baik bagi dirinya yang berambisi.
Ina memutuskan mendahulukan karir dengan cara apapun, karena mengandalkan otak dan kinerja saja tidak cukup.
sSs
Diperjalanan pulang, di jok motor butut
“Mas ternyata beritanya bener…”
“OO iya…udah beredar ya? Waduh sebentar lagi jadi ibu bos nih…saya jadi bawahan, gimana nih… ohh motor butut, dikau tidak akan lagi menikmati pantat bahenol mbak ku ini”
“Iiii…mas…saya kan istrimu sampai kapanpun”
“Wah….saya tidak berharap sejauh itu, hubungan kita selama ini sudah sangat indah dimata saya, kalaupun harus berakhir karena ibu bos, saya tetap bersyukur kok”
“Weee…. Nggak lah mas….” Bahkan servis istrimu ini akan semakin yahud…lihat saja.
“Nggak percaya…”
“Mau bukti….bingkisan kemarin gimana (Ida maksudnya), mantap kan”
“Kalau boleh lagi sih manfap…” Bahdin menggoda,
“Iya boleh lah, terserah jeng Ida pokoknya bingkisan dari saya, selanjutnya terserah kangmas, asal akhirnya tetap ingat istrimu ini. Karena kalah taruhan saya harus nyari bingkisan lain sabar ya mas”
“Wah namanya hadiah dari kekasih, ya harus sabar”
“Weee dasar lelaki,” dicubitnya keras-keras, yang mengakibatkan hampir saja motor itu oleng
“maaf mas..maaf…ngg ini '
“Mas saya ada permintaan lain, maksudnya gini mas, saya ditempat baru kan nggak ada yang kenal, Karena belum 3 bulan kerja, yang agak kenal cuman Ina, selama ini anaknya baik, saya mau minta dia jadi asisten saya, supaya ada teman diskusi menghadapi kerjaan, apalagi kan dia sarjana dibidang akuntansi, saya bisa belajar dari dia, nggak perlu kursus” Tapi yang terpenting, yang tak terucapkan, Marni ingin maksmimal melayani suamiku” Kalo sendiri pasti ‘tak ku ku’ nggak berdaya, kemarin sukses karena join dengan adik iparnya.
“Ina…operator…temenmu makan siang?” Terbayang gadis muda berwajah yang cantik, baru lulus sarjana, ramah, tapi masih sering diantar kerja oleh bapaknya”
“Ooo iya, betul juga”
“Boleh mas saya minta Ina, gimana caranya”
“Ya udah ntar saya bisikin ke personalia, anggap aja sudah jadi, Ina jadi asisten ya”
Agak tidak percaya juga mendengar begitu gampangnya Bahdin menempatkan kerja seseorang, padahal yang melamar ribuan. Tapi dirinya merupakan saksi hidup. Mau tidak mau dia percaya.
“Sabtu ya mas, saya mau datang, biar diantar Rusdi, biar dia denger berita kerjaan ini langsung dari mas”
“Ok… sabtu pagi ya?
“Ina boleh dateng mas”
“Buat apaan, kan dia nanti jadi asisten mbak” Seneng juga Marni melihat kepolosan lelaki ini, nggak menyambungkan permintaan tadi dengan hal bingkisan. Bahdin memang bukan tipe mata jelalatan nyari cewe cantik.
“Ina, bingkisan saya, jangan kaget”
“Ha…” kali ini motor benar-benar oleng, Bahdin terkaget-kaget “Waduh…”
sSs
Sabtu pagi Marni meng SMS Ina alamat rumah Bahdin, dg pesan jangan diantar, naik taksi saja.
“Mas ada kabar baik, saya diterima kerja tetap” Rusdi memang baru pulang lewat tengah malam, keburu Marni tidur. Tidak ada lagi nada marah disuaranya.
“Tapi seperti yang mas Bahdin bilang, ada bebeapa posisi yang bisa saya masuki, Mas Bahdin mau bertanya kembali”
“Alaa apaan lagi sih, yang penting kan udah bisa kerja”
“Bukan itu… ada posisi manajer, gaji besar, fasilitas besar, tetapi jam kerjanya tinggi”
“Kamu..jadi manajer…mana mungkin…”
“Terserah tetapi sekarang juga mas ditunggu, ayu kesana”
Setibanya di rumah kecil milik bujangan Bahdin.
“Mas saya naruh belanjaan dulu ke dapur” Marni karena meresa jengah menghindari mendengar pembicaraan kedua lelaki ini, langsung masuk kerumah
“Bener pren, Marni bisa jadi manajer?”
“Iya terserah elu. Kan dari dulu elu yang ngasih. Dia ternyata bisa cepat belajar, dan juga bisa pelan-pelan jadi bos kecil tapi jangan salahin gue kalo dia rapat melulu, lembur pulang malem, atau pergi keluar negeri berbulan-bulan”
“Asik…atur aja bro, yang pasti gajinya kan gede, terima kasih berat nih, "
....bla..bla...bla ...
Didalam rumah
“Eh Ina udah datang, aduh cantik sekali, sudah lama?, saya taruh ini dulu di dapur yaa” dilihatnya Ina sedang bersimpuh di karpet, diruangan yang tak bersofa, minimalis. Sembari melirik diperhatikannya, wah cantik sekali dia kali ini agak berbeda dengan dandanan sehari-hari. Samar-samar tercium harumnya parfum mahal. Mengenakan celana panjang berbahan halus, baju terusan lengan panjang yang cerah, dengan kerudung yang sangat modis.
“Nggak Mbak Marni, baru sampe kok”
Agak lama Marni di belakang, didengarnya pembicaraan sayup-sayup Bahdin dengan lelaki yang baru datang bersama Marni. Sayup-sayup didengarnya dari pembicaraan tersebut, betapa Bahdin ternyata yang andil mengatur Marni bisa promosi jabatan yang menimbulkan kehebohan ini, dari pegawai honorer pengganti, langsung menjadi manajer junior.
“Eh itu siapa? Ina bertanya, saat Marni kembali dari dapur.
“Suamiku, mereka berdua sahabat sejak kecil, bahkan Bahdin sudah dianggap anak angkat keluarga suamiku, suamiku yang minta tolong saya masuk kerja, ”
“Ooooo, jadi Bahdin, yang bantu masukan kerja dan promosi? Sampai detik ini Ina masih tidak percaya Bahdin memiliki kewenangan seperti itu, jabatannya kan hanya setaraf mandor, dipabrik.
“Keinginan kamu sudah saya bilang ke Mas Bahdin, tapi kamu harus bilang sendiri”
Sepeninggal Rusdi
“Wah untung mbak dateng, saya kebingungan didatangi cewe cantik”…..berbasa-basi sejenak
“Oooo jadi Ina mau ikut mbak Marni, ke tempat yang baru sebagai asisten, kalau boleh tahu kenapa?” Bahdi berbasa basi
“Karena ditempat sekarang, di operator, prospek karirnya tidak ada, tidak ada operator yang bisa promosi. Mungkin karena status karyawan kontrak”
“Tunggu, Ina mau ikut pindah atau mau mengejar karier? Saya agak bingung'
“Begini pak, kalau ikut dengan Mbak Marni mudah-mudahan karier saya bisa lebih baik'
“Waduh saya dipanggil pak, emang udah tua? Hmm kemarin waktu mbak Marni bilang maksud Ina, sudah saya bisikan kepersonalia, Ina bisa langsung bareng mbak sebagai asisten.” Tunggu saja SK nya minggu depan, mungkin barengan.
“Mas jangan becanda, kasihan nih Ina” Marni tetap saja tidak percaya, karena baru kemarin dia ngomong, cepat sekali bisa diputuskan, seperti perusahaan itu punyanya sendiri.
Apalagi Ina, melongo mendengarnya. Urutan di administrasi pabirk adalah, staf, oficer lalu asisten, yang paling tinggi dijajaran staf. Baru naik level menajer. Posisi selama ini adalah operator komputer, data entri. Pegawai kontrak. Walaupun kontrak biasanya diperpanjang otomatis. Tapi tetap saja bukan pegawai tetap.
“Memang wanita susah, kalo dibilangin yang bener nggak percaya, kalo dibohongin seneng benget langsung percaya, ya udah... mau percaya terserah, mau tidak terserah, mau taruhan hayuhhh’
“Iya..ya.. mas saya percaya, tuh Ina kamu bisa ikut saya”
“Betul mbak?” Ina masih tidak percaya.
“Saya juga kemarin begitu, waktu mas Bahdin mengiyakan mau nyarikan kerja, bahkan dia nanya, mau posisi apa, karir atau non karir, saya pilih karir, eh tiba-tiba dikasih tahu dapet menggantikan Pak Darmawan. Sama sekali nggak percaya, tapi Ina tau sendiri kan gimana perkembangan suasana kantor. Saya kan staf pengganti siapa tuu yang cuti melahirkan? Tidak punya kenalan siapapun kecuali Mas Bahdin”
“Maaf pak, memang bapak bisa ngatur karir Mbak Marni?, saya juga mau dong”
“Ah... pak lagi, anu Ina, bukannya ngatur, tapi ngawal. Untuk urusan Marni, saya sudah jajaki jauh-jauh hari, sebelum Rusdi suami Marni minta, karena bos lihat Marni punya pontensi besar. Lagi pula kan Ina tahu sendiri perusahaan kita banyak intrik, saya hanya bisa ngawal satu orang. Kalau nambah satu lagi saya harus konsul dengan bos dulu, dan prosesnya berbulan-bulan. Tapi kalo sekedar asisten Mbak Marni sudah oke kok. Tapi kalau Marni dalam percobaan dinilai gagal, kamu juga bakalan off."
Sebentar ya, mandi dulu, lupa belum mandi, shok nich pagi-pagi didatangi dua wanita cantik”
sSs
“Bener mbak, saya sudah ikut mbak sebagai asisten?, saya kira hanya sekedar sfaf atau oficer”
“Ina denger sendiri, kemarin saya juga begitu denger nggak percaya, tapi kejadian, nah sekarang inget balas budinya. Bahdin itu pria polos, tahunya cuma kerja, kesenangannya di tengah mesin, makanya dipercaya direksi, nggak punya pikiran macam-macam. Banyak orang yang sudah dia tolong secara diam-diam. Nah Ina sekarang bagaimana”
Keduanya tidak tahu, stratejik Bahdin, karakter Marni yang tegas dan wibawa di gabung dengan akademis dan kompetensi Ina di bidang accounting.
“Balas budinya gimana mbak’ Ina yang sedikit banyak bisa meraba, pura-pura bego ingin menghindar
“Lho kemarin kan katanya sudah ngerti, kok sekarang balik nanya”
“Anu mbak, malu, malu sama mbak”
“Begini Ina, Bahdin itu sama sekali nggak tahu pembicaraan kita, dia nolong tanpa pamrih, nggak dibalas pun dia sudah happy, bahkan ada kemungkinan dia nggak mau lho, nanti saya mau masak dulu, Ina deketin mas Bahdin saja, jangan malu-malu, kalau Ina malu mas Bahdin lebih malu-malu lagi.”
Keluar kamar mandi, “Wah mbak masak?” dilihatnya Marni sedang merajang sayur, dihampirinya, diremasnya pantat Marni, “Masak apa ?”
“Hushh, sana ada tamu cantik tuh temenin, gimana bingkisannya cantik kan?’
“Wah apapun pemberian mbak saya pasti suka”
Dengan mengenakan busana kebesarannyanya, celana pendek dan kaos belel “Ginilah kalo hari libur, rencana bangun siang, eh ada kunjungan’
“Maaf nih kalo mengganggu”
“Wah kalo diganggu yang cantik-cantik begini, itu mah mimpi jadi kenyataan, sampai dimana tadi”
“Ina mau bilang terimakasih, sudah bisa dibantu pindah nemenin mbak Marni”
“Ya udah, nggak apa-apa…temen Marni temen saya juga” Dengan ringan Bahdin mengalihkan topik pembicaraan ke lain hal. Membuat Ina selaku gadis alim kebingungan, mau bertindak apa.
Diingatnya perkataan Marni, memang Bahdin sama sekali cuek, tanpa pamrih urusan itu.
Sekian lama ngobrol ngalor ngidul, akhirnya Ina memberanikan diri berinisatip.
“Pak, ina bener-benar berterima kasih” Bangkit dari duduknya, Ina mendekat. Dengan tangan gemetar diraihnya jemari Bahdin, dengan ragu dirapatkan wajahnya dikecupnya jemari lelaki itu.
Hemmm, betapa menyegarkan pagi-pagi ditempel gadis cantik, dengan dandanan sangat menarik, dan wangi tubuh yang eksotis dari parfum mahal jutaan, nggak seperti yang eks parfum literan..
“Ina nggak usah sebut hal itu lagi, dan juga jangan panggil pak kenapa?”
“Iya pak eh mas” kekakuan Ina sedikit mencair. Ditingkatkannya keberaniannya, digenggamnya jemari itu ditempelkannya kepipinya yang halus, dikecupnya jari lelaki tu.Seperti seorang anak kecil mencium tangan orang tuanya
“Bener-bener Ina mau berterima kasih, sudah dua tahun kerja keras tanpa propsek yang jelas, ilmu Ina sama sekali tidak terpakai, baru iseng ngomong ke Mbak Marni, oleh mas, langsung ada respon” Ina melendotkan tubuhnya.
“Ina, jangan gegabah ngambil keputusan, sudah dipikir belum” Bahdin memberikan peluang terakhir.
“Hmmm, Ina pernah dua kali pacaran serius selama kuliah, rasanya demi cinta semua sudah Ina lakukan, bahkan yang terakhir termasuk …sudah Ina korbankan, ternyata akhirnya Ina dicampakkan. Kalau dipikir, Mas belum kenal Ina tapi sudah memberikan sesuatu yang sangat Ina butuhkan. Ina sudah yakin” Diberanikannya walaupun gemetar, jemarinya menyentuh dengkul telanjang Bahdin.
“Yaa Ina itulah nasib, …” Dengan gentel Bahdin merengkuh bahu Ina memberikannya dorongan semangat. Ina bak mendapatkan restu memberanikan diri mencium bibir lelaki yang tidak dikenalnya ini. Mula-mula hanya di sekedar sentuhan bibir, diulangi dengan hisapan lembut.
Bahdin yang sangat menyadari gadis ini, sebenarnya gemetaran dalam hati, sedari tadi membiarkan saja dia yang berinisiatif, akhirnya kasihan juga. Dikulumnya bibir mungil merekah itu dengan kuluman dalam dan mesra, berlama-lama Bahdin menikmati kemesraan menciumi bibir indah gadis cantik ini. Rejeki nomplok pagi-pagi sudah dapat rujak bibir.
Sesekali Ina mencoba mengimbangi permainan lidah Bahdin, ditengah kegalauan hatinya. Perjalanan naik taksi membernya cukup waktu untuk berpikir dan memantapkan semangatnya.
Sekian lama kedua insan ini mulai menjalin kemesraan asik mengadu bibir dan kuluman. Sedikit demi sedikit mencair kegalauan dalam diri Ina. Bahdin jauh berbeda dengan mantannya, yang cepat grasak grusuk sana kemari. Lelaki ini mandah saja mengimbangi kuluman bibirnya.
'Aduh…mimpi apa semalam ini, pagi pagi dicium gadis yang sangat cantik’ Bahdin melontarkan pujiannya.
“Ah mas bisa saja” melebar juga cuping hidung Ina.
“Bukan saja cantik, harumnya luar biasa, Bahdin mencoba mengecup sisi leher dan telinga tapi terhalang kerudung yang dikenakannya, Ina hanya merasakan hembusa nafas hangat yang membuatnya sedikit geli
Ina meraba kaitan kerudungnya dan dengan satu gerakan menawan dilepaskannya kain penutup kepalanya, terpampanglah rambut hitam indah yang kian mempercantik wajah gadis itu. Bahdin segera mengecup lembut cuping telinga sigadis, yang menimbulkan geilnjangan geli. Lidahnya sejenak berputar-putar di sisi leher dan belakang telinga yang semakin menimbulkan rasa geli.
Hmmm segar nian rasanya keharuman tubuh gadis muda ini.
Sesekali bibir Bahdin kembali mengulum bibir, yang kini segera disambut dengan panas, Ina mulai berani mengulum dengan hisapan keras, dan lidahnya mulai berani melayani tarian lidah sang lelaki. Sejenak bermain main dengan bibir mungil, kembali lidah kasar Bahdin menjalari kejenjangan leher Ina, yang mulai memancing sesuatu dalam dirinya. Kekasaran lidah mulai membangkitkan api, diselingi kecupan-kecupan lembut, yang membuat Ina menggigit bibir menahan rasa.
“Geli mas…” Ina kian rileks Bahdin cenderung bercengkrama, bercumbu, gentel. Sebelah tangannya membelai rambut yang membangkitkan geli dikejenjangan lehernya/
“Habis Ina cantik sekali sih…’ Meningkatkan serangannya kali ini jemari kana Bahdin, merayap menyelusup blouse terusan, segera mendapati halusnya kulit telanjang perut ramping sang gadis. Sejenak jemarinya meraba-raba disana, menanti reaksi sang gadis. Tak ada reaksi, bak beroleh persetujuan, jemari itu langsung menerobos sedikit keatas, menyelusup di balik cup bra, menggenggam penuhnya susu kenyal yang hangat dalam gengamannya. Lembut sekali Bahdin meremas, seolah memijit anak bayi.
Ina kontan merasakan sengatan tegangan tinggi, payudaranya diremas lelaki asing. Birahinya mulai bangkit. Bahdin tak membiarkan Ina menderita, bibirnya kembali dilumat dengan kuluman yang kian ganas. Bila tadi Ina menyambutnya dengan kuluman ganas, kali ini, bibirnya seolah tak berdaya dikulum karena sengatan kuat berkali kali tiap payudaranya diremas-remas. Sesekali dirasakan ada ibu jari yang menggosok pentilnya saat payudaranya ditangkup, diremas. Geli nian.
Sambil tetap mengulum bibir, Bahdin memperluas area jarahannya, melebar ke payudara sebelahnya, setelah sebelumnya menggeser keatas kedua cup bra yang menjadi penghalang.
Ina mulai terpejam-pejam menikmati kelihaian jemari Bahdin dengan lembut menggerayangi wiilayah payudaranya secara sistematis, diebalik blouse. Bibirnya tak lepas dari gerayangan bibir Bahdin yang tak puas-puasnya melumati bibir indah merekah itu. Baru kali ini Bahdin mendapat menu gadis gedongan, sangat menyenangkan, kulit lembut halus, aroma tubuh eksotik kombinasi parfum mahal, sabun khusus dan wangi alami tubuh terawat.
Dengan cepat Ina mendapati dirinya terengah-engah kehabisan nafas, untung saja Bahdin mengalihkan kulumannya ketempat lain, kali ini kembali lidah kasarnya mengampelas mulus jenjangnya leher Ina.
Geli yang sangat bercampur aneka rasa mulai menggelinjangkan tubuh ramping itu. Sekuat tenaga Ina menahan erangan suaranya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat, setiap kali dirasakan kekasaran lidah itu dilehernya berbarengan dengan remasan-remasan yang semakin kuat di payudaranya.
Yang membuatnya dirinya sesekali tersentak adalah tiap kali putingnya dipelintir membahanakan erangan nikmat yang ditahannya sekuat tenaga.
Dengan penuh kesabaran Bahdin memporakprandakan wilayah peka dileher jenjang dan kekenyalan bukit membusung, melenakan Ina, membawa kesadarannya membubung keawang-awang.
Setengah tak sadar, Ina melepas kancing blouse panjangnya, dan dengan gerakan cepat melepaskan kaitan branya dan melorotkan nya keatas. Lepas. Rangsangan gentel lelaki ini singkat saja memupus ketakutan dan kekhawatirannya. Budi pekerti Ina yang baik didikan keluarga ber-trah luhur, menjadikan dirinya memahami apa itu ‘favour’, menjunjung prinsip budi harus dibalas. Walaupun sosok ini sangat asing, tapi pekertinya menekan gengsi.
Cemas Ina terpaku usai lepas pakaian bagian atasnya. Khawatir ada kekurangan pada dirinya. Diingat-ingatnya apakah ada setitik jerawat, atau bercak gigitan nyamuk atau sisa tato, atau cacat lain, rasanya tak ada. Kaku Ina menggigit bibirnya, menunduk, sambil melirik was-was.
Bagi Bahdin, terpampanglah bak patung dewi pualam, betapa indah mempesona kecantikan dan setengah telanjang sosok belia. Payudara ranum membusung, sepasang daging dengan ukuran sedang sangat proporsional. Kulit putih mulus mengkilap, lalatpun kepeleset bila mendarat. Rambut hitam mengkilau sedikit bergelombang, melipatgandakan kecantikan mahkota putri kahyangan. Terhenyak. Tak disangka teman Marni yang selama ini tak diperhatikannya kok sedemikian mempesona.
Sejenak hening, mata Bahdin seolah tersihir disorot kecemerlangan pesona tubuh mulus ini, Tanpa disadari buruh kasar ini, tatapan mata bengongnya sangat menyenangkan hati Ina, putri gedongan. Pandangan mata lelaki terpesona penuh kekaguman jauh lebih bermakna dari seribu pujian mulut manis.
Selaku gadis cantik keluarga berada, Ina terbiasa tatapan lelaki: iseng, kagum, nakal atau nafsu. Entah kagum pada mobilnya atau dirinya tak jelas. Apalagi di pabrik mayoritas lelaki orang lapangan. Mantannya pun sama, jelalatan dan gasak sana gasak sini tiap ada peluang.
Ina mengenal teman Marni ini sebagai lelaki cuek tapi ramah. Diingatnya tak pernah Bahdin menatap dirinya dengan pandangan umum lelaki biasa, jelalatan. Bahdin memandang dirinya tak lebih dari mamandang inventaris kantor.
Tapi kali ini Ina menemukan Bahdin memandang dirinya dengan tatapan seolah tersihir. Ina tak pernah menemukan lelaki menatapnya seperti ini, cenderung bengong, seperti ayam kena sampar. Untung saja liurnya tak menetes.
Sekian lama tanpa suara tatapan beribu makna, Ina bangga tatapan Bahdin yang penuh puja. Pulih percaya diri, tadi khawatir ada kekurangan pada dirinya.
Anggun Ina merapatkan wajah dan tubuhnya mendekap lelaki yang memujanya, Ina mendekap mesra dan manja. Dirapatkan tubuh telanjangnya, menghela nafas lega, seolah menemukan labuhan penyerahan jiwa raganya. Ina ingat petuah mama -beruntunglah wanita yang menemukan lelaki yang memuja tulus sepenuh hati- setelah itu, rebut, perjuangkan, pertahankan"
Suasana perlahan diperciki mistis romantis. Bahdin mendadak merasakan gadis belia ini seolah memancarkan berbagai rasa yang aneh. Ina mendekap terasa menyerahkan tulus jiwa dan raga pada dirinya. Sangat lembut dan mesra Bahdin menyambut, dalam dekapan panjang dan lama. Keheningan sesaat mematri rasa aneh diantara keduanya.
Sekian lama didekap erat, puas batin Ina, direnggangkan tubuhnya, menatap lekat wajah yang rapat. Kembali tatapan mata beradu seribu makna. Puas batinnya, Bahdin tak seperti mantannya, yang tergpopoh menggaulinya terutama tundukgairah birahi. Ketika bajunya lepas, langsung beringas, gasak- sana, sodok sini, crot selesai.
Berbeda, lelaki ini terpesona, lelaki ini memuja dirinya
Bagi sementara orang situasi ini sulit dipahami.
Musisi menjelaskannya seperti berikut. Ibarat lagu, terdiri dari melodi dan lirik. Lagu yang melegenda adalah kombinasi harmonis antara melodi yang enak didengar dan lirik yang kuat. Melodi menarik perhatian awal, merapat, ibarat permainan foreplay. Setelah tercipta koneksi raga, lirik membawa pengenalan lebih dalam, membentuk koneksi batin. Lagu itu akan melegenda, imortal, kenangan sepanjang masa.
Gaya Bahdin yang terperangah menatap, adalah melodi indah, dirasakan batin Ina sebagai penuh puja, mendorongnya memasrahkannya jiwa raga, tercipta koneksi raga. Gayung bersambut, menjembatani sukma insan bercinta. Sceen berikut dan selanjutnya adalah lirik kuat.
Ina membaringkan dirinya di bantal cinta yang yang cuma itu adanya di lantai berkarpet gaya minimalis. Mengundang Bahdin untuk memilikinya.
Seolah tersihir, tanpa lepas sekejapun tatapan mata, Bahdin bak magnit terseret merebahkan tubuh. Tanpa aba-baba keduanya saling mengecup bibir, keduanya terlibat saling memagut. Berbeda dengan ciuman sebelumnya, ciuman kali ini mulai didorong rasa cinta.
Naluri mendorong Bahdin memanjakan pujaannya, kecupannya bergeser ke sekujur wajah. Lembut. Inda tersenyum memejamkan mata menikmati curahan kasih. Perlahan lembut kecupan bergeser kewilayah lain, wilayah yang baru saja dipampang, kekasih barunya ini.
Bahdin tak ingin Ina kecewa, sudah bersusah mejeng kok tak di ‘terge?’ Sudah memampangkan tubuh sucinya kok tak disapa?
Serangan Bahdin mulai intens, kecupannya mulai mengarah pada bidang tubuh yang beru saja diekspose pemiliknya. Mulai digarapnya dengan lembut payudara yang satu dengan lumatan-lumatan kuat, yang karuan saja kontan menerbangkan alam sadar Ina ke awang-awang. Sebelah tangannya juga menjarah payudara sebelahnya dengan pilinan-pilinan kuat yang memaksa tubuh ramping itu mulai menggeliat-geliat menahan nikmat.
“Ngghhhhh….nghhhhhh…nghhhhhh’ sekuat tenaga Ina menahan keluhan sanubari nya.
Tanpa sadar kepalanya terentak kekiri kekanan, disengat berkali-kali lihainya pilinan Bahdin.
Yang menjadi keahlian Bahdin adalah, dirinya sangat sabar dan telaten menggarap wilayah-wilayah peka para wanita, dan perlahan-lahan sudah membubungkan sepenuhnya kesadaran Ina kelangit ketujuh.
Ketidaksadaran itulah yang kemudian membuat Ina, memelorotkan sendiri celana panjang berbahan lembut yang dikenakannya, menyisakan secarik kain kecil di pangkal pahanya, yang itupun tanpa malu lagi langsung segera di pelorotkannya, menantang lelaki itu untuk menjarah tubuhnya lebih jauh. Batinnya menghendaki dirinya segera dimiliki lelaki ini.
Tanpa sungkan sebelah jemari Bahdin kembali melebarkan wilayah serangannya, menuruni perut mulus rata, mengusap kerimbunan bulu-bulu disana yang sudah agak lembab, menuruti undangan sang gadis.
Melihat Ina sudah semakin jauh dalam pencapaian puncak nikmatnya, jemari Bahdin tidak perlu bersusah-payah hanya sekedar membelai dan menekan gundukan kecil daging yang hanya dilindungi secupak rambut-rambut halus. Itupun sudah cukup mengeleparkan Ina semakin jauh, kedua pahanya dirapatkan kuat-kuat seolah menahan beratnya derita yang ditanggungnya.
Dengan kurang ajar Bahdin bertanya “Ina yakin….sudah dipikirkan dengan masak?” sengaja Bahdin bertanya pada kondisi dimana diyakininya si gadis sudah melewati ‘point of no return’, alam sadarnya sudah hilang, hanya naluri tubuhnya yang menuntut birahi yang menyala-nyala untuk segera dituntaskan.
“Su…su…hhhh….sudah….hhh…mashhhh…hhh…” Ya nggak mungkinlah akan menjawab lain, apalagi sembari putting payudaranya terpilin kuat, dan klitnya dibelai-belai lembut.
“Kalau begitu bukain baju saya dong…”
“Bagai kerbau dicucuk hidungnya, dengan lemah, Bahdin memelorotkan keatas kaus yang dikenakan Bahdin. Selanjutnya Bahdin berdiri, sambil tubuh telanjang itu duduk bersimpuh, dipelorotkannya dengan mudah celana pendek yang dikenakan, untuk sesaat dengan sedikit gemetar, diplorotkannya juga celana dalam. Tuingg…… segera tampak tongkat keras mengacuk tegak, dekat sekali diwajah Ina. Langsung shok, Ina mendapati ukuran kejantanan Bahdin, yang menurutnya seolah-olah sangat besar, padahal tidak terlalu lah.
Dengan lembut Bahdin, mendorong Ina berbaring, ditempatkannya tubuhnya diantara kedua belah paha Ina, sambil berlutut. Sebelah jemarinya mengarahkan rudal panasnya menyentuh pintu gerbang sempit yang siap menanti. Ditekannya kuat perlahan, dibelahan yang sudah lembab
“Aduh….” Ina mengeluh agak nyeri, dengan pacarnya dirinya memang hanya berhubungan badan sekitar tiga kali, yang kemudian hubungan pacarannya memburuk, alasan ini itu akhirnya putus. Kejadian terulang pada mantan berikutnya.
Inilah salah satu faktor yang membuat Ina memutuskan menyerahkan diri ke Bahdin, karena traumanya walaupun telah berkorban habis-habisan dengan pacaranhya, bahkan menyerahkan kesuciannya, toh akhirnya di tinggal juga. Pacar berikutnya pun idem.
Tubuh Ina mengejang keras, menahan tegang dan nyeri.
Setelah berhasil melesakkan hem bajanya, Bahdin menjatuhkan tubuhnya perlahan rapat menindih gadis itu, dikulumnya kembali mulut yang menggigit bibir menahan nyeri dan penuh ketegangan, diberikannya tumpahan kasih sayang dan semangat. Berlama-lama dibiarkanya sekujur perut dan dada merapat saling memberikan kehangatan dan kemesraan.
Sebelah tangannya sikunya menumpu berat tubuhnya, sebelah lagi dengan lembut menjelajahi sekujur tubuh si gadis menebarkan kenikmatan dan rasa rileks. Dibiarkannya liang kewanitaan yang masih sangat sempit itu, perlahan lahan terbiasa dimasuki dan terganjal. Dengan mesra sesekali bbibirnya mengecup sisi mulut itu, sesekali lidahnya menyapu bulu-bulu halus sisi leher dan belakang telinga Ina, tanpa sekalipun kejantannyanya dilesakkan lebih dalam.
Semenit dua menit tiga menit, Ina mulai bisa membalas kuluman Bahdin, walaupun ujung kepala tongkat keras, sudah berada di mulut liang kewanitaannya. Dirinya sudah mulai rileks dan menikmati kemesraan yang dengan lihat ditumpahkan Bahdin. Ketegangan tubuhnya sudah berkurang banyak, demikian juga rasa nyeri. Selanjutnya Ina bahkan mulai dapat kembali mengimbangi tarian lidah Bahdin, bahkan mendekapkan kepala silelaki agar dirinya dapat mebalas kuluman dengan lebih hangat.
Mendapati Ina mulai agresif mengulum dirinya, kembali Bahdin menyerang sektor lain. dengan kuat dan perlahan ditekannya pinggulnya, mendorong ujung tongkat kerasnya melesak lebih dalam “Mphhhhnnnggg…….’ Kontan kembali Ina terjengkit nyeri dan mengeluh. Kembali otot-kewanitaannya berdenyut-denyut memilin lembut tongkat keras itu, bak berupaya mengusir untuk keluar dari sana. Kali ini otot kewanitaannya yang memilin semakin banyak yang juga semakin banyak memberikan denyut-denyut nikmat dan nyeri. Pinggulnya kembali terkejang-kejang menahan nyeri dan nikmat. Kuluman Ina kontan terhenti, kepalanya tersentak kekiri dengan mata terpejam menahan derita. Dengan sigap mulut Bahdin menjarah kejenjangan leher sigadis yang terpampang menantang, lidah kasarnya dengan ganas menjelujuri dari kuping ke dada pangkal payu dara berulang ulang, sesekali ditingkahi dengan kuluman-kuluman kuat, sebelah tangannya juga tak tinggal diam, kali ini menyerbu sebelah payudaranya, menggasak meremas dan memilin, berulang-ulang.
Dalam waktu singkat, Ina yang dibakar dari tiga sisi, mulai membara birahinya, tubuhnya mulai menuntut pemuasan birahi yang telah membara. Dengan mulut yang menekan lehernya, tubuh yang menindiihnya, hanya sepasang kakinya yang dapat bebas bergerak-gerak gelisah tiap kali nikmat birahi menyeruak dirinya.
Kian lama, sesuatu yang menyelusup di ujung liang kwanitaannya, semakin membangkitkan gelisah, Ujung panas dan keras yang awalnya menimbulkan rasa nyeri, kian lama-kian membangkitkan denyut-denyut nikmat. Diluar sadarnya kakinya yang bergerak-gerak liar, kini mulai sesekali ditimpali dengan geliatan nyeri nikmat pinggulnya, mendorong kewanitaannya untuk balas menyerang. Geliatan pinggul yang awal-awalnya nyeri mulai memberikan kenikmatan, Perlahan-lahan Ina dengan kesadaran memenuhi tuntutan birahi tubuhnya, menggerakkan pinggulnya setiap kali menerima remasan di payudaranya.
“Shh…shhh…” sesekali dirinya melepaskan desis nyeri dan nikmat
Geliatan pinggulnya kerap semakin melesakkan kejantanan itu memasuki tubuhnya, sedikit demi sedikit. Tiap melesak menimbulkan nyeri yang kian bisa diantisipasi oleh geliatan tubuh Ina, kini Ina sudah tidak ragu- lagi menggeliatkan tubuhnya.
Sedangkan Bahdin sama sekali tidak menggerakkan pinggulnya, dbiarkan saja kejantanannya sedikit tertanam, hanya berat tubuhnya lah yang memberikan tekanan. Dinikmatinya geliatan pinggul sigadis, yang sama sekali tidak berpengalaman. Dirinya berkonsentrasi melimpahi Ina dengan kuluman dan belaian penuh kasih sayang, mencoba menghantarkan tubuh gadis itu ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan tiang pancang yang tertanam kurang dari separuh diliangnya, geliatan Ina berulang-ulang dengan segera membawa Ina, kependakian puncak nikmatnya.
Geliatanya yang memang sangat tidak teratur kadang menyentak, kadang melonjak, kadang memutar, kini mulai liar, mulai tak terkendali. Dibarengi dengan nafas yang mulai terengah-engah, Ina mulai mengejar kenikmatannya. Bagi dirinya setiap kali liang kewaniaannya bergerak, dahaganya sedikit terpenuhi, mendorongnya semakin bergerak dan bergerak, dan semakin liar.
Bahdin memahami bahasa tubuh wanita, tetap santai berkosentrasi pada leher dan payudara, dibiarkannya Si gadis belia, menggeliat-geliat memuaskan dahaga birahinya. Seolah olah sudah cukup setengah si otong yang tertancap untuk bekerja keras.
“Hhhh…hhh…hhh…” Ina mengeluarkan sepenuh tenaganya menggelinjangkan pinggulnya menggapai kenikmatan yang dihasilkan tiang pancang yang tertanam separuh itu. Nafasnya memburu keras, puncak nya sudah dekat.
“Ng…ng…ng…ng…” dengan diawali tiga kali tubuh mengejang kuat, Ina kelojotan menikmati badai kenikmatan yang menderanya. Serasa Lolos seluruh raganya didera sensasi ini. Lunglai tubuhnya sekian lama menggelinjang dan menggeliat liar.
Bahdin mencermati betapa Ina, tadi demikian liar menggeliat dan menggelinjang, mulai menghadiahinya. Saat Ina kelojotan lunglai segera Bahdin menarik tongkat kerasnya dan menghujamkan kembali dengan cepat, ditarik menghujam. Hal ini dilakukan dengan agak cepat, tanpa menekan atau membenamkan lebih dalam kejantanannya.
“Hohh….hohh….hohhh” Terasa semakin lolos jiwa raga Ina, mendapati dirinya kembali dibantai setelah kelelahan mendaki, nikmat birahinya berulang-ulang kembali tersentak-sentak, sudah terbang keawang-awang alam kesadaran sigadis, dirinya sudah tak sanggup lagi menerima deraan nikmat akibat hajaran tongkat keras itu berulang-ulang.
Bahdin mendekap erat tubuh indah telanjang Ina, tetapi pinggulnya tetap regang menjaga jarak, karena pinggul itu bekerja keras, menarik dan menghujamkan tongkat keras ke liang kewanitaan Ina. Lengan Ina yang lunglai menggapai bokong Bahdin, mencari pegangan menahan derita.
Sekian lama Bahdin mendera Ina dengan bertubi-tubi rasa nikmat, sekian lama Ina melenguh-lenguh, mendesis melepaskan rasa. Sampai akhirnya tubuh si gadis benar-benar lunglai tak mampu lagi menggeliat. Hanya nafas yang terengah-engah yang menunjukkan masih adanya tanda-tanda kehidupan.
Saat itulah, Bahdin menghentikan siksaanhya, dibarkannya kejantanannya tertanam separuh, dinikmatinya denyutan-denyutan halus kewanitaan Ina ditongkat kerasnya.
Sementara itu, Marni masih asik didapur memasak sesuatu. Bahdin agak khawatir membiarkan Ina tertidur telanjang di ruang tamu. Dengan sabar ditunggunya sampai perlahan-lahan alam sadar Ina kembali kedunia nyata, Ketika mata itu dengan lemah terbuka kembali, dikecupnya mesra bibir indah itu. Menyambut Ina kembali di alam sadar.
“Kita pindah ya ke kamar”
“Iya mas”
Dengan sigap Bahdin membobong tubuh indah telanjang itu, karena demikian rampingnya si Ina, tak terasa berat, saat Bahdin membopongnya kekamar. Dibaringkannya di peraduan spring bed. Berlama-lama di tatap dinikmatinya ketelanjangan yang demikian indah tubuh ramping Ina. Membuat si gadis tersipu-sipu malu.
Bahdin melontarkan kalimat-kalimat ringan bernada pujuan, yang meronamerahkan wajah si gadis. Walaupun bagaimana Ina sama sekali belum terbiasa berbicang-binacang berduaan di kamar, dipembaringan, telanjang bulat. Walaupun barusan berselang menyelesaikan indahnya hubungan badan.
Pandai Bahdin ngobrol ngalor ngidul, dengan tubuh berbaring miring rapat menghadap tubuh telanjang Ina yang terlentang. Sesekali jari Bahdin menjentik hidung si gadis, dan menelusuri kehalusan pipi sambil mengucapkan pujian. Saat menjamah dan membelai rambut yang selalu tertutup kerudung pantang dilihat lelaki, dipujikannya kehalusan rambut itu.
Perlahan-lahan dalam keintiman dan kemesraan, Ina merasakan kian berpadunya jiwa mereka. Lesu lunglai tubuhnya sudah banyak hilang menikmati momen keintiman ini.
Digenggamnya jemari si gadis, diciumnya dengan lembut berulang-ulang seolah mempersembahkan hormat atas keanggunan wanita.
Bahdin berhasil mengurai banyak sisi kerpibadian dan keluarga Ina dalam obrolan itu, yang kini dengan riang ditimpali si gadis. Jadilah keduanya asik bergurau bercanda dalam ketelanjangan, sama sekali menyirnakan batas penghalang diantara keduanya.
Sesekali kini dengan gemas Ina mencubit selaki tiap di goda mesra, sesekali Ina mengecup pipi Bahdin sebagai balasan kasih. Akhirnya Ina sudha berani mempermainkan dada telanjang
Bahdin dengan belaian jemarinya,
Merasakan bahwa Ina sudah cukup beristirahat, Bahdin kembali memulai agresinya, dengn diam-diam.
Kali ini belaian menyentuh pangkal paha dan bulu-bulu yang sudah sangat lembab, dilontarkannya kembali pujiannya keindahan. Diibelai-belai di pusat kepekaannya melentikkan bara api dalam tubuh Ina. Jemari Bahdin dengan lihai membelai ketelanjangan paha si gadis, berputar menuju perut, berganti arah memijat sisi dalam paha, dan kebali menekan lembut klit.
Ina menahan geli dengan mengigit bibir. Sebelah jemarinya tak sadar meremas seprei.
Seolah-olah tetap ngoborl ngalor ngidul, sebelah jemari Bahdin semakin sering dengan lembut membelai klit Ina, dengan pijatan-pijatan lembut, yang kontan menggetarkan tubuh si gadis.
Dengan kurang aja Bahdin pura-pura tidak menyadari hal tersebut sambil tetap ngalor ngidul. Ina mulai kesulitan mengikuti oborlan tersebut, matanya mulai sayu berkali-kali klitnya ditekan lembut, tubuhnya mulai mengejang halus. Jemarinya sembunyi-sembunyi mulai meremasi seprei menahan sesuatu.
Santai saja Bahdin ngobrol ngalor ngidul bercerita, saat jemarinya menjarah pusat kepekaan si gadis. Dada Ina mulai berdebar-debar memohon sesuatu, mengulang kembali rasa kejadian lalu. Bahdin tetap pura-pura tidak tahu, jemarinya tetap bekerja keras memancing membarnya bara birahi. Semakin sering mata Bahdin terpejam, menikmati klitnya dipijat, dan mengela nafas panjang bila jemari itu berlalu ketempat lain.
Hingga suatu saat raga Ina tak kuat lagi menahan belaian Bahdin, “Masss……geli…..” dirangkulnya kepala silelaki menahan geli sekuat tenaga. Bukannya kasihan Bahdin malahan semakin berkonsentrasi membelai dan memijat klit itu sambli melontarkan godaan, memaksa Ina kuat-kuat merapatkan pahanya menahan derita. “Mashhhh…..” kali ini dilontarkannya keluhan nikmat, sambil menggelinjang kuat dengan mata terpejam.
“Masshhhh ohhh……” Ina sudah mengabaikan obrolan Bahdin, tubuhnya mulai terbakar api birahi, semakin sering bibirnya mendesah nikmat tiapkali klitnya menerima pijatan lembut. “Mashh ohhh…”
Pada akhirnya…”Mas…ngghhh…ayo…mas….” Dengan ucapan tak jelas maknanya Ina mengundang Bahdin untuk bertindak lebih jauh. Bahdin masih berpura-pura tidak paham, tapi semakin mempegencar srangannya di klit Ina. Menguatkan diri Ina mendesahkan kembali permohonannya “
'Mass…jahat…ohhh…ayo…mas …ohhh “ Tubuh Ina sudah mulai bergetar-getar liar, mengejar kemana jemari itu menekan dan membelai, tubuhnya menuntut untuk kembali di pacu mendaki puncak nikmat.
Dengan santai Bahdin menempatkan tubuhnya diantara kedua paha Ina, dikangkangkannya lebar-lebar paha itu, diarahkannya kejantanannya, asal saja ditekan, meleset. Memang sengaja melesat.
“Ohhh… Ina mengeluh cemas, tanpa sadar jemarinya meraih tongkat keras yang melenceng menabark pangkal pahanya, diarahkannya kemulut rahimnya, disentuhkan disana, dirasakannya bak api mebara dimulut kewanitaannya. Merasakan tongkatnya menyentuh daging lunak dalam genggaman sigadis, dengan lembut dan kuat ditekannya masuk. Slep,,,masuk dengan seret, agak mudah, sepertiga.
:Ohhh….” Ina melongo merasakan sesuatu memasuki dirinya kembali.
Kali ini Bahdin meulai menarik mundur dan menekan kembali berulang-ulang dengan lembut dan dalam tempo lambat. Tubuhnya tidak menekan sama sekali, hanya sebatas sepertiga yang masuk. Lega serasa jiwa Ina, kembali kewanitaannya diisi seuatu yang dirindukannya. Dengan penuh rasa dinikmatinya kenikmatan yang ditimbulkan hujaman-hujaman perlahan dan lembut lelaki ini. “Hhhh….mashhh….” Bibirnya mendesah nikmat
Sabar sekali Bahdin, mengolah kejantanannya yang hanya sepertiga masuk dan keluar, hujaman lembut dan perlahan.
Pada akhirnya Ina mulai menuntut lebih, berahinya semakin melambung, hujaman sepertiga mulai terasa tak cukup, dinantikannya tak juga lelaki itu bertindak jauh,
Kedua kakinya yang sedari tadi mengangkang lebar, kali ini saling mengkait dan menjepit pinggang Bahdin, dengan binal dijepitnya kuat-kuat pinggang itu, memaksanya utnuk menekan lebih jauh, Yang tentu saja dituruti dengan segera dengan hunjaman lebih keras dan dalam, melesakkan tongkat keras itu lebih dalam.
Mulailah pinggul itu melonjak-lonjak sembari mencengkeram pinggak silelaki, dengan gemas Ina bak berupaya mengejar pendakiannya sendiri. Sesekali dirasakannya rasa nyeri menghujam kala pinggangnya melonjak kuat, melesakkan tongkat itu lebih jauh lagi dalam tubuhnya. Pekerjaan Bahdin cukup ringan, hanya menjaga tempo lambat dan tekanan lembut. Tubuh ina yang kini mulai melonjak-lonjak binal. Sekuat tenaga mencengkeram tiang pancang itu.
“Hhhh…hhh…hh….“Kembali lagi Ina terengah-engah mulai kehabisan nafas dalam perjuangan kerasnya. Demikian binal lonjakan pinggulnya dan cengkeraman kakinya. Ujung puncaknya sudah dekat.
“Mashhh….hhhhhhhhhhh” dengan keluhan panjang dan dalam digapainya puncak nikmat, tubuhnya mengejang keras dan melenting, kakinya mencengkeram rapat pinggang Bahdin, pinggulnya ditekankan kuat keatas ke pinggul silelaki yang dicengkeram kakinya, tanpa sadar, Ina mengamblaskan sekuat tenaga tiang pancang itu.
Sejenak Bahdin membiarkan gadis itu menggapai-gapai menyerap puncak nikmatnya, untuk kemudian Bahdin menegakkan tubuhnya, diraihnya kaki yang mencengkeram pinggangnya, digenggamnya kuat kedua pergelangan kakinya, dikangkannyal lebar-lebar. Dengan bebas dinikmati pemandangan dihadapannya gadis yang terengah-engah didera puncak nikmat. Baru saja sigadis sedikit menurun engahan nafasnya, mendadak Bahdin mulai menghajar dengan keras. Ditariknya hampir lepas kejantannyanya, dihujamkannya dengan cepat. Kontan membuat tubuh Ina kembali melenting, tangannya menggapai-gapai mencari pegangan, hanya menjumpai seprei yang diremasnya sebagai pagangan. “Ohhh….”
Bahdin menarik mundur dan menghujamkan kejantanannya tanpa menekan dalam-dalam, tapi sebatas menggerus liang kewanitaan itu dengan tempo agak cepat. Memaksa Ina kembali menggeliat-geliatkantubuhnya yang sudah demikian lemas. Kembali dirinya dibuati rasa nikmat, yang seolah tak berkesudahan.
“Ohhh..ohhh…ohhh” dengan santai Bahdin melahap pemandangan dihadapnnya, dimajumundurkannya dengan cepat pinggulnya, ditatapnya liang sempit yang susah payah menerima kejanatannnya, sehingga tampak dagingnya bak terseret keluar, tiap kali kjantanannya ditarik. Diperhatikannya dalam kelunglaiannya Ina, menggelepar-gelepar tak sadar, kewanitaannya digasak demikian cepat oleh tiang pancangnya’ Keluhan berulang-ulang gadis itu terasa sangat merdu dipendengarannya.
“Hingga pada akhirnya benar-bnar Ina tak tahan lagi menghiba memelas “Mashhh….mashhh…sudah….sudah…”
Kalau sudah begini, Bahdin amat penurut, dihentikannya gasakannya, di tindihnya tubuh telanjang itu, dikulumnya bibir yang terbuka terengah-engah, sambil dibiarkannya tiang pancang tertanam dalam-dalam. Dibiarkannya si gadis lepas dari deraan
Ina lunglai memejamkan mata, menikmati berlalunya badai hebat mendera dirinya tak berkesudahan, tak terpikirkan olehnya masih ada tongkat keras dalam-dalam terpancang di kewanitaannya. Dengan sabar Bahdin membiarkan Ina terlena, menit demi menit berlalu dalam keheningan, Tanpa sadar, mulai terlelap, setelah dua kali bekerja habis-habisan menggapai puncak nikmat, setengah tertidur, telanjang, ditindih lelaki asing.
Menyadari Ina mulai terlelap, Bahdin berpikir mencari sasaran lain,
Perlahan bangkit melepaskan diri dan berdiri. Menyelimuti tubuh indah telanjang itu dengan kain sarung butut.
Keluar kamar sambil telanjang mendapati Marni, yang baru selesai masak dan sedang merapihkan makanan di pantri.
“Mbak…pijet dong…tanggung nih…” Sedikit kaget Marni mendapati dihampiri Bahdin yang telanjang bulat, tapi dirinya geli dan senang. Sambil masak memang pikirannya berkecamuk menimbang berbagai kemungkinan yang akan terjadi, disadarinya apa yang terjadi diruang sebelah, tapi kini mendadak lelaki tu datang kepadanya memohon sesuatu.
Tanpa ragu-ragu digandengnya Bahdin ke ruangdepan, yang diisi oleh set hometheater dan sebuah “sofa pendek berfungsi ganda sebagai tempat tidur. Didorongnya Bahdin untuk duduk. Dengan gemulai dan cepat dilepaskannya bajunya, celana pnajangnya sekaligus celana dalamnya, menyisakan bra yang menutup dadanya.
“Mbak bingkisannya sih cantik…tapi….belum bisa-apa-apa, jadinya malah kesiksa sendiri nih…”
Geli Marni mendengarnya, sekaligus senang, dirinya membetulkan posisi duduk Bahdin, ditariknya kaki lelaki itu untuk duduk melonjor, sehinggak kedua lututnya tertekut dengan tapak menumpu dilantai. Ina melangkah mengangkang di atas perut Bahdin, lututnya bertumpu di ujung sofa, dikangkangkannya pahanya lebar-lebar, diarahkannya tongka keras yang terus mengacung itu, kemulut rahimnya, dengan menarik nafas diturunkannya tubuhnya menekan keras. Karena belum ada pelumas, seret, tetapi dalam tiga kali tekanan amblas.
Beberapa detik dibiasakan kemaluannya menggenggam tongkat itu.
Sesaat kemudian dimulailah kembali acara memijat sekaligus tarian eksotis Marni, telanjang diatas tubuh Bahdin. Tarian Marni penuh kelembutan, dirinya menggapai kenikmatan dengan menggenggam tiangpancang di kewanitaannya.
Betapa berbahagia nya Marni, pada puncak pencapaiannya, didapatinya Bahdin juga berhasil sampai juga. Kalau dirinya dari awal betempur belum tentu Marni bisa menuntaskan lelaki itu, tetapi dua kejadian ini dia berhasil menuntaskan setelah sebelumnya Bahdin bertempur dengan wanita lain.
Berpadunya puncak birahi dua insan merupakan saat-saat tiada tandingannya, bagai pertemuan awan dan hujan. Cukup lama keduanya senyap memadukan jiwaraga mereka, memadukan pasangan jiwa.
sSs
“Sebentar mbak” Bahdin masuk kekamar kosong yang menajdi ruang setrika, diambilnya dari lemari dua daster, diserahkannya satu ke Marni, sambil nyengir “Pakaian dinas” Dengan jahil sambil telanjang Bahdin mengumpulkan pakaian Marni dan membawanya kekamar, dia juga kembali ke ruang tamu dikumpulkanya pakaian yang berserakan, dikenakan celana pendek dan kaos butunya sambil mengamankan seluruh pakaian Ina, meletakkan daster satu lagi di tempat tidur dimana gadis itu sedang lelap telanjang kelelahan.
Marni sedikit banyak mulai memahami kesukaan Bahdin, yaitu wanita yang mengenakan daster, sambil tersenyum geli dikenakannya daster tanpa apapun dibaliknya. Usai memberisihkan diri dikamar masndi, dilanjutkannya kembali pekerjaannya yang tertunda.
“Masak apa mbak?”
“Cuma nasi goreng, belanjanya cepet-cepet, nggak bisa beli banyak”
Dimata Bahdin, wanita yang mengenakan daster terlihat sangat merangsang, berkali kali dengan gairah iseng, Bahdin meraba dan mengusap berbagai tonjolan yang ada dibalik kain tipis daster itu.
Sedikit banyak, tegangan Marni naik juga berkali-kali disenggol dan diraba.
“Mas kan belum sarapan, panggil Ina aja, kita sarapan siang”
Ina yang terlelap kurang dari dua jam, kaget mendapati dirinya yang telanjang dibangunkan lelaki asing.
“Ina, bangun, diajak makan, pakai ini” Bahdin menyerahkan daster batik sederhana.
“Baju saya mana mas “
“Udah..pakai ini aja dulu, yukkk udah ditunggu”
Sedikit kaku mereka bertiga, makan masakan Marni yang seadanya, Ina dan Marni saling melempar lirikan. Ina malu betul, karena Marni pasti tahu kejadian yang dialaminya.
Usai makan, mereka bertiga kembali keruang tamu, dimana barusan terjadi pertempuran pertama kali Bahdin dan Ina, merah muka Ina mengingat kejadian tadi.
Secara sembunyi-sembunyi Bahdin mensyukuri nikmat yang diperolehnya dipagi yang cerah ini, dilayani dua wanita, yang satu ayu dengan segala kelembutannya, yang satu lagi cantik manis dengan kemudaannya, apalagi kedua hanya berbalut daster tipis sederhana tanpa penutup apapun dibaliknya, menerawangkan secara jelas bagian-bagian tubuh penting, seoerti putting susu, lipatan paha, bentuk payudara. Apalagi dengan duduk bersimpuh, daster sebatas lutut, terpaksa kadang harus tertarik keatas menyingkap sedikit kemulusan paha kedua wanita itu.
Bahdin berinisiatif mengarahkan pembicaraan kesana sini, yang segera mencairkan suasana diantara mereka bertiga.
“Ina yang penting sudah bisa ikut, saya, tapi saya minta tolong yaa diajarin accounting, daripada harus kursus diluar jam kerja”
“Beres mbak, sekali lagi terimakasih mbak dan Mas Bahdin”
“Ina tadi kamu menyinggung tentang karir, walaupun kamu sudah asisten kepala akuntansi gudang, terus terang saja karir dikantor kita kamu masih kecil sekali kemungkinan. Tidak cukup pintar, pendidikan, atau cantik, kamu perlu pendukung kuat. Saya bukan pendukung kuat tapi karena kebetulan dipercaya seorang bos, saya bisa mendukung Marni. Saya utarakan ini sebelum Ina berharap terlalu jauh”
“Jadi mas nggak bisa mendukung saya juga, bareng mbak Marni” Ina mendesak karena memang kecerdasan diri dengan modal pendidikan tingginya membuat ambisi pribadinya tinggi. Marni sedikit kesal mendengarnya, baru kenal banyak minta.
“Jelas tidak kuat, yang bisa saya lakukan adalah memperkenalkan Ina kepada atasan yang saya kenal baik, sebagai pendukung lebih tepat nya sebagai mentor” Marni senang mendengar konsistensi dan ketegasan lelaki ini, cintanya melambung ke satu tingkat lagi.
“Kalau begitu, itulah yang Ina minta tolong”
Wah, gimana ya saya ngomongnya, untuk menjadi aprentis dari seorang mentor, Ina harus memiliki kejodohan dalam hal tertentu, dikantor kita adalah kepercayaan dan keahlian.
“Kalau saya ngomong banyak dipercaya boss, karena jabatan saya rendah, banyak ngomong nggak ada pengaruhnya, jadi sering dipercaya”, Bahdin merendahkan diri. Kalau cewe agak sulit masuk kelingkungan atas karena nggak karuan cara kerjanya, rapat sana-rapat sini, keluar kota, antar pulau dan antar negara. Kalo manajer cewe diajak karaoke sambil mabok bagaimana? kalau nonton striptes bagaimana?
Sedangkan seks lebih merupakan intermeso, pelengkap, refreshing. Banyak hal yang harus Ina latih kembangkan untuk menjadi kualifikasi aprentis. Yang paling gampang meningkatkan adalah urusan seks. Blak-blakan Bahdin mengungkapkan
Sedikit banyak Ina memahami uraian ini, sekaligus mengkonfirmasi analisanya berbagai kejadian diperusahaan bekerja. Dengan tanpa pikir panjang “Mas kembali Ina minta tolong”
“Mbak gimana pendapat Mbak? Pikiran Marni tidak terlalu jauh, dirinya barusan senang sekali dengan berkerja sama dg Ina, bisa melayani Bahdin dengan baik. Saling berkerja sama dengan orang sekolahan ditempat kerja yang dangat kompetitif, tentu jauh lebih baik.
“Mas, bantulah Ina, jangan tanggung-tanggung”
“Baiklah kalau begitu, mungkin Ina kurang memahami maksud saya, ini pelajaran pertama…”
“Mbak…urut dong…” Kaget juga Marni mendengarnya, tapi senang saja dirinya langsung merapat, tangannya menelusup mudah ke celana kolor, menjumpai sepasang biji pelir, yang langsung dibelainya dengan mesra, diusap-usapnya, digaruknya pangkal biji terebut. Bahdin membalasnya dengan mengusap-usap dari luar daster kekenyalan sepasang payudara, menimbulkan sengat geli. Dengan cepat tongkat itu mulai mengeras, dan mengeras. Dalam satu sentakan Marni melepaskan daster yang dikenakannya, langsug telanjang bulat dihadapan Bahdin dan Ina. Segera tangannya melucuti kaus dan kolor lelaki itu, mendorongnya berbaring beralaskan bantal.
Dengan cepat dirinya duduk mengangkangi perut lelaki, mengarahkan dan mendesakkan tubuhnya kebawah, langsung membenamkan tongkat keras tiu tanpa berlama-lama. Dengan lembut dan gemulai Marni mulai menggerakkan pinggulnya secara sistematis, bak menari-nari diatas perut Bahdin, tarian erotis yang kontan membuat matanya merem melek merasakan nikmat. Gerakan erotis Marni semakin bervariatif, kali ini bertambah satu model gerakan. Yang terlihat adalah betapa Marni dengan bergairah menggapai-gaiap kenikmatannya tanpa diatahan-tahan.
Ina bengong memandanginya, walaupun barusan dirinya lah yang disetubuhi lelaki itu ditempat yang sama, mau tak mau dirinya shok mendapati pemadangan ini’
Sambil tidur telentang berbantalkan bantal besar “Ini pelajaran pertama tentang seks, Ina harus bisa menemukan kesenangan pasangan, dan lakukanlah. Dalam hal ini saya senang merasakan mbak Marni beroleh kenikmatan, itulah kesenangan saya, Mbak Marni mengetahui hal ini, makanya dia tanpa sungkan-sungan demikian” Ina melihat Marni kian meliuk-liukan tubuhnya terutama karena memperoleh deraan nikmat yang luar biasa.
Ina masing bengong “ Waduh diajarin kok bengong?, ini saya buka kartu biar cepat”
Ina menganalisa apa maksud pelajaran ini ‘mencari tahu kesenangan pasangannya’ Kemudian dengan sedikit gamang Ina begeser duduk bersimpuh disamping Bahdin yang sedang berbaring digasak tarian erotis Marni.
'if you go somewhere, if you will be somebody.... pay attention'
“Mas…” diraihnya jemari Bahdin yang nganggur diarahkannya menyelusup kebalik dasternya menuju ke payudaranya, meminta susu itu untuk dijarah. Dengan patuh Bahdin segera menggasak bukit kenyal yang ranum itu. Mau tak mau Bahdin tidak lagi bisa bersantai-santai, dihadapannya ada dua wantia yang minta digarap.
Sejenak merasakan nikmatnya payudaranya digasak Bahdin, dengan gemulai Ina, melepaskan dasternya, semakin merapatkan duduknya bersimpuh, dengan sedikit agresif, wajahnya merangsek maju, mencaricari lidah Bahdin dan melumatnya dalam-dalam. Kali ini ina langsung memulai tarian lidahnya berinisatif memenuhi gelora hatinya.
Sebelah tangah Bahdin kembali menggasak paydara tadi, yang kontan membuat tubuh gadis telanjang itu terjengkit.
“Mencermati pelajaran barusan, Ina yang menunduk segera meraih sebelah tangan Bahdin yang masih menganggur dituntunya ke pangkal pahanya, yang tadi diingatnya memberikan sensasi nikmat ynag luar biasa. Ditekannya rasa malu dalam dirinya, dilepaskannya tuntutan birahinya mendesak tangan itu cepat beraksi seperti tadi.
Jadilah kini tongkat kerasnya dihajar habis-habisan oleh Marni, sedangkan dirinya dipaksa memuaskan dahaga seorang gadis muda, efek pelajaran yang diberikannya.
Kelihaian Bahdin tidak diragukan lagi, berlama-lama membelai, mengelus dan memijat klit Ina, ditambah, remasan dan pelintiran dipayudara, segera saja menggeleparkan gadis itu.
Dibelakangnya terdengar Marni yang kini mulai terengah-engah, berjuang menarikan gerakan erotis sembari didera badai kenikmatan, Sekali sekali terdengan desahan nikmatnya.
Menyadari bahwa Marni tidak malu-malu, Ina memberanikan diri untuk tidak menahan desahan nikmatnya dia wilayah pekanya sedang digasak. “Mashhh…mmmmm…mas..mmm’’ Desahnya terhalang oleh kuluman kuat Bahdin.
Selang beberapa saat, tubuh Marni mulai menggelepar, mendekati ujung pendakiannhya, demikian pula Ina, klit dan payudaranya digasak jemari lihai menggelorakan gairahnya menuntut pemuasan lebih tinggi. Tapi ohhh. Harus antri “Mashh..oohhh….mashh ohhh…” menghibakan tuntutan pelampiasan, pinggulnya sedari tadi sudah menggelinjang liar, melarikan diri dari serangan ganas jemari Bahdin di klitnya.
Melihat Ina yang dengan cepat lepas kendali, Bahdin mengambil keputusan, ditahannya pinggul Marni yang sedang dahsyat-dahsyatnya berjuang erotis. Memahami isyarat, Marni melepaskan diri, dengan cepat Bahdin merebahkan tubuh telanjang Ina, berbantalkan bantal besar, dikangkangkannya lebar pahanya, ditempatkan pinggulnya disana. Segera saja kejantananya dimasukkan keliang itu, masih sulit walaupunt tidak sesulit tadi. Tapi hanya separuh
“Ohhh…’ Ina melepaskan desah kelegaannya’ Dirasakan batang keras kini sudah memenuhi liangnya. Ketika Bahdin menekan lebih keras untuk semakin dalam, kontan Ina menjengkit menahan nyeri sembari tangannya menahan perut Bahdin.
Menyadari hal ini, dengan santai Bahdin menggasak tubuh indah yang masih muda itu, gerakan maju mundurnya tidak dengan tekanan dalam tapi dalam tempo agak cepat, menggerus-gerus seluruh sisi dalam kewanitaan Ina. Melambungkan kembali Ina kelangit penuh pesona.
Marni menggigit bibir menahan rasa merapatkan tubuhnya memohon pengertian, dengan patuh dituruti Bahdin, dengan lahap deselomotinya payudara yang sedari tadi terabaikan, dikulumnya dengan hisapan panjang dan dalam, memkasa Marni untuk menggigit bibirnya. Sebelah tangannya meraih bokong telanjaagn wanita itu mendekapnya, sebelah tangannya lagi langsung menghajar klit nya.
Upaya Bahdin kira-kira seperti setelah nasi matang, tetap menjaga kehangatan nasi di dalam rice cooker, dipertahankannya gairah erotis yang sudah membumbung dalam diri Marni. Sembari pinggulnya dengan santai menghajar berulang-ulang gadis muda yang telentang di bawahnya, melesakkan kejantanannya mengerus berulang-ulan sisi dalam kewanitaan.
Dalam waktu singkat kembali Ina meledakkan kenikmatannya, tubuhnya melenting kejang menggeliat, tanpa jeda terus digasak kejantanan Bahdin, tanpa rasa iba, gasakan tiang keras itu konstan menjelujuri bolakbalik dengan cepat kewanitaannya walaupun puncak nikmat telah dilalui bermenit-menit, yang meluluhlantakkan jiwa dan raganya, bermenit-menit berlalu, terus menggasak, hingga akhirnya Ina mengibakan permohonan “Mas…suah mas…sudah….mas sudah,,,”
Dengan patuh Bahdin menuruti pinta Ina, dengan segera mengalihkan sasaran tembaknya. Didorongnya lembut tubuh telnjang Marni, berbaring miring, dikangkangkannya sebelah kakinya lebar-lebar diletakkannya dipanggulnya, sambil berjongkok dengan sebelah kaki dengan cepat ditancapkannya batang kerasnya di liang yang sudah menganga lebar.
“Mashhhhhhhh....: Marni melenguh panjang terpuaskan kegamangannya sedari tadi klitnya diplintir-plintir, tanpa penuntasan lebih lanjut. “Ayohhh.....mas”
Tanpa sungkan Bahdin langsung menghajar liang itu dengan ganas, dihujamnya pinggulnya agak cepat dan bertenaga. Kali ini Bahdin menghujam dalam-dalam dengan bebas, tidak seperti di Ina yang hanya setengah dalam. Marni hanya bisa menggelinjang keenakan, tangannya meremasi bantal cinta melampiaskan kenikmatan yang mendera.
“Nghhh.....nghhhhh...” mendesis sesekali Bahdin mencabut batang kerasnya tapi dengan cepat langsung mencobloskan kembali
Terpana kini Ina memandang penyiksaan dihadapannya. Berjuang bangkit ditengah deraan lemas tubuhnya, sembari ikut berlutut didekapkannya ketelanjangan dirinya dipunggung Bahdin yang tengah menghajar Marni. Pipinya disandarkan dibahu Bahdin, buahdadanya didesakan rapat dipunggung, sembari mengintip siksa derita yang dialami Marni. Dengan kreatif sebelah tangannya menjangkau kebawah, buah pelir, membelainya lembut.
Bangga hati Bahdin merasakan hal ini, keperkasaannya kian menjadi
Bermenit menit dengan telaten batang itu meluluhlantakan Marni, sembari Ina memulihkan lolos tulang tubuhnya.
“Mashhhhhhh....” Marni Tak lama berselang akhirnya Marni mengejang panjang dipuncak nikmatnya, menjerit lirih, tangannya mencari-cari pegangan hanya mampu mencengkeram keras bantal.
Setelah kejangan panjang tubuh Marni, Bahdin melepaskan juntaian kaki lemas dari bahunya, tanpa sedikitpun melepaskan batang kerasnya.
Bahdin merebahkan dirinya menelungkup Marni, pinggulnya menekan lembut pangkal paha Marni yang terpaksa harus terkangkang. Ina secara ekspresif ikut-ikutan menelungkui punggung telanjang Bahdin, menggesekkan bulu hitam pangkal pahanya dibongkahan pantat.
Kaget juga Bahdin mendapati dirinya ditindih tubuh telanjang gadis cantik, khawatir Marni keberatan menahan beban, kedua sikunya ditumpukan di karpet. Jadilah adegan sosis.
Entah pengaruh berat badan Ina, terjadilah tekanan kuat batang diliang Marni, memaksanya kembali mendesah, Marni kembali menggelinjang. Sisa orgasmenya belum selesai, terjangkit kembali.
Tanpa sungkan diulangnya hujamannya, kali ini sulit, karena menanggung beban tubuh Ina. Tapi efeknya sama saja, batang keras itu menggerus dahsyat posisi klit Marni,
“Ohhhh.....” semakin lolos terasa tubuh Marni, menggelinjang menghindari tekanan dahsyat diliangnya, sia-sia.
Sekian detik siksaan tak kunjung berakhir, memaksa Marni memohon “Masshhh... sudahjj....masshhh.... sudah...” Bahdin menghentikan hujamannya, mengecup wajah nakal yang mengintip dibahunya.
“Mmmmm nakal kamu yaa...awasss” ujarnya pada Ina
Ina cekikian menggulingkan tubuh telanjangnya. Bebas dari dekapan dari atas Bahdin menyergap Ina, meraih dan memeluk tubuh indah yang telanjang.
“Hmmm anak nakal ....” Lidahnya langsung menyosor leher Ina yang kontan menggelinjangkan diri diserang rasa geli.
“Ampun mas...geli...” ampun .... geli...” Keduanya sejenak bercengkrama melupakan korban Marni yang tengah terpejam terengah=engah mencari nafas memulihkan tenaga.
Terasa tanggung setengah memaksa diselipkannya pinggulnya diantara kedua kaki Ina, memaksa gadis itu mengangkang, sembari lidahnya menjilati leher dan kuping Ina. Ina kini menggelinjang semakin kuat diserang rasa geli, setengah manja pura-pura menolak untuk melepaskan diri.
“Ampun geli...mas Bahdin jahat....sudah .... sudah....” Rasa geli bertubi-tubi tanpa sengaja mengembalikan kuatnya gelinjangan Ina.
“Ok ... tapi terima hukuman... mau nggak....”
“Iyya mas...ohhh... gelii... iya...”
“Itu si adik minta diperhatikan...”
“Ohh iya mas...” tangan Ina menjangkau kebawah menemukan batang keras, meremasnya
“Mmmhhh ....” tak berkurang gelitikan lidah Bahdin menjelujuri kuping Ina
“Mas.... geli.... sudah....dongg”
“Taruh ditempatnya dong... kasihan kedinginan...” dengan kuat dihisapnya cuping telinga sigadis
“HHhhhhhhh gelii...iyahhh mashhh ....” dengan wajah memerah disentuhkannya topi batang itu keliang wanitanya”
“Mhhhhhh ... permisiiiii ...” sembari mengecup bibir, ditekannya pinggulnya mengikuti arahan genggaman keras sigadis.
“Ngghhhhh.......” Gelinya kontan menjadi nikmat, saat kepala batang yang panas memasuki kwanitaannya.
“Bersedia dihukum?” Bahdin setengah bercanda
“Ngggg ... ampun mas...” Kontan lidah Bahdin kembali mengelitiki
“Ohhh.... “ tak sadar menggelinjang menahan geli . batang keras semakin melesak dalam”
“Iyahhh.... trima hukuman..hhhh” terasa nikmat pura-pura jual mahal “tapi jangan hukuman kejam ya masss.... hhh”
“Huhhhh .... sudah nakal, dihukum nawar ....nih.....” Segera Bahdin mulai memompa dengan ritme lambat.
“Sstttt...hhhhh....sstt....hhhh” Ina mendesah Tiap kali batang keras itu maju mundur menjejali kewanitaannya
Semakin lama hujaman pinggul Bahdin semakin diperdalam, tapi ketika mencapai tiga perempat Bahdin mencermati Ina mengkerenyit mulai menahan sakit. Dengan disiplin Bahdin menahan kedalaman hujamannya, tapi kini temponya mulai dipercepat.
Kembali terjadi rintihan-rintaihan. Desahan nikmat seorang gadis dihajar berulang-ulang.
Marni sudah mulai membuka matanya menonton sambil berbaring lemas. Diperhatikannya hujaman Bahdin pada Ina tidak seganas pada dirinya, otaknya sedikit menganalisa “Hmmmm mungkin karena Bahdin kasihan kepada Ina yang masih muda belia, sehingga harus ditahan-tahan...” Analisa yang lumayan akurasinya.
Marni Menggeser tubuhnya, tangannya menjangkau batang keras yang tengah santai menghujami kewanitaan Ina.Digenggamnya sekuat tenaga dengan tangan mungilnya.
Marni Mulai meremas-remas batang yang tak kunjung lelah maju mundur menggasaki.
Seolah mendapati bemper penahan, kini Bahdin mulai memperkuat tenaga hujamannya, toh Ina tak bakalan terlalu dalam. Dicermatinya desahan-desahan Ina semakin menjadi ditengah hujamannya yang semakin keras.
Walaupun dihujam keras, tapi karena diganjal tangan mungil yang meremas batangnya, kedalammnya agak terbatas.
Dirasakannya mulai menjelang puncak, Bahdin mulai buas menghujamkan pinggulnya, semkain cepat dan semakin keras.
“Stttttttt....shhhhh....aghhh....” tak nyana Ina menjerit agak keras, saat dirinya tak sanggup lagi menahan puncak nikmat, tubuhnya kembali mengejang panjang, ditengah kebuasan batang Bahdin menggasaki dirinya. Tak disadari jemari Marni susah payah menjadi bemper menahan kejamnya batang keras berulang-ulang mencoba menggasak lebih dalam.
“Ohhhh......” kembali dan kembali Ina melenguh tak kunjung mendapati redanya hujaman dikewanitaaannya, hingga akhirnya kembali lemas.
Saat itu Bahdin sudah nanar, diujung pendakiannya, tetapi mendapati pasangannya sudah lunglai lemas, semangat hujamannya berkurang. Marni kontan menyadari itu...
“Sini mas.......” Marni menelentangkan diri telanjangnya mengundang Bahdin. Berbaring berbantalkan bantal cinta yang besar
Bahdin segera melepas dirinya dari Ina yang tengah lunglai lemas, segera menghampiri dan memasuki tubuh Marni. Yang kontan disambut dengan ciuman panjang dalam dekapan dikepalanya.
“Ayo mas... yang kerasshhhhhhh” Marni memaksakan diri liangnya akan menyangkak hujaman dahsyat.
Kontan tanpa sungkan Bahdin kembali menghajar, untunglah kali ini pindah ke liang lain.
Menahan huaman dahsyat, Marni kuat-kuat mendekap punggung Bahdin. Sembari membisikkan dorongan untuk tidak menahan-nahan.
“Ayo masss........terushhhh” Marni menarik nafas panjang menahan dahsyatnya hujaman yang kian dalam dan kian cepat.
Terguncang=guncang tubuh Marni didesak berulang-ulang, tanpa disadari pahanya dikangkangkan sedemikian lebar mengurangi beban derita.
“Mbakkhhhh.....hkkk..... aku....hkhhhhhhh” diakhir hujaman bertenaga dan bertubi-tubi, akhirnya Bahdin pun meledak, kejang, memuncratkan cairan nikmat diliang rahim Marni. Terasa berdenyut-denyut dan panas di ruang rahimnya.
Dengan penuh kasih sayang Marni mendekap tubuh lelaki yang kini ambruk menelungkupinya, dibelainya dengan mesra punggung telanjang, ditengah nafas tengah memburu.
Ketika badai mulai reda, Bahdin menggulingkan tubuhnya berbaring disisi Marni. Ina juga turut merapat, Kedua tubuh wanita telanjang ini saling miring menjepit tubuh lelaki,
Dalam keheningan ketiganya meresapi momen yang baru saja berlalu.
Apalagi bagi Ina terasa sebagai pengalaman yang aneh bin ajaib. Angannya kini melambung membayangkan keberhasilan karirnya. Matanya terpejam sembari tersenyum membayangkan dirinya menduduki jabatan manajer.
Bagi Marni, sangat berbeda, rasa syukur memperoleh nikmat batin dan memberikan layanan maksimal bagi belahan jiwanya.
Sebaliknya Bahdin mulai merancang strategi apa yang harus diambil memenuhi permintaan gadis cantik yang kini telanjang didekapannya.
bonus video klik link dibawah
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini