Motorku, Kenanganku 07 [ Matic ]

Posted by Unknown


“Katanya tadi mau ngurut” Bahdin kembali memancing, ketika melihat tanda-tanda semangat Ida mulai bangkit.

Kontan kedua jemari Ida mulai memijat bahu, reflek tak sadar akibat berkecamuknya berbagai hal dibenak Ida. Persebadanannya barusan dengan lelaki lain bukan urusan yang mudah dicerna.

“Wah... yang itu sudah... yang spesial tadi dong, tadi baru sebentar udah berhenti, tanggung kan?'

Memerah wajah Ida mengingat-ingat tadi dirinya menduselkan susunya diwajah Bahdin tanpa sadar 
“Ngggg..... malu ah” sambil menggigit keras bibirnya, membayangkan susunya harus diduselkan ke wajah lelaki lain.

“Nah ini dia.... yang kurang seru, ngurutnya tangung-tanggung, masa malu sich?' Dengan sengaja jemari Bahdin membelai lipatan pantat telanjang ibu cantik, mengisyaratkan barang yang paling terlarangpun sudah tereskpose bahkan diintimi sedari tadi.

Sembari pikirannya menerawang nggak karuan, dirasakannya belaian lembut dibongkahan pantat telanjangnya, geli dan semakin geli. Semakin lama menerawang, gelinya semakin bertambah dan akhirnya mulai tak tertahan

“Geli ah....ihhh” Pinggulnya menggelinjang, tapi malah menggerus lembah kepekaannya
“Habis nggak jadi diurut, ya udah... saya yang urut...” sebelah tangannya lagi segera mengurut pangkal paha telanjangnya, bekerja sama dengan tangan yand dibelahan pantat

Didera, geli dan birahi, kembali mengacaukan kesadaran Ida, dari pada diurut mendingan ngurut dehhh...apalagi percikan birahi sudah mulai tersulut.

“Iya deh..” Diraihnya belakang kepala Bahdin, dipegangnya, dan kemudian disapukan payudara kirinya kewajah itu, sembari menekan.memasage wajah Bahdin perlahan-lahan, dengan menggerakkan sekujur badannya. Tanpa sengaja pinggulnya sedikit terangkat melepaskan keramannya di batang keras, menyemburatkan geli nikmat dalam bentuk lain.

Sambil menguatkan diri dan menggigit bibir, Ida kembali menduselkan susunya yang secara tak sadar menurunkan pinggulnya menemukan eraman batang panas yang sejenak terlepas. 

Sedikit terpejam, Ida mulai berkonsentrasi menjalankan tugasnya pijat payudara, yang berimbas pada tergerusnya tanpa sengaja liang kwanitaannya, dirinya dirasuki dua sumber kenikmatan. 

Tanpa disadari kedua hal itu dilakukan berulang-ulang. Terkekeh-kekeh Bahdin, menikmati hal tersebut.
Sampai suatu saat, ngilu mulai sedikit dirasakan, sedangkan kenikmatan dari payudaranya masih jauh dari optimal. 

“Khawatir nanti kena kancing lagihh ...” Ida mencari-cari pembenaran, melepaskan kancing-kancing baju terusannya, yang langsung menyibakkan sebagian ketelanjangan dada dan perutnya. 

Dilanjutkan kembali urut spesialnya, kali ini mulai berkonsentrasi di payudara, mengistirahatkan kenikmatan yang melanda bawah perutnya. Kembali bergantian payudaranya diduselkan, dirinya mulai mengerjar nikmat mengurut wajah yang dirasakannya lugu ini. Matanya mulai sedikit terpejam menambah semangatnya mengurut.

Bahdin merasakan wajahnya digerus kain Bra yang relatif lebih kasar, kembali memancing “ Ihh... perih kena ... kawat bra? Bahdin melebih-lebihkan

“Ohhh maaf......” kembali bingung menghinggapi, tapi karena kadung sudah korslet nikmat, ledekan itu dijadikannya pembenaran, dirinya melangkah lebih jauh, kedua tangannya meraih kaitan bra dipunggungnya melepaskannya, memelorotkan bra itu jatuh keperutnya.

Menyeringai kesenangan Bahdin menatap gerakan indah ibu cantik ini yang berujung pada tersembulnya sepasang payudara yang putih aduhai, dengan putiknya yang sudah keras sedari tadi. Walaupun sudah punya anak, mungkin karena anak manja, Ida tak menyusui anaknya mengandalkan susu kaleng, menjadikan payudaranya tetap terjaga bak gadis remaja.

Tanpa ragu, disapukannya payudaranya kewajah itu, berulang-ulang, sesekali dibenamkan agak dalam. Diduselkan bergantian susunya mulai mengejar kenikmatan yang timbul. Semakin tinggi voltase birahi yang diraih, membuat Ida mulai sedikit terengah “Hhhhh ...hhh...” menarik nahas sembari menggigit bibir. Ida mulai bekerja keras memijat spesial meraihnikmat

Bahdin, tetap cuek saja menikmati hal ini. Dirinya santai saja, selonjor.

Hingga beberapa saat perjuangan Ida melakukan pijat yang dirasakannya sangat berat, bukan karena beratnya pekerjaan, tetapi karena efek kenikmatan yang muncul setiap saat payudara telanjangnya menekan keras wajah Bahdin. Tubuhnya yang memang sedari tadi sudah lemas, dengan cepat kembali melemah didera nikmat, akhirnya membuat dirinya mendeprokkan pantat telanjangnya turun kebawah. Segera saja liang kewanitaannya kembali disambut batang keras. Kontan Ida disergap dua sumber rasa “Ohhhhhhh....” dirinya mulai melenguh, lemas menggapai deraan nikmat berikutnya

Pikirannya kembali sangat kalut, menceracau kesadarannya menghendaki penuntasan seperti yang barusan terjadi, masa bodo ah dengan yang lain...

“Mass....ngggg......” sembari menggigit keras bibirnya Ida menyuarakan keinginannya
“Yaa.?”

“Nggg.. ayo dong.....”
“Apa....”

“Ngg... jahat.... ma...masukin...”
“Lagi ? “ Bahdin sengaja mengggoda

“Iya...hhhh.” dg kasar Ida menjambak rambut silelaki membenamkannya kuat kuat di susu sebelahnya
“Ok... buka dong ...”

Tanpa ragu Ida melepaskan bajunya yang sedari tadi gombrong terlepas kancingnya, demikian juga dengan bra diperutnya, menyisakan kerudung, yang memang sedari tadi tidak menimbulkan hambatan apapun

Sejenak menanti, dengan tak sabar. Tapi Bahdin tetap saja selonjor cuek. Ida kebingunan
“Ini juga dong “ Bahdin menunjuk bajunya. Ida kontan merayapi kancing kemeja membantu melepaskannya dan juga singletnya. Bahdin kembali diam... “Apa lagi “ ? pikir Ida 

Bahdin mengasih kode, kakinya digerakkan, “oohh iya... Ida sedikit beringsut dan melanjutkan memelorotkan celana Bahdin yang sedari tadi sudah setengah terbuka.
“Dimasukin?” Bahdin kembali menggoda dan mengkonfirmasi, mengingatkan bahwa hal ini adalah sepenuhnya keinginan sang ibu.

Sambil menggigit bibir Ida memanggutkan kepalanya, wajahnya menyiratkan hibaan diperlakukan sepantasnya wanita cantik menggairahkan.

Bahdin dengan lembut membimbing Ida kembali duduk dipangkuannya, Dengan tak sabar Ida segera meraih batang keras itu, mengarahkannya keliangnya. Sembari menahan nafas ditekan dan turunkannya pinggulnya mengamblaskan sebagian besar tiang itu disana. Bahdin juga membantunya dengan menghujamkan pinggulnya keatas.

“Hhhhh...” Terpenuhi sedikit kegalauan wanita ini saat kejantanan keras itu kini sudah mengganjal didalam dirinya. Lemas sudah tubuhnya, sedikit rasa malu menjangkiti dirinya, disembunyikannya dengan meraih kepala Bahdin kembali ke dadanya, ehh tanpa sengaja kesusunya. Kakinya yang masih setengah berlutut disofa dirasaknya kurang kuat menopang tubuhnya. Dirinya menggapai tubuh selelaki mendekapnya mencari kekuatan.

Bibirnya menyentuh puting keras itu, bak pertanda perlombaan lari dimulai. Bila sedari tadi tak sekalipun dirasakan Ida, aktivitas Bahdin, yang menimbulkan persepsi dirinya bahwa Bahdin memang sangat lugu. Ida tidak menyadari sebentar lagi siksaan yang akan muncul, bila Bahdin mulai benar2 beraktivitas.

“Arghhhh” Ida menjerit, saat Bahdin memulai pertandingan dengan kasar, desomotinya payudara itu dengan keras dalam hisapan yang panjang. Berahinya sontak dijangkiti voltase tinggi. Berulang-ulang selomotan itu dilakukan kuat dan mendalam, bahkan menjangkau hampir kepangkal payudaranya.

Lengah saat serangan awal, Ida mengimbanginya dengan menyerang balik Bahdin melalui gerakan pinggulnya. Setiap kali susunya diselomoti dan diserang kenikmatan, pinggulnya reflek membalas. Sungguh suatu jurus perlawanan yang salah. Segera Ida mendapati dirinya malah didera kenikmatan dari dua sisi. Yang membuat tubuhnyanya semakin lemah tak berdaya. Mulutnya terbuka lebar menghirup oksigen didadanya yang sesak, tangannya menjambak rambut Bahdin, menggapai pegangan mencarai kekuatan.

Gerakan pinggulnya dengan segera mejadi gerakan cepat, liar dan tak terkendali, menghantami seolah panik, pangkal paha Bahdin. 
“Hohh...hohh...”Nafasnya sudah semakin memburu mengejar oksigen, hujaman pinggulnya sudah liar tak terkendali

Tak berapa lama Ida pun kembali meledak bobol puncak nikmatnya, mengejang keras berjuang menahan bah kenikmatan “ohhhhhh.........” dalam lenguhan panjang terlepaslah raganya keawang-awang.

Cilakalah bagi Bahdin, yang masih jauh dari finish. Dibiarkannya tubuh telanjang itu berkelojotan dipangkuannya. Setengah menit masih terasa getar-getar tubuh itu, sembari membobong tubuh telanjang itu, Bahdin turun disisi sofa. Punggung telanjangnya segera merasakan dinginnya lantai keramik. Dipeluknya tubuh telanjang Ida tetap diatasnya, tanpa membiarkan kejantannya terlepas

Ida kini menemukan posisi baru, lemah telungkup telanjang diatas ketelanjangan Bahdin. Pahanya terpaksa dikangkangkan lebar, berupaya melegakan kepejalan yang mnyumbat liang kewanitaannya. Tapi engahan nafasnya sudah agak mereda, kekuatannya banyak kembali dengan posisi baru ini, telungkup penuh, pipinya rapat menempel dipipi Bahdin. Badai kenikmatan belum sepenuhnya berlalu.

Bahdin segera melakukan serangan baru, sebelah tangannya mulai sibuk bergerilya memelintir lembut pentil payudara sebelah yang sedari tadi bebas dari serangan, yang kini rapat menekan kuat dadanya. 

“Mpphhh.....” sengatan nikmat ini mendorong Ida mengangkat dagunya dan mengecup bibir Bahdin. Kecupan bibir ini, dibalas dengan pelintiran mesra pentil susu.

Semakin berani Ida mengulum bibir Bahdin, kedua lidah beradu. Tapi jemari sebelah lagi dengan nakal meremas payudara sebelahnya, menghantarkan Ida semakin bernafsu mengulum bibir Bahdin. Cukup lama Ida memamerkan keahliannya french kissing, mebalas ketidak berdayaannya tadi. Lumayan juga untuk recover tenaga. Lidah Bahdin melayani tarian liar lidah Ida dimulutnya, hal ini dapat dimaklumi, kedua tangan Bahdin lah yang giat, sebelah meremas-remas, sebelah tangan memelintir=melitir, kembali membangkitkan semangat tempur Ida, melumat-lumat ganas bibir Bahdin. Suatu ketika ditengah mulai bangkitnya daya, Ida tak sadar menggelinjangkan pinggulnya sebagi efek kuluman-kuluman indah.

“Mmphhhhh.....” kembali sanubari Ida disentak sesuatu.
Bagi Bahdin hal ini menjadi sinyal, pertarungan baru.

Sebelah tangan Bahdin, dengan kasar mencengkeram pantat telanjang, dan menggerakannya keatas dan kebawah dengan kuat. Tangan Bahdin dengan kuat seolah menyeret Ida untuk tidak segera menyerah. Dengan beringas tangan itu memaksa pinggul itu untuk kembali melanjutkan pertandingan, yang barusan berakhir berat sebelah.

“Ngghhhhh...” Dada Ida kembali menyesak, terpaksa melepaskan kulumannya mendadak memperoleh hantaman kenikmatan baru. Kesesakan liang kewanitaannya terpaksa harus kembali bertarung menggerus batang keras didalamnya. Tapi dengan posisi baru, relatif siibu cantik memiliki kelebihan, kedua kakinya bebas mengangkang. Walaupun sudah lemas, terpaksa tubuh telanjang itu mulai merespon deraan nikmat diujung puncak nya. Dengan posisi kali ini, Ida segera menemukan gerakan baru, dengan hanya perlu sedikit merenggangkan dan merapatkan kedua belah pahanya. Efeknya cukup dahsyat, otot kewanitaannya bekerja didukung otot-otot kedua pahanya, meremas kuat.

“Sshhhhhh...hhh...” hanya sedikit merapatkan paha, kedua otot pahanya meremas kuat batang keras itu. Terengah-engah Ida berupaya kembali bertarung, kembali mendaki meraih puncak kenikmatan berikutnya.

Gerakan ibu telanjang ini bak berenang gaya katak, diatas tubuh lelaki. Bahdin kini melepaskan cengeraman dibongkahan pantat indah itu, hanya membelai-belai sisi dalam paha. Sebaliknya tangan yang lain kini meremas-remas ganas bukit kenyal, menambah deraan nikmat bagi Ida. Ketika gerakan berenang itu mulat menggeletar tak terkendali, segera dicengkram kembali sang pantat, dipaksa kembali bertarung, dihantamkan kuat kebatang kerasnya. Kian meloloskan sanubari Ida. 

“Ngggggghhhhhhhhh.... Tetapi pada akhirnya habis juga daya Ida dihajar kenikmatan dipuncak orgasme ketiganya ini, tubuhnya kini menggelepar, pinggulnya berkelojotan kian tak berdaya, walaupun berkali-kali dipaksa dihujamkan. “Ohh...oh....ohhh” berulang-ulang dirinya hanya bisa melenguh lemas, dihajar batang keras dalam dirinya.
:Sudah... sudah....sudah... “ kembali Ida menghiba, dengan enggan dituruti juga oleh B

Kejantanannya diremas dahsyat oleh kewanitaan Ida yang dibantu otot-otot paha, kini sudah memancing awal pendakian Bahdin. Tapi apa daya, ibu cantik ini kini sudah menelungkup kian lemah. Diberikannya waktu bagi Ida untuk beristiraat. Tanpa dilepaskan tongkat kejantannanya. Terasa denhyut-denyut kegel menggelitik kelakiannya.

Bahdin berbisik memuji ringan ditelinga Ida, sembari membelai mesra. Ucapan sekenanya itu kemungkinan besarpun tidak didengar Ida yang saat ini tengah melayang entah kemana. Tangan sebelahnya kuat mendekapkan tubuh telungkup itu kedadanya.

Mungkin tiga menit berlalu, ketika dirasakannya Ida sudah tidak terengah lagi, 
“Ida, boeh saya nganuin kamu? (Busyet... dari tadi memang ngapain...” Bahdin seenak udelnya minta ijin, suatu hal yang sangat tidak diperlukan.

“Hhh..hh... iya Mas” setengah sadar dijawab tanpa sedikittpun berusaha menyadari apa yang diinginkan Bahdin. 

Tanpa melepaskan kejantanannya, Bahdin bangkit duduk, memaksa Ida duduk mengangkang dipangkuan. 

Dipegangnya kuat-kuat pantat telanjang, Bahdin perlahan bangkit mengerahkan tenaga, sekaligus membopong Ida. Perlahan diletakkannya pantat itu di pinggir sofa, direbahkannya tubuh siibu disandaran sofa. Bahdin terpaksa berlutut agar kejantanannya tidak terlepas. Dipaskannya posisi Ida, yang kedua pahanya mengangkang lebar-lebar, dengan telapak kaki menjejak lantai kamar. Bahdin sebelah berlutut mendapatkan posisi yang optimal.

“Ida boleh ya? “ Kembali Bahdin ngeledek sembari kedua tangannya menggapai dan meremas kuat kedua payudara menantang dihadapannya
“Hoo...oh...” Ida mengiyakan tak berdaya dan tak mengerti.

Tanpa sungkan Bahdin mulai bekerja giat, mengejar kembali pendakiannya yang barusan sedikit tertunda, dengan ganas pinggulnya mulai menghantam maju, keras, beringas.

“Ogghh...” Ida hanya sanggup melontarkan keluhan
Hilang segera kelembutan gerakan Bahdin, yang sedari tadi hanya berupa hantaman denganritme lambat, 
“Oh....oh...oh....”Ida kini mulai mencengkeram pinggul telanjang itu mencari pegangan.kekuatan

Selanjutnya dimulailah pendakian Bahdin, hantaman kerasnya mulai dilakukan dengan tempo tinggi, yang dalam waktu singkat meluluhlantakkan tenaga apapun yang tersisa ibu muda cantik ini.

Gatal-gatal dikejantan mulai semakin terasa, membuat Bahdin mulai mengerahkan tenaga hantamannya. Ida hanya mampu melenguh..lenguh...matanya sudah sedari tadi terpejam kuat menahan derita. Sepasang tangan lemasnya berjuang tak berdaya menahan gasakan pinggul Bahdin, yang menhujamkan batang keras diliangnya, besar pejal dan sesak.

Mencoba meningkatkan efek, Bahdin merubah posisi, sebelah kaki Ida yang mengangkan lebar diangkatnya kebahunya, dan dengan buas kembali pinggulnya menghantamkan keras batang keras ke dalam tubuh Ida, berulang-ulang dalam tempo cepat.
Kian lolos jiwa raga Ida, menahan hujaman pinggul itupun dirinya sudah tak berdaya. 

Kaget, Tiba-tiba Bahdin meraskan punggungnya dihimpit tubuh telanjang, dengan sepasang payudara yang kenyal. Sepasang tangan halus memeluknya dari belakang, telinganya dikulum bibir yang lembut, dan kemudian berbisik

“Gimana mas bingkisannya?”

“Ehhhh.... mbak...” Bahdin meraskana senang tak terkira, surprise ini.
“Huhhhh nakal, sudah itu.. pintu pun tidak dikunci, bagaimana kalau ada orang masuk?

“Ooo iya... lupa.. untung ada mbak, sudah dikunci?”
“Sudah... hmmmm gimana mas... suka sama bingkisannya... ayo terus jangan berhenti” Sebelah tangan Marni kini menjulur kebawah membelai buah pelir silaki yang sejenak diam menggelantung, setelah tadi tergunjal-gunjal bekerja keras.

Dengan ragu-ragu Bahdin kembali mulai menghujam pelan dan lambat, sejenak melegakan Ida.
“Ayo terus....yang keras” Marni memberikan semangat mengecup leher Bahdin sembari meremas lembut pangkal batang keras.
Kini Bahdin tanpa ragu mengembalikan tempo hujaman batannya dengan tenaga penuh
Semenit dua berlalu, Bahdin kembali menghajar Ida yang tak berdaya.

Rupanya sedari tadi, ketika Marni masuk, dilihatnya ruangan seolah kosong tapi kok ada suara aneh, suara pertarungan yang ternyata dilakukan di lantai disisi sofa, dan kebetulan terhlang meja. Ditengah erangan Ida, Bahdin tidak mendengar pintu terbuka dan langkah kaki masuk. Lumayan lama Marni menyaksikan Ida berenang dan kemudian menggelepar-gelepar. Tidak terbersit sedikitpun rasa cemburu, tapi malah rasa aneh yang lain. Tak sengaja Marni mendengar kalimat Bahdin minta ijnj, menganuin, dirinya merasa geli, dan kontan mengambil putusan berpartisipasi. Toh dilihatnya Ida sudah sama sekali tak berdaya. Dilepaskannya seluruh pakainya perlahan-lahan, dan dengan hati-hati dirinya melangkah mendekat, menyergap dan membekap dalam ketelanjangan.

Kini Marni menyemangati dalam bentuk lait, dari samping dikulumnya dengan bernafsu bibir Bahdin, sembari menggarukkan kukunya di pangkal paha. Payudaranya menggantung indah, karena Marni harus membungkung untuk melumat bibir Bahdin. Dengan sigap sebelah tangan Bahdin meraih sasaran lain, meremas keras, gelantungan indah itu.

“Mmppphhhhh nakal....”
Kini Bahdin menghadapi pertarungan dua front, yang dilakukannya semakin bersemangat
Hanya Ida yang sudah sedemian tak berdaya, pada akhirnya menyemburatkan penyerahannya, tanpa disadari ada mahluk lain disisinya.

“Ohh... sudah...sudah....oh...” Yang kali ini kontan dipenuhi Bahdin, melepaskan cengkeramannya, membiarkan Ida tergolek lemas disofa, terengah engah dengan mata terpejam

Bahdin setelah melepaskan diri, menggandeng Marni, dan segera diduk diujung disofa yang satu seat. Menyelonjorkan kakinya, mengundangnya menunggangi.
Yang segera disambut Marni penantang baru dengan gembira. Dengan sigap Marni mengangkang, mengunggangi dan melesapkan kejantanan keras itu dalam dirinya....hhhhhhhh” Dadanya segera mulai dibebani rasa sesak, liangnya mendadak disumpal dalam-dalam.

“Anu mbak...tanggung nih....” Marni mengerti bahwa Bahdin sudah ditengah pendakian

Dengan menguatkan diri sembari menarik nafas panjang, Marni segera berpacu dengan keras. Kedua tangannya menumpu didada telanjang, lututnya menekan dalam sofa, pinggulnya mulai menghentak keras. Sembari menggigit bibir dengan keras, Marni mengerahkan tenaga untuk memacu pinggulnya dengan tempo cepat dan hujaman keras. Rasa nikmat kontan menjelujuri dirinya setiap sat pinggulnya mengahantam. Semakin nikmat, hantamannya semakin diperkeras.

Ditengah hantaman keras kenikmatan dari Marni berulang-ulang, bagi Bahdin hal ini seperti petinju lihai yang dipukuli sambil berlindung kuat-kuat beristirahat ditali ring, memancing lawan menguras tenaga.

“Ssssssshhhh...” Marni merasakan kenikmatan yang kian memuncak, menjelang ujung penadakiannya, walaupun dengan tenaga baru, nafasnya mulai terengah-engah. Matanya mulai terpejam menikmati nikmatnya birahi

Dalam waktu singkat Marni mendahului pendakian Bahdin, dilipatgandakan upayanya meraih kenikmatan tertinggi, tanpa memperdulikan konidisi Bahdin, karena Marni sudah menyadari sepenuhnya apa yang disukai Bahdin, yaitu dirinya merengkuh puncak nikmat.

“Ohhh.oh....oh....mashhhhh” semakin binal Marni menunggangi silaki. Kini goyangannya sudah tak teratur dan semakin tak teratur 
“Ohh,,,,,mashhh....ohh....” menyuarakan puncak pendakiannya, segera ambruk lemas tubuhnya memancarkan senasi birahi.

Dengan sigap Bahdin mengkat dirinya membobong Marni yang barusan ambruk, mengangkatnya dan mendudukannya dipegangan sofa yang terbalut kulit busa tebal, tanpa sedikitpun kejantanannya terlepas. Sebelah kaki Marni terlipat disofa, sebelah lagi menapak lantai. Demikian juga Bahdin yang berdiri, sebelah kakinya berlutut di ujung sofa, sebelah kakinya menapak lantai.

Sembari berpegang dibelakang sofa, Bahdin kini mulai mengahantam balik dengan keras, “Nggghhhhhhhhh...” saat tubuh nya lemas mengapung perlahan menuruni puncak orgasmennya, mendadak beroleh hunjaman keras dan nikmat
Dengan ganas, Bahdin membalas dendam, menghujam dengan keras dan tapi dalam tempo perlahan, berulang-ulang menyentakkan kembali Ida diujung puncak nikmatnya. Bahdin sudah mengetahui Marni optimal dengan hujaman keras dengan tempo perlahan, tidak cepat. Marni tak berdaya menerima jelujuran kejantanan perlahan tapi menekan kuat, 

“Ohhhhh ....” kembali Marni melolohkan desahan nafas panjangnya, merasakan puncak nikmat berikutnya. 
Berusaha mempertahankan tempo yang lambat tapi sangat bertenaga, semakin meluluhlantakkan raga M. Hingga akhirnya tubuh itu menggeletar terkejang-kejang merasakan nikmat
“mashh..mash....mashhh....” setiap kali dirinya dihujam dalam

Hingga akhirnya habis sisa tenaga Marni, menerima hantama dan dera kenikmatan, dan menyadari Bahdin masih belum ada tanda-tanda sampai ke puncak pendakiannya “Mashhh.... sebenthhhh.rarhhh...hhh....mashhh ...sebentarhhh....” Marni berjuang mempertahankan kewarasannya, meminta Bahdin memberikan injury time, waktu istirahat sejenak

Dengan enggan Bahdin menuruti, dengan menghujam dalam-dalam dan berhenti, karena dirasakannya gatal dikejantannya sudah menjadi denyut-denyut tanda bagi dirinya puncaknya sudah dapat segera diraih.
“Mbak... anu mbak...” Marni melihat wajah Bahdin suda sedikit memerah, mungkin lagi tanggung

“Hhhhh..hhhhh ...hhhhh...” Marni terengah-engah berupaya mengembalikan nafasnya “Sebentar mashhh... hhhh...hhhh mbak narik naas dulu...hhh ...hhh mas galak banget dehhh... mashhh ke mbakyu dulu... sebentarhhh... aja...”
“oo iya.... lupa...” Perlahan Bahdin melepaskan kejantanannya, sllppp hal ini sangat melegakan Marni, sangat membantunya menghilangkan kesesakan nafas.

Segera Bahdin menghampiri tubuh yang tergolek lemas tertidur di sofa, agak meringkuk. Posisi yang sangat menggairahkan, tubuh menawan langsing, telanjang mulus. Tapi aneh sensasional, tersisa secarik kain di kepala yang sedari tadi lupa dilepas.

Diperhatikannya posisi Ida, diputuskannya tidak akan banyak merubah posisi itu. Dirinya segera naik kesofa sebelah lututnya terlipat menempel disofa, sebelah kaki lainnya tetekuk menjejak lantai. Dengan posisi Ida meringkuk disofa,kewanitaannya menantang terlihat. Hal ini yang akan dijadikan sasaran tembak.

Dengan cepat, diarahkannya batang kerasnya, diselipkan diliang yang menantang, perlahan diselulupkannya kejantanannya disana agak dalam.
Dalam kelemasannya Ida tidak berteming

Tak ada kayu akar pun berguna, menyadari hal ini tidak terlalu disukainya, tapi apa boleh buat, lagi tanggung. Dengan lembut tanpa tekanan dalam, Bahdin mulai memompa, dalam tempo agak cepat. Dirinya mencoba meraih nikmat melalui gesekan diujung kepala kejantanannya.

Tak berapa lama, Ida mulai terbangun mendapati kemaluannya kembali sudah disodoki berulang-ulang. Sedikit geli-geli kembali ridasanya. Untunglah tiang keras itu hanya terbenam sedikit dan menggesek-gesek disana. Dipaksanya matanya membuka menyaksikan seorang lelaki menyodoki dirinya. Sedikit geli itu mulai menjadi nikmat. Sepuluh menit lebih terlelap banyak mengembalikan tenaganya. Mulai dinikmatinya hujaman tiang keras itu.

Ida kembali menggigit bibirnya, ketika rasa itu mulai menggigiti bawah tubuhnya.. Hanya itu yang dapat dilakukan. Tak ada apapun yang bisa dilakukannya selain menopangkan tangannya untuk sedikit menegakkan lehernya. Nikmat mulai merasuki. Perlahan tubunya mulai menggelinjang.

Bahdin menyadari hal itu, dan segera merubah serangannya, kali ini ditariknya kejantanannya sampai terlepas untuk segera dicobloskan kembali, dalam tempo jauh lebih perlahan.

“Shhhh...” Perlakuan lembut ini sudah dapat dinikmati sepenuhnya oleh Ibu yang tadi lemas tak berdaya, ditandai dengan gelinjangan halus pinggul itu saat kepala tongkat amblas.

Kembali Bahdin menarik lepas kepala tiangnya dan mencobloskan kembali, ditimpali dengan gelinjangan lembut.
Setelah puluhan kali cabut amblas dengan tempo yang semakin diperlambat, tapi dengan tekanan kedalaman semakin kuat, Bahdin menduga Ida sudah kembali siap tempur, karena gelinjagannya sudah semakin kuat.

Kini Bahdin merubah posisi kaki Ida, dengan mengangkat sebelah paha Ida, Bahdin menempatkan pinggangnya ditengah kangkangan paha. Sebelah kaki disampirkannya di sandaran sofa, sebelah kaki lainnya diluruskan dan digenggam kuat pergelangannya. Bahdin merapatkan pangkal perutnya menempelkan kejantannya kembali diliang itu, ditatapnya tajam wajah siibu, seolah kembali meminta ijin.

Ida kini tidak sabar menanti hujaman, mengangguk, menarik nafas dan menggigit bibir mempersiapkan diri.
Segera Bahdin, memasukan perlahan dan langsung menghujam dengan keras dan dalam, yang kali ini dinikmati penuh oleh Ida dengan mengimbangi nya menggerakkan pinggulnya.

Menyadari adanya perlawanan, tanpa sungkan Bahdin menghajar dengan tempo cepat dan kuat. Ida sekuat tenaga mengimbangi hantaman itu dengan gerakan pinggulnya naik turun.

Bahdin menyelararkan hujaman bertenaganya dengan gerakan pinggul Ida yang mulai mengejar naik turun dengan cepat. Semakin Ida mempercepat gerakannya semakin Bahdin mengimbanginya menekan dalam. 
“Shhh....shhh...shhh...” Bak pelari cepat, jarak puncak pendakiannya dengan cepat diraih Ida, gerakan pinggulnya mulai liar tak terkendali, nafasnya mulai tersengal-sengal.

Bahdin yang merasakan mendekatnya puncak pendakiannya, muali melepaskan kontrol hujamannya, semakin cepat dan bertenaga.

“Shhh.... hhhhhhhhhh” dalam lenguhan panjang kembali Ida melalui puncaknya dan terengah-engah menikmati deraan nikmat. Matanya terpejam dikuatkan dirinya menerima hujaman-hujman yang seolah takkah berakhir. 

Dirasakannya dahinya dikecup bibir lembut, sembari kepalanya diusap. matanya dipaksanya terbuka dan segera melihat wajah mbakyunya menatap sambil tersenyum, bersimpuh dilantai
“Mbak... “ Kontan kaget Ida, dalam kondisi telanjang, mengangkang dan disetubuhi lelaki bukan suaminya, dipandangi kakak iparnya. Tapi kekagetan itu menjadi tanda tanya, ketika wajah mbakyunya tersenyum sambil membelai rambutnya. Seketikaitu juga Ida menyadari, mbakyunya ternyata juga telanjang.

Tatapan mbakyunya seolah memberi semangat baru, tubuhnya menyangkak hajaran silelaki, tapi itu hanya sebentar, segera saja, semakin tak tahan, matanya terpejam menahan derita, sekuat tenaga diresapinya puncak nikmat itu. Kini tubuhnya bergoyang-goyang setiap kali liangnya dihajar dengan keras.

“Sudah....hhhh sudah.... sudahhhh...” kembali ucapan itu tercetus minta waktu rses, sudah demikian lemas Marni merasakan dirinya.

Hujaman cepat bertenaga, sudah banyak menguras tenaga Bahdin, dan membuatnya terengah-engah.

Bahdin melepaskan dirinya beranjak turun, wajahnya sudah banyak memerah. 
Ida kelegaan mendapati serangan itu sudah berhenti, memejamkan matanya berisitrahat mengembalikan nafas dan kesadarannya.

Marni menyadari tandanya sudah dekat, mendorong Bahdin untuk duduk dilantai bersandar di sofa, meluruskan kedua belah kakinya.

Marni dengan sigap.mengangkangi dan berjongkok, meraih tiang keras itu, mengarahkannya keliang kewanitaannya, dan dengan segera menurunkan tubuhnya nelesakkan tiang keras itu masuk dalam dirinya. Dengan menarik nafas panjang ditekannya lebih kuat, agar benar-benar amblas.

Marni merubah posisi kakinya dan menjepitkan pahanya dipinggang Bahdin, kedua jemari kakinya ditautkan meneguhkan posisi.

Kedua lengannya direngkuhan dileher kekasihnya bepegang kuat.
Tanpa ba bi bu, usai menarik nafas panjang, Marni mulai melonjak-lonjak keras dalam pangkuan Bahdin, sekuat tenaga memeras-meras tiang keras itu. Lonjakan yang awalnya dalam tempo perlahan namun kuat, sangat dirasakan memeras kejantanan Bahdin. Betapa tidak Marni beroleh kekuatan dari jemari kakinya yang saling bertautan, kedua paha yang dalam posisi kuat menjepit peinggang, ditambah lengannya berpegang erat dileher Bahdin.

Pertarungan kedua insan ini memasuki tahap klimaks, dan semakin seru. Bahdin menyadari Marni yang kembali menjangkau kenikmatannya sekuat tenaga mencoba sampai bersama.

“Mashhh...mashhhhh.”
“Iya mbak... terus... dikit lagi...”
Ohh.... Lonjakan Marni semakin liar dan semakin keras, hingga suatu titik, meledak kembali dalam desahan nafas panjang

Demikian juga Bahdin, sesaat kemudian melepaskan lahar panasnya disana, sembari memeluk keras tubuh telanjang yang gemeteranan dipangkuannya.

Sembari berdenyut denyut muncrat, Bahdin melonjakkan dengan keras pinggulnya berkali-kali, batang kerasnya menghantami liang yang menggeletar melemah

Merasakan sensasi baru, ternyata setelah meledakkan lahar, Bahdin, tidak segera menyurut.
Setengah kalap, karena terbatasnya posisi gerakan, Bahdin bangkit berdiri menghempaskan tubuh telanjang itu disofa, dan segera kembali menghajarnya dengan huajam keras dan liar.

Seperti biasanya ujung pendakian Bahdin bukanlah ledakan lahar tapi masih beberapa saat setelah itu. 
“Ngghhhh...ngghhhhh ....ngghhhhhh ....ngghhhhh...” tak berdaya Marni mendapati dirinya dihantami dengan liar, sungguh lemas, tapi ohhh..... mas belum sampai juga. Dikuatkan dirinya menahan hantaman

Akhirnya setlah semenit dua menit berlalu dalam kekalapan dan kebuasan, perlahan kontrol diri Bahdin kembali, dengan segera diperalmbat tempo hantamannya, menresapi sisa-sisa kenikmatan, membiarkan tiang itu mulai melemas.

Selang menit-menit berlalu, dalam saling ketelanjangan, Bahdin bersandar dan memangku Marni disofa, keduanya tersenyum geli memandang Ida yang terbaring meringkuk telanjang disofa
“Gimana bingkisan nya...”

“Boleh juga sih... tapi agak merepotkan, untung akhirnya mbak datang, kalau nggak kan bisa pusing tujuh keliling...”
“Ihh nakal..., dilayani dua cewe masih ngeluh ...”

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar

Berkomentaralah Dengan Baik yng berisi kritikan , Masukan Demi Kalangsungan Blog kita Bersama ini